Proses penerbitan SHM menunjukkan pentingnya tata kelola tanah yang transparan dan akuntabel. Dengan sistem ini, masyarakat yang berpartisipasi dalam reforma agraria merasa terlindungi hak-haknya. Tata kelola yang baik juga menghindarkan potensi konflik atas lahan yang telah dialokasikan.
Selain redistribusi, Badan Bank Tanah juga mengelola tanah untuk kepentingan komersial. Skema kerja sama pemanfaatan tanah meliputi jual beli, sewa, atau kerja sama usaha. Misalnya, aset di Badung, Bali, seluas 1,48 hektare, dikelola untuk mendukung pengembangan destinasi wisata di kawasan tersebut.
Pengelolaan tanah untuk kepentingan komersial memberikan manfaat ganda bagi masyarakat dan pemerintah. Selain membuka peluang investasi, skema ini juga memberikan kepastian hukum atas tanah. Hal ini menciptakan lingkungan yang kondusif bagi pengembangan usaha dan infrastruktur di daerah.
Praktik terbaik dari negara lain dapat menjadi referensi dalam pengelolaan tanah. Filipina, misalnya, melalui program Comprehensive Agrarian Reform Program (CARP), telah membantu jutaan petani mendapatkan akses lahan. Hasilnya, produktivitas pertanian meningkat signifikan dalam beberapa dekade terakhir.
Pendekatan Filipina menekankan pentingnya pemberdayaan petani. Selain redistribusi lahan, CARP menyediakan pelatihan dan akses permodalan bagi petani. Indonesia dapat mengadopsi strategi serupa dalam mendukung keberhasilan reforma agraria dengan fokus pada peningkatan kapasitas masyarakat.
Selain untuk kebutuhan ekonomi, tanah juga dapat dialokasikan untuk keperluan sosial. Badan Bank Tanah memiliki peran sebagai fasilitator dalam menyediakan tanah untuk pembangunan fasilitas umum, seperti tempat ibadah, sekolah, atau lapangan olahraga. Langkah ini bertujuan meningkatkan kualitas hidup masyarakat.
Pemanfaatan tanah untuk kebutuhan sosial menunjukkan bagaimana aset publik dapat digunakan secara optimal. Fasilitas umum yang dibangun di atas tanah negara menjadi simbol kehadiran negara dalam upaya meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Kebijakan ini juga memperkuat hubungan antara masyarakat dan pemerintah.
Dengan peran strategis Badan Bank Tanah, reforma agraria menjadi lebih dari sekadar redistribusi tanah. Program ini menjadi langkah nyata menghadirkan keadilan sosial, memberdayakan masyarakat, dan memperkuat perekonomian lokal. Tata kelola yang baik dan transparansi menjadi kunci keberhasilan jangka panjang.
Saat ini, Badan Bank Tanah mengelola aset seluas 27.169,54 hektare yang tersebar di 40 kabupaten/kota di seluruh Indonesia. Beberapa lokasi yang signifikan antara lain:
- Lombok Utara, Nusa Tenggara Barat: 1,26 hektare untuk pengembangan kawasan pariwisata.
- Badung, Bali: 1,48 hektare untuk mendukung destinasi wisata.
- Serang, Banten: 7,5 hektare untuk budidaya bandeng dan rumput laut di Desa Tengkurak.
Selain itu, aset lainnya tersebar di berbagai kabupaten/kota dengan alokasi untuk berbagai kebutuhan seperti pertanian, fasilitas umum, dan pengembangan ekonomi. Kebijakan ini menjadi bukti komitmen pemerintah dalam mendukung pengembangan ekonomi lokal dan pemberdayaan masyarakat.
Pentingnya redistribusi lahan tidak hanya pada aspek ekonomi, tetapi juga pada keadilan sosial. Ketimpangan kepemilikan tanah yang terjadi selama puluhan tahun menjadi tantangan besar yang harus diatasi. Dengan memanfaatkan tanah negara secara optimal, reforma agraria menjadi solusi yang menjanjikan mengurangi ketimpangan tersebut.