Mohon tunggu...
Beryn Imtihan
Beryn Imtihan Mohon Tunggu... Konsultan - Penikmat Kopi

Saat ini mengabdi pada desa. Kopi satu-satunya hal yang selalu menarik perhatiannya...

Selanjutnya

Tutup

Politik Artikel Utama

Imbas Penghapusan Presidential Threshold, Mungkinkah TPP Jadi Rebutan Partai Politik?

5 Januari 2025   10:50 Diperbarui: 8 Januari 2025   04:54 496
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sebagaimana diungkapkan dalam berbagai kajian dan laporan mengenai pembangunan desa, TPP memainkan peran strategis dalam mendorong keberhasilan program pembangunan berbasis masyarakat. 

Pengalaman mereka dalam memberdayakan desa menjadikan mereka aset potensial bagi partai politik yang ingin memperkuat jaringan di tingkat lokal. Namun, apakah TPP siap menghadapi tarik-menarik politik ini?

Jika benar TPP menjadi incaran, integritas mereka sebagai pendamping profesional akan diuji. Sebagai pelaksana teknis yang dituntut netral, keterlibatan mereka dalam politik praktis bisa saja memengaruhi efektivitas kerja mereka di lapangan. 

Terlebih, peraturan tentang netralitas pendamping profesional masih menjadi pedoman yang mengikat (Kepmendes 40/2021). Dalam hal ini, revisi kebijakan mungkin diperlukan guna menyesuaikan dengan dinamika politik yang baru.

Di sisi lain, penghapusan presidential threshold juga membuka peluang bagi masyarakat desa untuk lebih terlibat dalam proses politik. Dengan semakin banyaknya calon, partisipasi politik masyarakat akan meningkat. 

Desa, sebagai basis suara yang besar, akan menjadi medan strategis bagi partai politik. TPP, yang memiliki pemahaman mendalam tentang dinamika desa, tentu berada di posisi strategis dalam memainkan peran kunci.

Efek dari keputusan ini tidak hanya berhenti di desa. Dalam skala yang lebih luas, penghapusan threshold akan memengaruhi konfigurasi politik nasional. Dengan lebih banyak kandidat, polarisasi di masyarakat mungkin meningkat. 

Hal ini mengingatkan kita pada pengalaman pemilu sebelumnya, di mana rivalitas politik sering kali berujung pada konflik horizontal di tingkat akar rumput (Liddle, 2019). Dalam konteks ini, partai politik dan tokoh masyarakat memiliki tanggung jawab memastikan bahwa dinamika pemilu tetap kondusif.

Keputusan MK ini juga memberikan pelajaran penting tentang demokrasi. Sistem politik yang inklusif adalah syarat mutlak bagi demokrasi yang sehat. Dengan memberi peluang lebih luas kepada partai kecil, demokrasi Indonesia semakin mendekati idealnya. 

Idealisme ini harus diimbangi dengan penguatan kapasitas kelembagaan partai politik. Tanpa itu, penghapusan threshold hanya akan menjadi peluang kosong yang tidak berdampak signifikan.

Bagi TPP dan pelaku pembangunan desa lainnya, ini adalah momentum untuk menunjukkan bahwa desa adalah pilar penting dalam demokrasi. Mereka harus mampu menjaga netralitas sekaligus memanfaatkan peluang ini untuk mendorong agenda pembangunan yang lebih inklusif. Dengan posisi strategis mereka, TPP menjadi katalisator perubahan, bukan hanya sebagai alat politik.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun