Mohon tunggu...
Beryn Imtihan
Beryn Imtihan Mohon Tunggu... Konsultan - Penikmat Kopi

Saat ini mengabdi pada desa. Kopi satu-satunya hal yang selalu menarik perhatiannya...

Selanjutnya

Tutup

Vox Pop Pilihan

Menyongsong Generasi Emas NTB: Urgensi Penurunan Angka Stunting dengan Langkah Nyata

2 Januari 2025   11:53 Diperbarui: 2 Januari 2025   11:53 50
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pendampingan stunting tidak hanya mencakup aspek gizi, tetapi juga pemahaman tentang pola asuh dan pentingnya sanitasi (sumber: Generator AI Meta)

Tahun baru sering menjadi momentum refleksi dan perencanaan. Di Nusa Tenggara Barat (NTB), salah satu isu mendesak yang harus diatasi adalah angka stunting yang masih tinggi. Data dari Survei Kesehatan Indonesia 2023 menunjukkan prevalensi stunting di NTB mencapai 24,6 persen. Meskipun terjadi penurunan signifikan dari angka 33,4 persen pada tahun sebelumnya, kondisi ini masih memprihatinkan.

Stunting tidak sekadar angka statistik. Kondisi ini menggambarkan dampak kekurangan nutrisi kronis yang dialami anak-anak sejak dalam kandungan hingga usia dua tahun. Anak-anak stunting berisiko memiliki kemampuan kognitif yang lebih rendah, rentan terhadap penyakit, dan produktivitas yang berkurang di masa depan. Dengan target nasional penurunan angka stunting menjadi 14 persen pada tahun 2024, NTB harus mempercepat langkah mencapai target 17 persen di akhir tahun.

Penurunan angka stunting di NTB dalam beberapa tahun terakhir menunjukkan adanya upaya yang membuahkan hasil. Pada 2019, angka stunting di provinsi ini mencapai 25,9 persen. Angka tersebut terus menurun menjadi 23,51 persen pada 2020, 19,23 persen pada 2021, dan 16,84 persen pada 2022. Meski demikian, tantangan masih membayangi, terutama dengan target yang semakin ambisius.

Baiq Fahmi Ilmiati, S.Farm., Apt., MM, Kepala Seksi Gizi dan Promosi Kesehatan Dinas Kesehatan Provinsi NTB, menyatakan pentingnya pendekatan multidimensi dalam mengatasi stunting. Dalam dialog Mozaik Indonesia di Pro 1 RRI Mataram, ia menyoroti perlunya peningkatan pendampingan keluarga berisiko stunting, penguatan posyandu, serta edukasi gizi secara masif. Hal ini selaras dengan pandangan para ahli gizi yang menekankan pentingnya intervensi spesifik guna memutus rantai penyebab stunting (Kementerian Kesehatan RI, 2022).

Faktor penyebab stunting di NTB mencakup berbagai aspek, mulai dari kekurangan akses terhadap air bersih dan sanitasi hingga berat badan ibu yang tidak naik ideal selama kehamilan. Anak-anak yang sering menderita penyakit infeksi, seperti diare, juga berisiko tinggi mengalami stunting. Realitas ini diperburuk oleh keterbatasan akses pelayanan kesehatan di beberapa daerah terpencil.

Upaya menurunkan angka stunting tidak bisa hanya mengandalkan intervensi kesehatan. Dibutuhkan sinergi lintas sektor, mulai dari pendidikan, sanitasi, hingga ekonomi. Program intervensi spesifik, seperti pemberian suplemen makanan tambahan dan pemantauan tumbuh kembang anak, harus berjalan seiring dengan edukasi kepada masyarakat. Pemahaman yang baik tentang pentingnya gizi sejak dini dapat membantu mencegah terjadinya stunting.

Di NTB, posyandu memainkan peran kunci dalam mendukung upaya ini. Posyandu sebagai lembaga kesehatan masyarakat di tingkat desa memiliki potensi besar mendeteksi dini risiko stunting. Namun, tantangan di lapangan sering kali menghambat efektivitas posyandu, mulai dari keterbatasan tenaga hingga kurangnya fasilitas pendukung. Menguatkan kelembagaan posyandu menjadi salah satu langkah strategis guna memastikan pelayanan yang lebih optimal.

Selain itu, pendampingan keluarga berisiko stunting perlu ditingkatkan. Pendampingan ini tidak hanya mencakup aspek gizi, tetapi juga pemahaman tentang pola asuh dan pentingnya sanitasi. Penelitian menunjukkan bahwa pola asuh yang baik, terutama pada seribu hari pertama kehidupan, sangat berpengaruh terhadap pertumbuhan anak (UNICEF, 2020). Oleh karena itu, melibatkan kader kesehatan dan tokoh masyarakat dalam upaya ini sangat penting.

Pemerintah daerah juga perlu memperkuat kolaborasi dengan berbagai pihak, termasuk organisasi masyarakat, sektor swasta, dan akademisi. Program pemberdayaan masyarakat yang melibatkan komunitas lokal dapat membantu meningkatkan kesadaran akan pentingnya gizi. Pendekatan berbasis komunitas ini telah terbukti efektif di beberapa daerah lain di Indonesia, seperti yang dilaporkan dalam Jurnal Kesehatan Masyarakat Nasional (2023).

Sebagai contoh, pemberian edukasi tentang makanan bergizi yang terjangkau dapat menjadi solusi untuk keluarga dengan keterbatasan ekonomi. Di NTB, potensi lokal seperti ikan, jagung, dan kacang-kacangan dapat dimanfaatkan sebagai sumber gizi. Selain itu, pengembangan kebun gizi di tingkat desa dapat menjadi langkah konkret meningkatkan ketersediaan pangan bergizi.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Vox Pop Selengkapnya
Lihat Vox Pop Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun