Mohon tunggu...
Beryn Imtihan
Beryn Imtihan Mohon Tunggu... Konsultan - Penikmat Kopi

Saat ini mengabdi pada desa. Kopi satu-satunya hal yang selalu menarik perhatiannya...

Selanjutnya

Tutup

Vox Pop Artikel Utama

Less is More, Menuju Desa Bebas Stunting

30 Desember 2024   09:01 Diperbarui: 31 Desember 2024   08:30 77
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Kesederhanaan dan kekurangan dapat menciptakan sesuatu yang lebih elegan, efektif dan berkelas (Gambar oleh Karolina Grabowska dari Pixabay)

Stunting menjadi salah satu tantangan terbesar dalam pembangunan desa di Indonesia. Dengan prevalensi mencapai 21,6% pada tahun 2023, masalah ini tidak hanya mencerminkan kurangnya asupan gizi, tetapi juga menunjukkan perlunya pendekatan yang lebih terintegrasi dalam membangun masyarakat desa yang sehat dan produktif (Kementerian Kesehatan, 2023). Prinsip “less is more” dapat menjadi panduan mengoptimalkan sumber daya desa guna mencapai desa bebas stunting.

Pemanfaatan Dana Desa menjadi kunci pertama dalam menghadapi stunting. Melalui penggunaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa (APBDes), desa dapat memprioritaskan pembangunan sarana air bersih, sanitasi, dan pemberian makanan tambahan di Posyandu. 

Langkah ini tidak membutuhkan anggaran besar tetapi memberikan dampak signifikan pada tumbuh kembang anak (World Bank, 2022). Misalnya, Desa Banjar di Bali berhasil mengurangi angka stunting hingga 10% dengan menyediakan sarana air bersih menggunakan Dana Desa.

Pengembangan Badan Usaha Milik Desa (BUM Desa) juga berperan strategis. Sebagai entitas ekonomi desa, BUM Desa dapat mengelola program ketahanan pangan dengan mengorganisir kelompok tani dan peternak lokal. Hasilnya, kebutuhan gizi masyarakat dapat terpenuhi dari dalam desa sendiri tanpa harus mengandalkan pasokan dari luar. 

Contohnya adalah Desa Ponggok di Jawa Tengah, yang mengoptimalkan peran BUM Desa untuk mendukung penyediaan protein hewani dari budidaya ikan air tawar.

Program Satu Desa Satu Eksportir pun memiliki potensi besar dalam pengentasan stunting. Desa yang mampu menghasilkan produk unggulan berskala ekspor dapat meningkatkan pendapatan masyarakatnya. Dengan pendapatan lebih baik, keluarga di desa dapat menyediakan gizi berkualitas untuk anak-anak mereka. 

Hal ini terlihat di Desa Gubugklakah, Malang, yang berhasil mengekspor hasil pertanian organik sekaligus meningkatkan taraf hidup petaninya.

Pembangunan embung desa memberikan solusi sederhana tetapi sangat efektif. Embung tidak hanya sebagai penampung air, tetapi juga menopang sistem irigasi yang mendukung pertanian sepanjang tahun. Dengan hasil pertanian yang konsisten, desa memiliki kemampuan lebih baik untuk menyediakan bahan pangan bergizi. 

Sebagai contoh, desa-desa di Belu Nusa Tenggara Timur berhasil mengatasi krisis pangan melalui pembangunan embung kecil dengan teknologi sederhana.

Selain itu, inisiatif Desa Hijau Ramah Lingkungan dapat mendukung upaya pengentasan stunting. Penanaman tanaman penyerap karbon tidak hanya memperbaiki kualitas lingkungan tetapi juga menciptakan sumber pangan lokal yang berkelanjutan. Bank Sampah Desa dan Bank Minyak Jelantah dapat diintegrasikan untuk memberikan edukasi kepada masyarakat tentang pentingnya lingkungan sehat bagi pertumbuhan anak.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Vox Pop Selengkapnya
Lihat Vox Pop Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun