Perlu digarisbawahi bahwa keberhasilan adopsi AI di pesantren sangat bergantung pada kesiapan sumber daya manusia. Pelatihan guru dan staf pesantren dalam menggunakan teknologi ini menjadi kebutuhan mendesak. Dalam buku "Digital Transformation and Human Capital" (Brynjolfsson & McAfee, 2018), disebutkan bahwa pelatihan adalah kunci keberhasilan transformasi digital.
Keseimbangan antara tradisi dan modernitas menjadi tantangan terbesar dalam mengintegrasikan AI ke dalam dunia pesantren. Namun, jika dikelola dengan bijak, AI dapat menjadi alat yang memperkaya tradisi tersebut, bukan menggerusnya. Seperti yang diungkapkan oleh Harari dalam "21 Lessons for the 21st Century" (2018), teknologi adalah alat yang netral; kebermanfaatannya tergantung pada cara manusia menggunakannya.
Pesantren memiliki peluang besar untuk menjadi pelopor integrasi AI dalam pendidikan berbasis nilai-nilai agama. Dengan memanfaatkan teknologi ini secara bijak, pesantren dapat mencetak generasi santri yang tidak hanya unggul dalam ilmu agama, tetapi juga mampu bersaing di era digital. Meski jalan yang harus ditempuh penuh tantangan, peluang yang ditawarkan AI terlalu besar untuk diabaikan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H