Desa dengan modal sosial yang kuat, seperti yang digambarkan dalam penelitian Putnam (2000), cenderung lebih sukses dalam menjalankan program-program berbasis komunitas. Oleh karena itu, sosialisasi yang melibatkan tokoh masyarakat, pemuda, dan perempuan perlu dilakukan secara masif untuk membangun kesadaran bersama.
Kunci keberhasilan program MBG terletak pada kolaborasi yang erat antara berbagai pihak. Pemerintah desa, BUMDes, masyarakat, dan pihak eksternal seperti LSM atau swasta perlu berjalan seiring dalam menciptakan ekosistem yang mendukung program ini.
Contoh nyata keberhasilan kolaborasi semacam ini dapat dilihat pada Desa Ponggok di Jawa Tengah, yang melalui BUMDes-nya berhasil menciptakan sumber pendapatan baru sambil meningkatkan kualitas hidup masyarakat desa (World Bank, 2021).
Di sisi lain, penting pula untuk memastikan bahwa keterlibatan BUMDes dalam program MBG tidak menjadi beban yang berlebihan. Perencanaan yang matang, pendampingan dari tenaga ahli, dan monitoring berkala diperlukan agar program ini berjalan sesuai harapan.
Pemerintah, baik di tingkat kabupaten maupun pusat, dapat berperan sebagai fasilitator dengan memberikan pelatihan, bantuan teknis, dan akses pendanaan. Sebagaimana diuraikan oleh UNDP (2022) dalam laporan tentang pembangunan berbasis komunitas, dukungan pemerintah yang terarah dan konsisten merupakan salah satu faktor kunci dalam keberhasilan program-program berbasis desa.
Program MBG juga dapat menjadi peluang memperkenalkan inovasi di tingkat desa. Sebagai contoh, BUMDes dapat mengadopsi teknologi pertanian modern untuk meningkatkan produktivitas, atau menggunakan platform digital untuk manajemen logistik dan distribusi makanan.
Inovasi semacam ini tidak hanya akan meningkatkan efisiensi program tetapi juga menciptakan peluang usaha baru bagi BUMDes. Menurut laporan McKinsey (2023), desa-desa yang mengintegrasikan teknologi dalam pengelolaan usaha memiliki tingkat pertumbuhan ekonomi yang lebih tinggi dibandingkan desa yang tidak.
Pada akhirnya, keberhasilan program MBG akan sangat ditentukan oleh komitmen dan dedikasi semua pihak yang terlibat. Desa yang mampu melihat program ini sebagai peluang untuk berkembang, bukan sekadar kewajiban, akan mendapatkan manfaat yang jauh lebih besar.
Sebagaimana dikatakan oleh Ki Hajar Dewantara, “Pendidikan yang sebenarnya adalah upaya memerdekakan manusia dari segala bentuk keterbelakangan.” Dalam konteks ini, program MBG adalah salah satu bentuk pendidikan sosial yang dapat memerdekakan desa dari masalah kelaparan dan gizi buruk.
Dengan segala tantangan dan peluang yang ada, sudah saatnya desa-desa di Indonesia memandang program MBG sebagai langkah strategis untuk menciptakan masa depan yang lebih baik. Peran BUMDes, baik yang mampu maupun yang belum mampu, harus dioptimalkan sesuai kapasitas masing-masing. Bersama-sama, mari kita wujudkan desa tanpa kelaparan dan generasi yang lebih sehat melalui program Makan Bergizi Gratis.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H