Sementara itu, ID memperluas cakupannya dengan menilai partisipasi masyarakat dalam pengambilan keputusan dan transparansi pengelolaan anggaran. Perubahan ini mencerminkan pergeseran paradigma dari pembangunan berbasis proyek menuju pembangunan berbasis pemberdayaan.
Pendekatan baru ini juga memiliki implikasi pada mekanisme pengumpulan data. Dalam IDM, data diperoleh melalui laporan desa yang sering kali rentan terhadap bias administratif.Â
ID mencoba mengatasi masalah ini dengan memperkenalkan mekanisme verifikasi berbasis teknologi, seperti penggunaan aplikasi berbasis digital yang memungkinkan data dikumpulkan secara langsung oleh pendamping desa dan diverifikasi oleh pihak independen. Langkah ini diharapkan dapat meningkatkan validitas data yang digunakan.
Transisi dari IDM ke ID juga menghadirkan tantangan baru. Salah satunya adalah adaptasi pemangku kepentingan terhadap sistem baru ini.Â
Kepala desa dan perangkatnya, yang telah terbiasa dengan format IDM, membutuhkan waktu untuk memahami indikator dan mekanisme pengukuran dalam ID. Selain itu, kebutuhan akan pelatihan intensif bagi pendamping desa menjadi kebutuhan mendesak agar implementasi ID berjalan sesuai rencana.
Kritik lain terhadap ID muncul dari para praktisi pembangunan yang menilai bahwa pengurangan dimensi dan indikator dapat menyederhanakan pengukuran secara berlebihan.Â
Dalam artikelnya di Harian Kompas (2024), Agus Sudrajat, seorang ahli pembangunan desa, menyebutkan bahwa beberapa indikator penting, seperti keberlanjutan lingkungan, tidak lagi menjadi prioritas dalam ID.Â
Hal ini dianggap sebagai langkah mundur mengingat tantangan perubahan iklim yang semakin mendesak.
Di sisi lain, ID mendapatkan apresiasi karena lebih menekankan pada hasil akhir daripada proses. Jika IDM cenderung mengukur input pembangunan, seperti jumlah program atau proyek yang dilakukan, ID lebih fokus pada dampak langsung terhadap kehidupan masyarakat.Â
Sebagai contoh, ID tidak hanya menghitung jumlah jalan yang dibangun, tetapi juga mengevaluasi seberapa besar jalan tersebut meningkatkan aksesibilitas masyarakat terhadap pasar atau layanan kesehatan.
Perubahan ini tidak hanya memengaruhi cara desa dinilai, tetapi juga memengaruhi alokasi anggaran Dana Desa.Â