Mohon tunggu...
Beryn Imtihan
Beryn Imtihan Mohon Tunggu... Konsultan - Penikmat Kopi

Saat ini mengabdi pada desa. Kopi satu-satunya hal yang selalu menarik perhatiannya...

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Pilihan

Menyelami Kehangatan Desa di Musim Hujan

19 Desember 2024   22:54 Diperbarui: 20 Desember 2024   11:54 49
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Musim hujan tiba dengan cara yang khas, mengetuk dedaunan, menyesap ke tanah, dan mengisi kolam-kolam yang sempat mengering. Di desa, kedatangannya bukan sekadar perubahan cuaca. Ia adalah alunan kehidupan yang memengaruhi ritme masyarakat, membawa cerita tentang ketahanan, kerja sama, dan kehangatan.

Bagi seorang pendamping desa, musim hujan adalah momentum memahami lebih dalam denyut kehidupan desa.

Ketika hujan mulai turun, sawah-sawah di desa kembali hidup. Aliran air memenuhi petak-petak ladang yang sebelumnya terlihat gersang. Petani menyambutnya dengan suka cita, karena air adalah sumber kehidupan. Namun, musim hujan juga membawa tantangan tersendiri.

Jalan tanah yang menjadi licin, banjir yang sesekali datang tanpa permisi, hingga ancaman penyakit seperti demam berdarah adalah bagian dari realitas yang tak terelakkan. Di tengah semua itu, semangat gotong royong masyarakat desa menjadi penopang utama.

Sebagai pendamping desa, kehadiran di tengah masyarakat selama musim hujan memberi pelajaran tentang pentingnya adaptasi. Ketika banjir datang, tidak jarang masyarakat harus bekerja sama untuk memperbaiki tanggul atau membersihkan saluran air.

Di sinilah terlihat bagaimana nilai-nilai tradisional yang mereka junjung tinggi menjadi kekuatan sosial yang tidak bisa diremehkan. Gotong royong bukan sekadar istilah, melainkan praktik nyata yang terus hidup, bahkan di tengah modernisasi yang perlahan menyentuh desa.

Musim hujan juga menjadi waktu yang menarik untuk mengamati bagaimana masyarakat desa memanfaatkan sumber daya alam secara bijak. Mereka memahami betul kapan harus menanam dan kapan harus menunda.

Pengetahuan lokal yang diwariskan secara turun-temurun ini sering kali lebih relevan daripada teori-teori yang dibawa dari luar. Namun, pengetahuan ini tidak selalu cukup. Perubahan iklim yang semakin nyata memaksa mereka menyesuaikan diri dengan pola cuaca yang sulit diprediksi.

Dalam kondisi ini, peran pendamping desa menjadi sangat penting. Bersama masyarakat, pendamping desa mencoba mencari solusi yang tidak hanya praktis tetapi juga berkelanjutan.

Misalnya, membangun saluran irigasi yang lebih baik, menginisiasi penanaman pohon di sepanjang bantaran sungai untuk mencegah longsor, atau memberikan edukasi tentang pentingnya kebersihan lingkungan untuk mengurangi risiko penyakit. Solusi-solusi ini tidak datang dari satu pihak saja, tetapi merupakan hasil dari diskusi panjang dan keterlibatan aktif masyarakat.

Musim hujan juga membawa kehangatan yang berbeda. Di balik tantangan yang ada, selalu ada momen-momen kebersamaan yang menghangatkan hati. Di sebuah rumah panggung, keluarga berkumpul di sekitar tungku, menikmati kopi panas sambil berbagi cerita. Anak-anak bermain air hujan dengan tawa riang yang memecah keheningan. Momen-momen seperti inilah yang membuat desa tetap terasa hidup, meski kadang harus bergulat dengan kerasnya alam.

Namun, kehangatan ini tidak selalu dirasakan oleh semua orang. Ada kelompok-kelompok yang rentan, seperti lansia yang tinggal sendirian atau keluarga miskin yang rumahnya tidak cukup kuat untuk menghadapi terpaan hujan deras.

Sebagai pendamping desa, inilah saatnya untuk benar-benar memahami siapa yang paling membutuhkan bantuan. Mengunjungi rumah-rumah, mendengarkan cerita mereka, dan mencari cara meringankan beban mereka adalah tugas yang tidak boleh diabaikan.

Di tengah semua itu, musim hujan juga menjadi pengingat tentang pentingnya menjaga keseimbangan antara manusia dan alam. Ketika air hujan mengalir deras, ia membawa serta tanah-tanah subur yang hilang karena deforestasi.

Ketika sungai meluap, ia menunjukkan betapa rapuhnya ekosistem yang telah terganggu oleh aktivitas manusia. Semua ini adalah tanda-tanda yang harus direspons dengan kebijakan yang lebih bijak dan tindakan yang lebih nyata.

Sebagai pendamping desa, refleksi semacam ini menjadi bagian dari perjalanan. Musim hujan bukan hanya soal genangan air atau banjir, tetapi juga tentang bagaimana masyarakat desa merespons tantangan dengan cara-cara yang sering kali sederhana namun penuh makna. Mereka tidak hanya bertahan, tetapi juga terus mencari cara untuk memperbaiki kehidupan mereka, sedikit demi sedikit, dengan dukungan yang ada.

Di beberapa desa, musim hujan bahkan menjadi waktu untuk merancang ulang masa depan. Musyawarah desa yang diadakan di tengah rintik hujan menjadi ajang untuk membahas program-program pembangunan.

Pendamping desa memainkan peran sebagai fasilitator, mendengarkan aspirasi masyarakat dan membantu mereka merumuskan prioritas. Mulai dari perbaikan jalan hingga pengelolaan air bersih, semuanya didiskusikan dengan semangat kebersamaan.

Namun, musim hujan juga mengingatkan kita tentang kesenjangan yang masih ada. Infrastruktur yang belum memadai membuat beberapa desa terisolasi ketika hujan deras mengguyur.

Anak-anak harus berjalan jauh ke sekolah dengan sepatu yang penuh lumpur. Petani kehilangan hasil panen karena lahan mereka tergenang air. Semua ini menunjukkan bahwa masih banyak pekerjaan rumah yang harus diselesaikan.

Sebagai pendamping desa, tugasnya bukan hanya memberikan solusi jangka pendek, tetapi juga membantu masyarakat membangun fondasi yang lebih kuat untuk masa depan. Musim hujan adalah waktu untuk merajut kembali ikatan-ikatan sosial yang mungkin mulai longgar, menguatkan rasa percaya diri mereka, dan menunjukkan bahwa mereka tidak sendiri dalam menghadapi tantangan.

Musim hujan di desa adalah sebuah perjalanan emosional yang penuh warna. Ia menghadirkan tantangan yang menguji ketangguhan, tetapi juga menawarkan momen-momen kehangatan yang mengingatkan kita akan arti sesungguhnya dari kehidupan bermasyarakat. Bagi seorang pendamping desa, ini adalah kesempatan untuk tidak hanya menjadi saksi, tetapi juga bagian dari perjuangan dan harapan yang terus hidup di tengah hujan.

Ketika hujan reda dan langit kembali cerah, ada perasaan lega yang menyelimuti. Desa kembali menggeliat, mempersiapkan diri untuk musim berikutnya. Di tengah semua itu, ada rasa syukur yang mengalir, tidak hanya dari masyarakat desa tetapi juga dari pendamping desa yang telah diberi kesempatan untuk belajar dan berkontribusi. Musim hujan, dengan segala cerita yang dibawanya, adalah pengingat bahwa kehidupan selalu tentang perjuangan, kerja sama, dan kehangatan yang tak pernah pudar.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun