Mohon tunggu...
Beryn Imtihan
Beryn Imtihan Mohon Tunggu... Konsultan - Penikmat Kopi

Saat ini mengabdi pada desa. Kopi satu-satunya hal yang selalu menarik perhatiannya...

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Artikel Utama

Mengapa Penelitian di Indonesia Masih Jadi Jalan Terjal? Perspektif Pendamping Desa

6 Desember 2024   14:31 Diperbarui: 8 Desember 2024   07:16 119
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Penelitian merupakan perjalanan panjang yang membutuhkan pemikiran tajam, sekaligus keberanian menghadapi tantangan intelektual dan birokrasi. 

Sebagai pendamping desa yang pernah menjalani dinamika riset sejak masa kuliah, saya melihat dunia penelitian berpotensi besar memberikan solusi atas persoalan masyarakat. 

Pengalaman pribadi dan pengamatan terhadap sistem yang ada menunjukkan bahwa jalan ini tidak semudah yang dibayangkan.

Skripsi saya, yang mengusung tema Eksistensi Teologi Pembebasan terhadap Prosentase Zakat Mâl Malkiyat I-Zor, adalah salah satu anjakan titik awal yang mengajarkan kerasnya dunia penelitian. 

Ide zakat 10% dari eksploitasi sumber daya alam yang ditarik secara paksa untuk distribusi yang adil dianggap sebagai "ide gila". 

Tantangan datang tidak hanya dari kolega, tetapi juga dari pembimbing pertama yang menuduh karya itu plagiarisme. 

Tuduhan ini tentu melukai, tetapi juga menguatkan saya untuk membuktikan orisinalitas dan kekuatan argumen yang saya bangun. Dalam proses ini, hanya pembimbing kedua yang menjadi oase dukungan.

Pengalaman ini membuka mata saya terhadap betapa tidak mudahnya meniti jalur akademik, apalagi ketika ide-ide yang diusung cenderung kontra-arus. 

Setelah menyelesaikan skripsi, sempat muncul keinginan melanjutkan penelitian, tetapi realitas pragmatis, kurangnya dukungan, dan narasi senior tentang dunia riset yang “kering” membuat saya ragu. 

Dalam pandangan mereka, riset tidak hanya minim penghargaan, tetapi juga tidak menjanjikan karier yang stabil, terutama di tengah budaya yang lebih menghargai praktik dibandingkan teori.

Saya tidak berhenti di situ. Penelitian berikutnya tentang penetrasi Wahabisme di Lombok memperkuat komitmen saya terhadap isu-isu kontekstual. 

Penelitian ini memperlihatkan adanya ketegangan antara ideologi yang mengabaikan kearifan lokal dan pendekatan adat dalam beragama menunjukkan hubungan langsung antara doktrin keagamaan dengan eksploitasi lingkungan. 

Sebagai pendamping desa, perspektif ini memperdalam pemahaman saya bahwa riset bukan sekadar aktivitas akademik, melainkan alat untuk memperjuangkan keadilan sosial dan keberlanjutan.

Berikutnya, saya mengusung tema penelitian Konvergensi Peran Pesantren dalam Mendukung SDGs Desa. Penelitian ini menawarkan konsep SDGs Pesantren sebagai solusi untuk melindungi alam dan memberdayakan masyarakat desa. 

Ide ini merupakan puncak dari perjalanan akademik saya, menggabungkan kecintaan pada lingkungan dengan komitmen terhadap pemberdayaan masyarakat. Namun, tantangan tidak berhenti di sini. 

Proses panjang, hambatan administratif, dan lambatnya eksekusi hibah penelitian sering kali menguji kesabaran. Tahun ini, hibah penelitian yang saya terima bahkan hampir membuat saya menyerah karena eksekusinya memakan waktu hampir setahun.

Meski tidak sepenuhnya berkarier di dunia riset, saya melihat perkembangan positif dengan hadirnya BRIN dan BRIDA. Lembaga-lembaga ini membuka peluang bagi penelitian yang lebih terstruktur dan terarah, termasuk di NTB. 

Namun demikian, menurut saya, tantangan besar tetap ada, yaitu bagaimana menciptakan sistem riset yang lebih inklusif, cepat, dan relevan dengan kebutuhan masyarakat.

Pengalaman ini mengajarkan saya bahwa dunia riset bukan hanya tentang intelektualisme, tetapi juga tentang keberanian melawan sistem yang stagnan. 

Penelitian bukan sekadar alat eksplorasi, melainkan senjata perubahan. Sebagai pendamping desa, saya melihat riset sebagai elemen penting dalam membangun keberlanjutan. 

Dengan komitmen kolektif dan keberanian untuk terus belajar, dunia penelitian bisa menjadi ruang yang tidak hanya relevan, tetapi juga berdaya guna bagi masyarakat luas.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun