Pendampingan masyarakat merupakan proses yang membutuhkan pendekatan kontekstual guna menjamin keberhasilan program pemberdayaan. Dalam masyarakat Sasak, tradisi lokal seperti mekele menyimpan nilai-nilai kearifan yang dapat dimanfaatkan sebagai model pendampingan.
Tradisi ini mencerminkan gotong royong, egalitarianisme, dan rasa kebersamaan yang kuat—prinsip-prinsip yang juga menjadi fondasi dalam upaya pemberdayaan. Dengan mereplikasi nilai-nilai yang terkandung dalam mekele (kerja kolektif berbasis kearifan lokal), dapat menciptakan pendekatan pendampingan yang diterima oleh masyarakat setempat sekaligus memperkuat identitas lokal mereka.
Mekele atau sering disebut juga dengan bekele merupakan istilah yang secara umum menggambarkan tradisi gotong royong dalam masyarakat Sasak. Mekele mencakup aktivitas fisik yang melibatkan koordinasi, komitmen bersama, dan pembagian peran yang jelas.
Mekele menawarkan pendekatan yang terorganisir dan kompleks. Setiap individu tidak hanya berpartisipasi dalam makan bersama tetapi juga dalam proses persiapan. Ada pembagian tugas, urunan biaya, hingga diskusi tentang menu makanan yang akan dihidangkan.
Tradisi ini mengajarkan pentingnya kolaborasi dalam mencapai tujuan bersama. Nilai-nilai seperti ini sangat relevan dalam konteks pendampingan masyarakat, di mana keberhasilan program sangat bergantung pada partisipasi aktif dan rasa kepemilikan dari semua pihak yang terlibat.
Mereplikasi mekele sebagai model pendampingan masyarakat Sasak berarti menempatkan nilai-nilai gotong royong dan kearifan lokal sebagai inti dari proses pemberdayaan. Pendekatan ini dapat diterapkan dalam berbagai aspek kehidupan masyarakat, mulai dari pengelolaan sumber daya alam hingga pelaksanaan program pembangunan desa.
Sebagai contoh, dalam pengelolaan air bersih, masyarakat diajak bersama-sama merencanakan, mengorganisasi, dan melaksanakan pembangunan fasilitas air dengan prinsip mekele. Selain memastikan efisiensi dan keberlanjutan kegiatan, pendekatan ini juga memperkuat rasa memiliki sehingga masyarakat lebih bertanggung jawab terhadap hasilnya.
Pendampingan berbasis mekele juga dapat diterapkan dalam program penanganan stunting. Misalnya, masyarakat diajak menyelesaikan bersama penanganan stunting dengan prinsip mekele, di mana semua pihak berkontribusi sesuai kemampuan mereka.
Perangkat desa, warga, orang tua, dan anak-anak dapat saling berbagi tugas, seperti urunan menyediakan makanan bergizi, mendampingi ibu hamil, atau memfasilitasi kebutuhan gizi, dan lain-lain. Begitu pula dalam bidang kesehatan, kampanye kebersihan lingkungan atau program posyandu dapat dikelola dengan cara yang serupa, di mana semua anggota komunitas berperan aktif dan saling mendukung.
Salah satu keunggulan pendekatan berbasis mekele adalah fleksibilitasnya. Model ini tidak memerlukan struktur organisasi yang kaku atau hierarki yang kompleks, melainkan lebih mengandalkan komunikasi terbuka, kepercayaan, dan komitmen bersama.