Mohon tunggu...
Beryn Imtihan
Beryn Imtihan Mohon Tunggu... Konsultan - Penikmat Kopi

Saat ini mengabdi pada desa. Kopi satu-satunya hal yang selalu menarik perhatiannya...

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Mereplikasi Mekele sebagai Model Pendampingan Masyarakat Sasak Lombok

6 Desember 2024   08:24 Diperbarui: 6 Desember 2024   17:16 92
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Mekele dalam tradisi Masyarakat Sasak Lombok (Sumber: foto dokumentasi pribadi)

Pendampingan masyarakat merupakan proses yang membutuhkan pendekatan kontekstual guna menjamin keberhasilan program pemberdayaan. Dalam masyarakat Sasak, tradisi lokal seperti mekele menyimpan nilai-nilai kearifan yang dapat dimanfaatkan sebagai model pendampingan.

Tradisi ini mencerminkan gotong royong, egalitarianisme, dan rasa kebersamaan yang kuat—prinsip-prinsip yang juga menjadi fondasi dalam upaya pemberdayaan. Dengan mereplikasi nilai-nilai yang terkandung dalam mekele (kerja kolektif berbasis kearifan lokal), dapat menciptakan pendekatan pendampingan yang diterima oleh masyarakat setempat sekaligus memperkuat identitas lokal mereka.

Mekele atau sering disebut juga dengan bekele merupakan istilah yang secara umum menggambarkan tradisi gotong royong dalam masyarakat Sasak. Mekele mencakup aktivitas fisik yang melibatkan koordinasi, komitmen bersama, dan pembagian peran yang jelas.

Mekele menawarkan pendekatan yang terorganisir dan kompleks. Setiap individu tidak hanya berpartisipasi dalam makan bersama tetapi juga dalam proses persiapan. Ada pembagian tugas, urunan biaya, hingga diskusi tentang menu makanan yang akan dihidangkan.

Tradisi ini mengajarkan pentingnya kolaborasi dalam mencapai tujuan bersama. Nilai-nilai seperti ini sangat relevan dalam konteks pendampingan masyarakat, di mana keberhasilan program sangat bergantung pada partisipasi aktif dan rasa kepemilikan dari semua pihak yang terlibat.

Mereplikasi mekele sebagai model pendampingan masyarakat Sasak berarti menempatkan nilai-nilai gotong royong dan kearifan lokal sebagai inti dari proses pemberdayaan. Pendekatan ini dapat diterapkan dalam berbagai aspek kehidupan masyarakat, mulai dari pengelolaan sumber daya alam hingga pelaksanaan program pembangunan desa.

Sebagai contoh, dalam pengelolaan air bersih, masyarakat diajak bersama-sama merencanakan, mengorganisasi, dan melaksanakan pembangunan fasilitas air dengan prinsip mekele. Selain memastikan efisiensi dan keberlanjutan kegiatan, pendekatan ini juga memperkuat rasa memiliki sehingga masyarakat lebih bertanggung jawab terhadap hasilnya.

Pendampingan berbasis mekele juga dapat diterapkan dalam program penanganan stunting. Misalnya, masyarakat diajak menyelesaikan bersama penanganan stunting dengan prinsip mekele, di mana semua pihak berkontribusi sesuai kemampuan mereka.

Perangkat desa, warga, orang tua, dan anak-anak dapat saling berbagi tugas, seperti urunan menyediakan makanan bergizi, mendampingi ibu hamil, atau memfasilitasi kebutuhan gizi, dan lain-lain. Begitu pula dalam bidang kesehatan, kampanye kebersihan lingkungan atau program posyandu dapat dikelola dengan cara yang serupa, di mana semua anggota komunitas berperan aktif dan saling mendukung.

Salah satu keunggulan pendekatan berbasis mekele adalah fleksibilitasnya. Model ini tidak memerlukan struktur organisasi yang kaku atau hierarki yang kompleks, melainkan lebih mengandalkan komunikasi terbuka, kepercayaan, dan komitmen bersama.

Dengan demikian, pendekatan ini dapat diterapkan pada masyarakat dengan tingkat pendidikan atau pengalaman yang beragam. Selain itu, nilai-nilai mekele memungkinkan masyarakat lebih cepat beradaptasi terhadap perubahan atau tantangan yang muncul selama proses pendampingan.

Untuk mereplikasi mekele sebagai model pendampingan, ada beberapa tantangan yang perlu diantisipasi. Pertama, meskipun nilai-nilai gotong royong masih hidup dalam tradisi Sasak, modernisasi dan individualisme dapat melemahkan semangat kolektivitas ini. Karenanya, pendamping perlu melakukan revitalisasi nilai-nilai lokal melalui pendidikan dan pelibatan aktif masyarakat.

Kedua, ada risiko terjadinya ketimpangan kontribusi dalam pelaksanaan mekele, di mana beberapa individu mungkin merasa terbebani lebih dari yang lain. Untuk mengatasi hal ini, pendamping perlu memastikan pembagian peran yang adil dan transparan serta mendorong komunikasi yang konstruktif di antara para peserta.

Selain itu, pendekatan ini juga harus dilengkapi dengan upaya dokumentasi dan evaluasi yang baik. Pendamping perlu mencatat proses pelaksanaan mekele untuk mengidentifikasi apa yang berhasil dan apa yang perlu diperbaiki.

Evaluasi ini tidak hanya membantu dalam meningkatkan efektivitas pendekatan, tetapi juga menjadi bahan pembelajaran bagi masyarakat untuk terus meningkatkan kapasitas mereka dalam kerja kolektif.

Mereplikasi mekele sebagai model pendampingan masyarakat Sasak bukan hanya tentang memanfaatkan tradisi lokal sebagai alat pemberdayaan, tetapi juga tentang melestarikan warisan budaya yang menjadi identitas komunitas tersebut.

Dengan menjadikan mekele sebagai pendekatan utama, pendampingan masyarakat tidak hanya berorientasi pada hasil material, tetapi juga pada penguatan nilai-nilai sosial yang mendasari kehidupan bermasyarakat.

Dalam konteks yang lebih luas, model mekele juga dapat menjadi inspirasi bagi masyarakat lain di Indonesia, yang kaya akan tradisi gotong royong. Pendekatan ini menunjukkan bahwa pemberdayaan tidak selalu harus mengadopsi model dari luar, tetapi justru dapat berkembang dari dalam, dengan memanfaatkan kekayaan budaya lokal.

Dengan demikian, pemberdayaan masyarakat bukan hanya tentang membangun secara fisik, tetapi juga membangun rasa kebersamaan, keadilan, dan tanggung jawab bersama---nilai-nilai yang sangat dibutuhkan dalam menciptakan masyarakat yang berdaya dan berkelanjutan.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun