Mohon tunggu...
Beryn Imtihan
Beryn Imtihan Mohon Tunggu... Konsultan - Penikmat Kopi

Saat ini mengabdi pada desa. Kopi satu-satunya hal yang selalu menarik perhatiannya...

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

PKH Sudah di-PPPK-kan, Pendamping Desa Kapan?

4 Desember 2024   22:57 Diperbarui: 4 Desember 2024   23:24 2205
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Tugas Pendamping Desa (sumber: momenriau.com)

Kebijakan pemerintah mengangkat pendamping Program Keluarga Harapan (PKH) menjadi Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK) mencerminkan langkah strategis memperkuat kapasitas pelaksanaan program sosial.

Langkah ini juga menimbulkan pertanyaan mendasar bagi kelompok profesi lain yang memiliki kontribusi serupa dalam pembangunan desa, khususnya Pendamping Desa. Mengapa pendamping PKH diprioritaskan dalam skema PPPK sementara Pendamping Desa yang juga berperan vital dalam mendukung pembangunan nasional melalui Dana Desa hingga kini belum mendapat kejelasan serupa?

Pendamping PKH berperan membantu penerima manfaat memahami, mengakses, dan mengoptimalkan bantuan sosial. Mereka menjadi jembatan antara pemerintah dan masyarakat miskin guna memastikan program ini berjalan efektif.

Sebanyak 231 pendamping PKH di Lombok Tengah saat ini sedang mengikuti seleksi PPPK dengan proses pemberkasan yang telah berjalan, sebagaimana disampaikan oleh Kepala Dinas Sosial Lombok Tengah, Masnun (Lombok Post, 23 November 2024).

Proses ini dilakukan berdasarkan mekanisme yang diatur oleh Kementerian Sosial, dengan kuota kelulusan sepenuhnya ditentukan oleh pemerintah pusat. Langkah ini mencerminkan upaya pemerintah dalam meningkatkan status profesional para pendamping PKH.

Keberadaan Pendamping Desa dalam struktur pembangunan nasional juga tidak kalah penting. Pendamping Desa memiliki tanggung jawab yang lebih kompleks dan luas, mulai dari perencanaan pembangunan, pemberdayaan masyarakat, hingga pengawsan penggunaan dan pengelolaan Dana Desa.

Dengan anggaran Dana Desa tahun 2025 yang mencapai Rp71 triliun untuk 75.259 desa (sekitar Rp943,34 juta per desa), peran Pendamping Desa menjadi semakin krusial dalam memastikan akuntabilitas, efektivitas, dan dampak dari dana tersebut terhadap pembangunan desa. Lantas, mengapa pemerintah belum memberikan kepastian yang serupa terkait status mereka?

Jika dibandingkan, beban kerja dan tanggung jawab antara Pendamping PKH dan Pendamping Desa memiliki karakteristik yang berbeda tetapi sama-sama signifikan. Pendamping PKH fokus pada program spesifik yang ditujukan untuk kelompok masyarakat miskin tertentu, sementara Pendamping Desa memiliki lingkup kerja yang lebih luas, melibatkan berbagai sektor pembangunan, termasuk pendidikan, kesehatan, infrastruktur, pemberdayaan ekonomi, dan pengentasan kemiskinan.

Keputusan pemerintah mengangkat Pendamping PKH menjadi PPPK tentu harus diapresiasi sebagai bentuk pengakuan atas kerja keras mereka. Namun, keputusan ini juga menjadi refleksi ketimpangan dalam pengakuan profesi di sektor pembangunan sosial.

Sejak program Dana Desa diluncurkan pada tahun 2015, Pendamping Desa telah bekerja tanpa kejelasan status kepegawaian. Mereka tetap berada dalam posisi kontrak dengan sistem perekrutan yang dilakukan setiap tahun atau dua tahun sekali, tanpa adanya jaminan keberlanjutan karir jangka panjang.

Bagi pendamping PKH, kebijakan ini menunjukkan adanya pengakuan atas peran mereka dalam implementasi kebijakan sosial. Pendamping Desa, di sisi lain, seakan belum mendapatkan perhatian yang setara, meskipun Dana Desa menjadi salah satu program prioritas pemerintah pusat.

Jika dibandingkan secara langsung, keberhasilan PKH tentu tidak terlepas dari dukungan administrasi dan kelembagaan yang kuat, termasuk jaminan status kepegawaian seperti yang kini diupayakan. Sebaliknya, Pendamping Desa harus menghadapi tantangan lebih berat, dari beban kerja hingga pengelolaan dana yang nilainya sangat besar.

Ketimpangan ini mengarah pada pertanyaan mendasar, bagaimana pemerintah memandang posisi strategis masing-masing profesi dalam struktur pembangunan nasional? Apakah Pendamping Desa dianggap kurang strategis dibandingkan Pendamping PKH, sehingga tidak mendapatkan prioritas serupa? Atau justru ini mencerminkan pendekatan parsial pemerintah dalam melihat pembangunan desa sebagai bagian integral dari pembangunan nasional?

Pendekatan pemerintah terhadap status profesi ini juga perlu dilihat dari aspek keberlanjutan. Salah satu kritik utama yang sering muncul terkait posisi Pendamping Desa adalah ketidakpastian status kerja mereka. Sistem kontrak yang terus diperbarui menciptakan ketidakpastian yang berpotensi memengaruhi kinerja mereka.

Padahal, stabilitas status kerja dapat meningkatkan motivasi, loyalitas, dan kualitas pendampingan yang diberikan kepada masyarakat desa. Jika Pendamping PKH yang bekerja di bawah satu program dapat diangkat menjadi PPPK, maka seharusnya Pendamping Desa yang bekerja dalam berbagai program pembangunan desa juga layak mendapatkan status serupa.

Selain itu, pengangkatan Pendamping Desa menjadi PPPK akan berdampak positif pada akuntabilitas pengelolaan Dana Desa. Dengan status sebagai PPPK, Pendamping Desa akan memiliki posisi yang lebih kuat dalam mendampingi pemerintah desa, sehingga lebih mampu mendorong transparansi dan akuntabilitas pengelolaan dana. Mereka juga dapat menjadi katalisator untuk mendorong inovasi pembangunan berbasis desa yang selaras dengan agenda nasional dan global seperti SDGs Desa.

Penting pula untuk mempertimbangkan dampak dari ketidaksetaraan ini terhadap hubungan kerja antara Pendamping PKH dan Pendamping Desa di tingkat lapangan. Kedua profesi ini sering kali berkolaborasi dalam pelaksanaan program pembangunan.

Jika salah satu profesi mendapatkan pengakuan yang lebih besar dalam bentuk status kepegawaian, hal ini dapat menciptakan kesenjangan yang memengaruhi kerja sama di lapangan. Pemerintah perlu memastikan bahwa pengakuan terhadap salah satu profesi tidak dilakukan dengan mengabaikan profesi lainnya yang sama pentingnya.

Dalam konteks Lombok Tengah, Kepala Dinas Sosial, Masnun, mengingatkan para pendamping PKH untuk tidak terjebak dalam janji-janji kelulusan yang tidak transparan. Peringatan ini penting mengingat seleksi PPPK harus dilakukan secara objektif dan berbasis merit.

Hal serupa juga perlu diterapkan jika kelak Pendamping Desa mendapat kesempatan serupa. Transparansi dan akuntabilitas dalam proses seleksi harus menjadi prinsip utama agar pengangkatan PPPK benar-benar merefleksikan kualitas dan kompetensi yang diperlukan.

Akhirnya, pengangkatan Pendamping PKH menjadi PPPK adalah langkah maju yang patut diapresiasi. Namun, langkah ini juga menjadi pemicu refleksi bagi pemerintah untuk melihat kembali posisi dan peran Pendamping Desa dalam struktur pembangunan nasional.

Mengingat tantangan yang dihadapi Pendamping Desa tidak kalah kompleks, sudah saatnya pemerintah memberikan pengakuan serupa kepada mereka. Jika pemerintah berkomitmen untuk membangun desa sebagai pilar utama pembangunan nasional, maka pengangkatan Pendamping Desa menjadi PPPK bukan hanya layak, tetapi juga sebuah kebutuhan strategis untuk memastikan keberlanjutan pembangunan desa.

Ketimpangan pengakuan ini perlu segera diatasi untuk menciptakan keadilan dan keseimbangan dalam pengelolaan sumber daya manusia di sektor pembangunan sosial. Pemerintah pusat dan Kementerian Desa PDT, harus segera mengambil langkah konkret memperjuangkan pengangkatan Pendamping Desa menjadi PPPK. Dengan demikian, cita-cita besar pembangunan berbasis desa melalui Dana Desa dapat terwujud dengan lebih optimal dan berkelanjutan.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun