Sebagai contoh, program seperti Satu Desa Satu Eksportir atau pengembangan Produk Unggulan Kawasan Perdesaan (Prukades) memerlukan pendamping yang mampu memahami konsep pemasaran global, pengelolaan rantai pasok, dan strategi peningkatan daya saing produk lokal.Â
Pendidikan sarjana akan membekali PLD dengan kemampuan analitis dan manajerial untuk mendampingi desa dalam mengembangkan produk unggulan yang bisa bersaing di pasar nasional maupun internasional.
Kedua, tugas PLD kini juga mencakup pengelolaan program berbasis teknologi, seperti Digitalisasi Desa. Program ini melibatkan pengembangan marketplace desa, bank data ekonomi, dan pelatihan konten kreator.
Dengan pendidikan SMA, PLD mungkin akan kesulitan memahami konsep-konsep ini secara mendalam. Sebaliknya, pendidikan sarjana akan membantu mereka menguasai teknologi informasi, analisis data, dan strategi komunikasi digital, sehingga mereka dapat mendampingi desa dengan lebih baik dan lebih efektif.
Ketiga, program prioritas seperti Konvergensi Stunting Desa membutuhkan PLD yang tidak hanya memahami aspek teknis tetapi juga mampu melakukan analisis sosial dan medis dasar terkait stunting.
Intervensi yang melibatkan pembangunan sanitasi, pemberian makanan tambahan, atau pengelolaan posyandu memerlukan pendamping dengan pemahaman multidisiplin. Pendidikan sarjana akan membantu PLD memadukan data, ilmu, dan praktik di lapangan untuk mendukung pemerintah desa dalam menurunkan angka stunting.
Efek positif dari PLD yang berpendidikan sarjana akan dirasakan dalam berbagai aspek pembangunan desa. Pertama, kualitas perencanaan dan pelaksanaan program desa akan meningkat. PLD yang sarjana dapat membantu pemerintah desa menyusun dokumen perencanaan berbasis data akurat, melaksanakan program dengan manajemen yang baik, dan membuat laporan yang sesuai standar. Mereka juga mampu memfasilitasi dialog antarwarga dengan pendekatan yang lebih ilmiah dan solutif.
Kedua, PLD yang sarjana akan menjadi panutan di desa. Mereka tidak hanya menjalankan tugas pendampingan tetapi juga menjadi motivator bagi masyarakat untuk meningkatkan pendidikan dan keterampilan. Dengan demikian, keberadaan PLD dapat menciptakan efek domino positif yang mendorong peningkatan kualitas sumber daya manusia di desa.
Ketiga, PLD yang memiliki pendidikan lebih tinggi akan lebih mudah menjembatani kebutuhan desa dengan berbagai sumber daya dari luar, baik dari pemerintah, swasta, maupun lembaga internasional. Mereka akan lebih percaya diri dalam menjalin kemitraan dengan investor, mengakses program pendanaan, dan menghadirkan inovasi yang relevan untuk desa.
Untuk mewujudkan hal ini, pemerintah perlu mengambil langkah strategis. Salah satu solusi yang paling mungkin dilakukan adalah menghidupkan kembali program RPL. Dengan mengonversi pengalaman kerja PLD menjadi kredit akademik, mereka dapat menyelesaikan pendidikan sarjana dalam waktu yang lebih singkat dan biaya yang lebih ringan. Program ini dapat diimplementasikan melalui kerja sama antara Kemendesa PDTT dengan universitas-universitas di seluruh Indonesia.
Selain RPL, pemerintah pusat dapat menyediakan beasiswa khusus bagi PLD. Lembaga seperti Lembaga Pengelola Dana Pendidikan (LPDP) dapat membuka jalur beasiswa untuk pendamping desa dengan syarat pengabdian setelah lulus. Beasiswa ini tidak hanya membantu PLD secara finansial tetapi juga memastikan mereka tetap mengabdi untuk membangun desa.