Program makan bergizi gratis yang digagas pemerintah dengan alokasi anggaran Rp 10.000 per porsi menarik perhatian publik, baik sebagai inovasi maupun tantangan. Presiden Prabowo Subianto menyatakan bahwa angka ini cukup untuk memenuhi kebutuhan gizi anak-anak dan ibu hamil di daerah-daerah (Kompas.com, 29/11/2024).
Namun, klaim tersebut mengundang tanda tanya besar: apakah benar Rp 10.000 dapat menjamin asupan gizi berkualitas bagi kelompok rentan ini, atau justru menjadi cermin ketidakseimbangan kebijakan anggaran?
Secara teori, angka Rp 10.000 mungkin terlihat cukup jika dihitung dalam skenario harga bahan makanan murah. Namun, Indonesia adalah negara dengan disparitas geografis yang besar. Harga bahan pangan di kota besar tentu berbeda jauh dengan daerah terpencil.
Apa yang dapat dibeli dengan Rp 10.000 di Lombok, misalnya, mungkin hanya mendapatkan setengahnya di Papua. Kondisi ini berisiko menciptakan ketimpangan gizi di antara masyarakat, yang justeru bertentangan dengan tujuan program tersebut.
Sebagai alternatif, Badan Gizi Nasional (BGN) menyarankan subsidi silang, mengalihkan surplus dari daerah dengan biaya rendah ke daerah dengan harga tinggi (Kompas.com, 29/11/2024). Namun, mekanisme ini rumit dan rentan terhadap salah kelola.
Jika subsidi silang gagal, daerah-daerah dengan harga bahan makanan mahal berpotensi memberikan menu seadanya. Artinya, alokasi Rp 10.000 malah melanggengkan masalah gizi buruk yang justru ingin diatasi oleh program ini.
Dalam konteks pedesaan, peluang pemberdayaan Badan Usaha Milik Desa (BUMDes) bisa menjadi solusi inovatif. Dengan melibatkan BUMDes sebagai penyedia bahan pangan atau bahkan pengolah makanan bergizi, program ini dapat meningkatkan efisiensi anggaran sekaligus memberdayakan ekonomi lokal.
Misalnya, BUMDes bisa memproduksi makanan olahan seperti keripik berbasis lokal yang bergizi tinggi atau mengelola dapur komunitas. Hal ini memungkinkan program berjalan berkelanjutan sambil menciptakan lapangan kerja.
Lebih jauh, peran Dana Desa bisa dioptimalkan untuk mendukung implementasi program ini. Dengan anggaran yang sudah dialokasikan hingga Rp71 triliun, pemerintah dapat memanfaatkan sebagian kecilnya untuk mendukung program makan bergizi gratis.
Dana tersebut bisa digunakan untuk pengadaan bahan pangan lokal, pembangunan infrastruktur dapur umum, atau pelatihan masyarakat tentang pengolahan makanan bergizi. Hal ini tidak hanya meningkatkan keberhasilan program tetapi juga memberdayakan desa secara holistik.