Mohon tunggu...
Beryn Imtihan
Beryn Imtihan Mohon Tunggu... Konsultan - Penikmat Kopi

Saat ini mengabdi pada desa. Kopi satu-satunya hal yang selalu menarik perhatiannya...

Selanjutnya

Tutup

Cerita Pemilih Pilihan

Iqbal-Dinda: Menghindari Politik Penyisa Sampah

24 November 2024   19:44 Diperbarui: 24 November 2024   19:51 213
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerita Pemilih. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/GARRY LOTULUNG

Tawa riuh dan candaan hangat menyambut kehadiran Pak Iqbal di sebuah bengkel kreatif milik ibu-ibu eks migran Lombok. Tempat itu bukan sembarang bengkel, melainkan ruang inovasi yang mengubah sampah baliho menjadi produk bernilai ekonomis. Mereka menyebut pertemuan ini sebagai momen yang tak biasa. 

Salah seorang ibu berseloroh, "Dengan siq te gunting, jait, te peleng-peleng nu, nane dateng ye, nane jaq... (Orang yang selama ini kita gunting, jahit, dan potong-potong, sekarang datang ke sini! hayo..)" Canda itu segera disambut tawa oleh teman-temannya, mencairkan suasana.

Pak Iqbal tersenyum hangat, membaur dengan ibu-ibu yang sebagian besar masih mengenakan kain tradisional khas Lombok. Tidak ada sekat antara pemimpin dan rakyatnya; yang ada hanyalah interaksi tulus yang membangun. Pertemuan ini menjadi bukti nyata bagaimana kampanye politik tidak harus berakhir dengan tumpukan sampah visual. Alih-alih hanya mempromosikan pasangan Iqbal-Dinda, kampanye ini menyisipkan pesan berkelanjutan yang mengedepankan pemberdayaan ekonomi kreatif.

Sampah Baliho yang Bernyawa Baru

Tas-tas yang diproduksi di bengkel itu merupakan hasil kreativitas ibu-ibu eks pekerja migran. Bahan utamanya? Baliho bekas pasangan Iqbal-Dinda yang telah selesai masa tayangnya. Dalam diskusi santai, para ibu bercerita tentang awal mula ide ini. Mereka mengamati banyaknya baliho bekas yang hanya berakhir menjadi sampah atau dibakar. "Sayang sekali kalau hanya jadi sampah. Padahal bahan baliho itu kuat dan tahan air," ujar salah satu ibu sambil menunjukkan tas jinjing yang sudah jadi.

Proses produksi dimulai dengan memilah baliho yang masih layak pakai. Selanjutnya, baliho dipotong sesuai pola, dijahit dengan hati-hati, dan diberi sentuhan desain agar lebih menarik. Hasil akhirnya adalah tas multifungsi, dompet, hingga aksesori yang bisa dijual di pasar lokal maupun online.

Pak Iqbal tampak kagum dengan inisiatif ini. "Hari ini saya mendapat kejutan luar biasa. Saya bertemu dengan ibu-ibu mantan pekerja migran yang sedang mengembangkan ekonomi kreatif dari daur ulang baliho. Senang sekali rasanya melihat sampah politik bisa dikelola menjadi produk yang bermanfaat," ujarnya penuh semangat.

Tidak hanya berhenti pada baliho pasangan Iqbal-Dinda, inisiatif ini juga membuka peluang untuk mendaur ulang baliho dari berbagai sumber. Ide ini dianggap sebagai bentuk tanggung jawab sosial yang layak dicontoh.

Membangun Ekonomi Kreatif Berkelanjutan

Pertemuan ini tidak hanya menjadi ajang apresiasi, tetapi juga diskusi panjang tentang pengembangan ekonomi kreatif di NTB. Dengan bantuan putri sulung Pak Iqbal, Rena, ibu-ibu pelaku usaha kreatif ini telah berhasil memperluas jaringan pemasaran melalui media sosial. Akun Instagram mereka, @bendrang__, menjadi platform untuk memamerkan karya-karya unik hasil daur ulang.

"Ke depan, usaha ini akan dikembangkan lebih luas lagi, sehingga tidak hanya baliho kami, tetapi semua baliho yang sudah tidak terpakai bisa dimanfaatkan," ujar Pak Iqbal. Ia berjanji untuk mendukung penuh inisiatif ini melalui pelatihan, pendampingan, dan akses pemasaran yang lebih luas.

Konsep ini bukan hanya soal mengolah sampah, tetapi juga memberdayakan kelompok masyarakat yang selama ini kurang terekspos. Ibu-ibu eks pekerja migran, yang sebelumnya berjuang di luar negeri, kini memiliki peluang untuk membangun kembali kehidupan mereka dengan cara yang kreatif dan berkelanjutan.

Inspirasi Kampanye Politik Masa Depan

Apa yang dilakukan oleh pasangan Iqbal-Dinda membuka mata banyak pihak bahwa kampanye politik tidak harus bersifat sementara. Baliho, yang biasanya menjadi simbol politik konvensional, diubah menjadi barang fungsional yang bernilai ekonomis. Dengan cara ini, kampanye tidak hanya berakhir dengan harapan kemenangan, tetapi juga meninggalkan jejak positif bagi masyarakat.

Langkah ini patut dicontoh oleh kandidat lain dalam pemilihan apapun termasuk pemilihan kepala desa di seluruh Indonesia. Kampanye politik sering kali menyisakan jejak sampah yang tidak ramah lingkungan. Namun, dengan pendekatan seperti yang dilakukan Iqbal-Dinda, kampanye bisa menjadi bagian dari solusi, bukan masalah.

Selain itu, inisiatif ini juga memberikan edukasi tentang pentingnya daur ulang dan keberlanjutan. Di tengah isu perubahan iklim dan polusi, langkah kecil ini bisa memberikan dampak besar jika diadopsi secara luas.

Antusiasme yang Menular

Keberhasilan kampanye ini juga tidak lepas dari antusiasme masyarakat. Ibu-ibu di bengkel kreatif tersebut kini merasa memiliki peran penting dalam mendukung gerakan ekonomi kreatif berbasis lingkungan. Mereka tidak hanya melihat baliho sebagai bahan mentah, tetapi juga simbol perubahan yang lebih besar.

Salah satu ibu berkata, "Kami merasa bangga karena produk kami bisa bermanfaat dan sekaligus membantu mengurangi sampah. Apalagi sekarang produk kami sudah banyak yang pesan, bahkan sampai luar Lombok."

Pak Iqbal mengaku terharu melihat semangat mereka. Baginya, ini adalah bukti bahwa masyarakat memiliki potensi besar untuk berinovasi, hanya saja sering kali kurang mendapat dukungan yang memadai. "Tugas kita adalah membuka jalan dan memberikan mereka panggung. Sisanya, mereka akan membuktikan bahwa mereka bisa," tambahnya.

Melangkah ke Depan

Dengan modal awal berupa sampah baliho, siapa sangka kampanye politik pasangan Iqbal-Dinda bisa melahirkan gerakan ekonomi kreatif yang menjanjikan? Langkah ini bukan hanya membawa dampak positif bagi lingkungan, tetapi juga memberdayakan masyarakat.

Pak Iqbal dan Dinda menunjukkan bahwa politik bisa menjadi lebih dari sekadar perebutan suara. Politik bisa menjadi sarana untuk menciptakan perubahan nyata, menginspirasi banyak orang, dan meninggalkan warisan yang bermanfaat.

Ketika pertemuan di bengkel kreatif itu berakhir, Pak Iqbal meninggalkan pesan yang sederhana namun mendalam. "Mari kita kembangkan potensi yang ada di sekitar kita. Bahkan dari sampah, kita bisa menciptakan masa depan yang lebih baik."

Pesan ini mengingatkan kita semua bahwa perubahan besar sering kali dimulai dari langkah kecil. Dan di tangan para ibu eks pekerja migran, baliho yang dulu hanya berfungsi sebagai alat promosi kini memiliki cerita baru---cerita tentang harapan, inovasi, dan masa depan yang lebih cerah.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerita Pemilih Selengkapnya
Lihat Cerita Pemilih Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun