Mohon tunggu...
Beryn Imtihan
Beryn Imtihan Mohon Tunggu... Konsultan - Penikmat Kopi

Saat ini mengabdi pada desa. Kopi satu-satunya hal yang selalu menarik perhatiannya...

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Eh, Ngapain Jadi Pendamping Desa? Takut Nganggur ya

29 Oktober 2024   00:19 Diperbarui: 31 Oktober 2024   16:45 756
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Menjadi Pendamping Desa bukan sekadar datang, menyusun laporan, atau memenuhi target program. Sebaliknya, ini adalah soal memberikan inspirasi, meningkatkan kapasitas, dan, di atas semua itu, membantu desa menemukan arah mereka sendiri.

Dalam banyak hal, saya melihat profesi ini bukan sekadar pekerjaan, tetapi tanggung jawab menjaga agar cita-cita Indonesia tetap hidup di akar rumput, di tempat di mana fondasi bangsa ini dibangun.

Dalam menjalani profesi ini, tantangan terbesar sering kali bukan dari masyarakat desa, melainkan dari stigma yang melekat pada profesi ini. Saya memahami bahwa profesi Pendamping Desa sering dianggap sebagai “pekerjaan asal ada,” tetapi di balik pekerjaan ini ada banyak hal yang menuntut kemampuan analisis yang tajam, empati yang tinggi, dan keterampilan komunikasi yang mumpuni.

Misalnya, bagaimana caranya menerjemahkan tujuan-tujuan SDGs (Sustainable Development Goals) dalam bahasa yang mudah dipahami oleh petani, pedagang kecil, atau pemuda desa yang mungkin baru menyelesaikan pendidikan dasarnya. Kami dituntut membawa istilah yang kerap terdengar akademis menjadi lebih "membumi", relevan dengan kehidupan sehari-hari warga desa.

Menjadi pemuda di era digital memberi kita akses tak terbatas pada pengetahuan dan dunia luar. Namun di tengah semua itu, tantangan sebenarnya adalah bagaimana kita bisa relevan di masyarakat sekitar kita sendiri.

Sebagai Pendamping Desa, saya belajar bahwa mengatasi pengangguran atau kemandekan ekonomi bukan hanya dengan mencari pekerjaan, melainkan dengan menciptakan peluang, baik untuk diri sendiri maupun orang lain.

Desa yang maju adalah desa yang memiliki kemandirian, dan kemandirian itu dibangun dari kepercayaan bahwa mereka mampu menciptakan perubahan.

Saya melihat profesi ini sebagai sarana membangun kepercayaan itu, untuk meyakinkan warga desa bahwa mereka memiliki masa depan yang lebih baik jika mereka mau bergandengan tangan dan bekerja sama.

Sumpah Pemuda adalah pengingat bahwa bangsa ini berdiri karena keberanian pemudanya bersatu dalam identitas kebangsaan yang satu. Para pemuda yang dari berbagai latar belakang suku dan agama memilih bersatu untuk Indonesia, yang dulu bahkan belum sepenuhnya merdeka.

Sumpah itu mengajarkan bahwa kekuatan kita ada pada kemampuan menghargai perbedaan, memperkuat persatuan, dan merumuskan cita-cita bersama.

Refleksi itu kini hadir dalam bentuk keinginan membawa semangat persatuan tersebut ke tingkat desa. Karena di desa, perbedaan masih sangat kentara; ada perbedaan adat, bahasa, bahkan cara pandang. Namun di balik perbedaan itu, desa-desa kita memiliki potensi luar biasa yang hanya akan berkembang jika kita bersatu dalam visi pembangunan bersama.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun