Mohon tunggu...
Beryn Imtihan
Beryn Imtihan Mohon Tunggu... Konsultan - Penikmat Kopi

Beryn, lahir di Pulau Seribu Masjid, saat ini mengabdi pada desa sebagai TPP BPSDM Kementerian Desa dengan posisi sebagai TAPM Kabupaten. Sebelumnya, ia aktif mengajar di beberapa perguruan tinggi. Beryn memiliki minat pada isu sosial, budaya, dan filsafat Islam. Saat kuliah, Beryn pernah mencoba berbagai aktivitas umumnya seperti berorganisasi, bermain musik, hingga mendaki gunung, meskipun begitu satu-satunya hal yang selalu menarik perhatiannya adalah menikmati secangkir kopi.

Selanjutnya

Tutup

Analisis Pilihan

Lombok Barat Darurat: Paslon Nihil Visi Lingkungan

26 Oktober 2024   16:27 Diperbarui: 26 Oktober 2024   17:18 84
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Lombok Barat, dengan kekayaan alam yang melimpah, kini berada di ambang darurat lingkungan. Wilayah ini, terutama Kecamatan Sekotong, menghadapi dampak serius akibat aktivitas tambang emas ilegal yang telah mengubah lanskap alami menjadi pemandangan mengerikan. Bukit-bukit hijau kini rusak oleh alat berat yang beroperasi tanpa henti, mencemari tanah dan sumber air dengan merkuri yang digunakan tanpa kendali.

Ironisnya, harapan kemakmuran yang mengiringi maraknya tambang emas ini nyatanya belum berkontribusi banyak pada kesejahteraan masyarakat. Data dari Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan bahwa kemiskinan masih tetap tinggi di Sekotong, mencerminkan bahwa keuntungan tambang ini lebih banyak dinikmati oleh segelintir orang, sementara mayoritas masyarakat tetap terjebak dalam kondisi sulit. Kerusakan lingkungan yang terjadi akibat tambang emas ilegal ini tidak hanya menghancurkan keanekaragaman hayati dan kesehatan ekosistem tetapi juga memicu siklus kemiskinan yang terus berulang di Lombok Barat.

Tak hanya di Sekotong, ancaman lingkungan juga membayangi wilayah lain di Lombok Barat, seperti di Kecamatan Gerung, tempat Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Kebon Kongok mengalami kelebihan kapasitas. Gunung sampah yang semakin menggunung di lokasi ini menimbulkan masalah serius bagi kesehatan dan kualitas hidup masyarakat sekitar, terutama di Desa Suka Makmur.

Sayangnya, Dinas Lingkungan Hidup (DLH) tampak kewalahan dalam menangani volume sampah yang terus meningkat. Hingga kini, solusi pengolahan sampah yang efektif belum tersedia, dan DLH seolah terjebak dalam siklus rutin pengangkutan dan pembuangan tanpa strategi pengelolaan yang berkelanjutan. Potensi ekonomi berbasis pengolahan sampah untuk masyarakat sekitar pun belum dioptimalkan, membuat masalah ini menjadi potret kelalaian dalam mengintegrasikan keberlanjutan dalam tata kelola lingkungan.

Pilkada 2024 dan Tantangan Kepemimpinan Berkelanjutan

Di tengah situasi kritis ini, Lombok Barat akan melangsungkan Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) yang diharapkan mampu melahirkan pemimpin dengan visi keberlanjutan lingkungan. Setiap calon pemimpin harus menanggapi isu lingkungan secara serius, mengingat dampaknya yang langsung pada kualitas hidup masyarakat. Isu ini bukan sekadar retorika, tetapi tuntutan nyata dari masyarakat yang semakin sadar akan pentingnya keberlanjutan. Pertanyaannya, siapakah pasangan calon yang layak mendapat kepercayaan mengatasi masalah yang kompleks ini?

Pasangan Naufar Furqony Farinduan dan Khairatun dengan slogan "Lombok Barat Juara" fokus pada isu ekonomi, pendidikan, dan kesehatan. Namun, fokus mereka yang besar pada sektor lain tampak mengesampingkan isu lingkungan, sesuatu yang sangat esensial bagi Lombok Barat saat ini. Kendati Farin berasal dari Kecamatan Gerung yang menghadapi krisis sampah, belum ada indikasi bahwa program mereka memberikan perhatian khusus terhadap pelestarian lingkungan, khususnya dalam menangani tambang ilegal atau pengelolaan sampah. Dengan porsi isu lingkungan yang masih samar dalam visi mereka, mereka berisiko kehilangan dukungan dari pemilih yang ingin pemimpin yang berani menanggapi isu lingkungan secara konkret.

Pasangan calon Nurhidayah dan Imam Kafali, yang mengusung tema "Jalan Baru", memfokuskan visi mereka pada upaya pengentasan kemiskinan, peningkatan lapangan pekerjaan, dan penurunan angka putus sekolah. Namun, perhatian terhadap aspek lingkungan tampaknya masih kurang. Menjadi tantangan bagi pasangan ini untuk memperkuat kredibilitas mereka sebagai calon yang peduli lingkungan, apalagi mengingat rekam jejak mereka sebagai anggota dewan yang memiliki akses untuk berkontribusi pada kebijakan lingkungan. Tanpa upaya nyata terhadap pelestarian alam, visi mereka mungkin kurang relevan bagi masyarakat yang makin khawatir akan kondisi lingkungan di wilayah ini.

Sementara itu, pasangan Hj. Sumiatun dan Ibnu Salim dengan slogan "Manis" perlu menambah bobot perhatian mereka terhadap lingkungan. Berasal dari Kecamatan Sekotong, seharusnya pasangan ini memiliki kepekaan yang lebih terhadap kerusakan yang diakibatkan tambang ilegal yang mengancam masa depan lingkungan di sana. Integrasi program lingkungan ke dalam visi mereka dapat menjadi nilai tambah, mengingat dampak tambang ilegal tidak hanya terbatas pada lingkungan fisik, tetapi juga kesehatan dan mata pencaharian masyarakat. Mengabaikan isu ini berarti mengabaikan suara masyarakat Sekotong yang semakin mendambakan kebijakan yang melindungi lingkungan.

Pasangan calon Lalu Ahmad Zaini dan Nurul Adha dengan visi "Sejahtera dari Desa" memiliki peluang besar memanfaatkan modal pengalaman Lalu Ahmad Zaini sebagai mantan direktur PTAM Giri Menang, khususnya dalam mengelola sumber daya air. Dalam konteks lingkungan, pengalaman ini bisa menjadi pijakan kuat bagi mereka dalam mengimplementasikan kebijakan yang berfokus pada keberlanjutan alam dan kesejahteraan sosial. Jika pasangan ini dapat menunjukkan program-program konkret yang mampu menjawab krisis lingkungan Lombok Barat, mereka mungkin lebih dekat dengan kepercayaan masyarakat yang menginginkan pemimpin yang berkomitmen pada isu keberlanjutan.

Dampak Ekologis yang Mencerminkan Tuntutan Keberlanjutan

Keberlanjutan tidak hanya terkait dengan pengelolaan lingkungan tetapi juga erat kaitannya dengan kemakmuran ekonomi yang merata. Kerusakan lingkungan di Lombok Barat bukan hanya tentang alam yang rusak, tetapi juga masyarakat yang menanggung beban akibatnya. Akumulasi kerugian ekologis ini berdampak langsung pada mata pencaharian yang bergantung pada sumber daya alam, mengurangi kesehatan masyarakat, dan meningkatkan risiko bencana alam seperti longsor atau banjir. Dalam konteks ini, setiap calon pemimpin harus menjelaskan strategi spesifik yang akan diterapkan, bukan hanya slogan atau janji-janji yang samar.

Pengelolaan sampah di TPA Kebon Kongok misalnya, menjadi sorotan utama. Dengan kapasitas yang semakin terbatas, dibutuhkan pendekatan inovatif dalam mengurangi, mendaur ulang, atau bahkan memanfaatkan sampah sebagai sumber daya. Desa Suka Makmur, yang berbatasan langsung dengan TPA, dapat menjadi contoh pengembangan model ekonomi sirkular berbasis pengolahan sampah yang dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat sekaligus menanggulangi masalah lingkungan. Pasangan calon yang mampu memaparkan solusi nyata terhadap pengelolaan sampah memiliki potensi besar memenangkan hati masyarakat yang menuntut perubahan.

Pilkada Hijau: Harapan Masa Depan Lombok Barat

Pilkada Lombok Barat harus menjadi ajang menegaskan bahwa keberlanjutan adalah komponen integral dari setiap visi pembangunan. Setiap calon pemimpin diharapkan menyampaikan rencana aksi yang komprehensif guna menanggulangi kerusakan lingkungan, meningkatkan kualitas hidup masyarakat, dan membangun kesadaran akan pentingnya pelestarian alam. Komitmen ini sejalan dengan pencapaian tujuan-tujuan Sustainable Development Goals (SDGs), yang tidak hanya ditargetkan untuk masa kini tetapi juga generasi mendatang.

Peran masyarakat dalam menentukan pemimpin yang peduli lingkungan sangat penting dalam mewujudkan Lombok Barat yang lebih baik. Para pendamping desa juga dapat mengambil bagian dengan mengedukasi masyarakat mengenai pentingnya pengelolaan sumber daya alam yang berkelanjutan. Mereka bisa memfasilitasi program-program berbasis masyarakat yang berorientasi pada keberlanjutan, mulai dari pelatihan pengelolaan sampah hingga upaya rehabilitasi ekosistem yang rusak.

Dengan pilihan pemimpin yang tepat pada Pilkada mendatang, Lombok Barat berpeluang membalikkan krisis lingkungan yang dihadapinya saat ini. Pilkada Hijau, sebagai pendekatan berkelanjutan dalam pemilihan pemimpin, harus menjadi tolok ukur untuk menilai siapa yang benar-benar peduli pada masa depan lingkungan. Pemimpin yang memahami pentingnya keberlanjutan bukan hanya kunci bagi masyarakat Lombok Barat saat ini, tetapi juga bagi generasi yang akan datang.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Analisis Selengkapnya
Lihat Analisis Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun