Mohon tunggu...
Beryn Imtihan
Beryn Imtihan Mohon Tunggu... Konsultan - Penikmat Kopi

Saat ini mengabdi pada desa. Kopi satu-satunya hal yang selalu menarik perhatiannya...

Selanjutnya

Tutup

Analisis Artikel Utama

Lombok Barat Darurat, Paslon Nihil Visi Lingkungan

26 Oktober 2024   16:27 Diperbarui: 29 Oktober 2024   10:29 198
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Lombok Barat, dengan kekayaan alam yang melimpah, kini berada di ambang darurat lingkungan. Wilayah ini, terutama Kecamatan Sekotong, menghadapi dampak serius akibat aktivitas tambang emas ilegal yang telah mengubah lanskap alami menjadi pemandangan mengerikan. Bukit-bukit hijau kini rusak oleh alat berat yang beroperasi tanpa henti, mencemari tanah dan sumber air dengan merkuri yang digunakan tanpa kendali.

Ironisnya, harapan kemakmuran yang mengiringi maraknya tambang emas ini nyatanya belum berkontribusi banyak pada kesejahteraan masyarakat. Data dari Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan bahwa kemiskinan masih tetap tinggi di Sekotong, mencerminkan bahwa keuntungan tambang ini lebih banyak dinikmati oleh segelintir orang, sementara mayoritas masyarakat tetap terjebak dalam kondisi sulit. 

Kerusakan lingkungan yang terjadi akibat tambang emas ilegal ini tidak hanya menghancurkan keanekaragaman hayati dan kesehatan ekosistem tetapi juga memicu siklus kemiskinan yang terus berulang di Lombok Barat.

Tak hanya di Sekotong, ancaman lingkungan juga membayangi wilayah lain di Lombok Barat, seperti di Kecamatan Gerung, tempat Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Kebon Kongok mengalami kelebihan kapasitas. Gunung sampah yang semakin menggunung di lokasi ini menimbulkan masalah serius bagi kesehatan dan kualitas hidup masyarakat sekitar, terutama di Desa Suka Makmur.

Sayangnya, Dinas Lingkungan Hidup (DLH) tampak kewalahan dalam menangani volume sampah yang terus meningkat. Hingga kini, solusi pengolahan sampah yang efektif belum tersedia, dan DLH seolah terjebak dalam siklus rutin pengangkutan dan pembuangan tanpa strategi pengelolaan yang berkelanjutan. 

Potensi ekonomi berbasis pengolahan sampah untuk masyarakat sekitar pun belum dioptimalkan, membuat masalah ini menjadi potret kelalaian dalam mengintegrasikan keberlanjutan dalam tata kelola lingkungan.

Empat kandidat paslon di Pilkada Lobar (sumber: Suara NTB/ist)
Empat kandidat paslon di Pilkada Lobar (sumber: Suara NTB/ist)

Pilkada 2024 dan Tantangan Kepemimpinan Berkelanjutan

Di tengah situasi kritis ini, Lombok Barat akan melangsungkan Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) yang diharapkan mampu melahirkan pemimpin dengan visi keberlanjutan lingkungan. 

Setiap calon pemimpin harus menanggapi isu lingkungan secara serius, mengingat dampaknya yang langsung pada kualitas hidup masyarakat. Isu ini bukan sekadar retorika, tetapi tuntutan nyata dari masyarakat yang semakin sadar akan pentingnya keberlanjutan. Pertanyaannya, siapakah pasangan calon yang layak mendapat kepercayaan mengatasi masalah yang kompleks ini?

Pasangan Naufar Furqony Farinduan dan Khairatun dengan slogan "Lombok Barat Juara" fokus pada isu ekonomi, pendidikan, dan kesehatan. Namun, fokus mereka yang besar pada sektor lain tampak mengesampingkan isu lingkungan, sesuatu yang sangat esensial bagi Lombok Barat saat ini. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Analisis Selengkapnya
Lihat Analisis Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun