Mohon tunggu...
Beryn Imtihan
Beryn Imtihan Mohon Tunggu... Konsultan - Penikmat Kopi

Saat ini mengabdi pada desa. Kopi satu-satunya hal yang selalu menarik perhatiannya...

Selanjutnya

Tutup

Inovasi Pilihan

SDGs itu Bukan Beban tapi Peluang Menjaga Amanah

25 Oktober 2024   10:36 Diperbarui: 25 Oktober 2024   11:04 147
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Dalam setiap khutbah Jumat maupun pengajian yang kita hadiri, sering kali kita dengar bahwa dunia ini hanyalah tempat sementara, persinggahan sejenak sebelum kita menuju akhirat. Sebagai seorang Muslim, pemahaman ini tentu menjadi salah satu ajaran dasar yang kerap diulang-ulang oleh para ulama. Namun, sayangnya, di balik ajaran ini, terselip sebuah pemahaman yang bisa berujung salah jika tidak dipahami secara utuh---yaitu bahwa dunia tak layak dicintai. 

Banyak yang berpikir bahwa karena dunia hanya sementara, maka tidak perlu terlalu peduli dengan keberlangsungan hidup di bumi ini. Pemikiran seperti ini kerap kali berujung pada perilaku yang abai terhadap lingkungan. Padahal, mencintai dunia (hubbul dunya) dan memperlakukan bumi dengan baik adalah salah satu bentuk tanggung jawab sebagai manusia dan hamba Allah yang harus dijalankan dengan penuh kesadaran.

Meminjam status facebook Rasinah Abdul  Igit hari ini---

"Sebanyak apapun kita melakukan salat istisqo' untuk memohon hujan, jika cara kita memperlakukan bumi tetap tidak baik, panas akan semakin panas." (25/10/2024).

Tentu fenomena ini tak bisa dipungkiri, khususnya di tengah perubahan iklim yang semakin nyata. 

Banyak orang merasa taat dalam menjalankan syariat, seperti rajin salat dan mengaji, tetapi justru mengabaikan lingkungan sekitarnya. Got di depan rumah mereka mampet, tak pernah dibersihkan. Sampah plastik dibuang sembarangan, pepohonan ditebang tanpa pertimbangan, dan penggunaan listrik berlebihan menjadi kebiasaan sehari-hari. Semua ini terjadi karena pemahaman bahwa dunia hanya sementara membuat mereka tidak menghargai kehidupan dan alam yang ada saat ini.

Padahal, ada perbedaan mendasar antara "bumi" dan "dunia" dalam ajaran agama. Bumi adalah tempat fisik yang kita tinggali, planet yang memberikan kita oksigen untuk bernafas, air untuk minum, serta makanan untuk bertahan hidup. Sementara itu, dunia yang sering kali dipahami secara negatif dalam konteks spiritual adalah segala hal yang dapat membuat kita lalai dari tujuan utama kita sebagai hamba Allah, yaitu meraih keridhaan-Nya. 

Dunia yang dimaksud sebagai tempat sementara bukanlah bumi sebagai planet, melainkan kehidupan materialistis yang penuh godaan.

Sayangnya, banyak yang gagal membedakan antara cinta dunia yang berlebihan dengan cinta bumi sebagai tempat tinggal yang harus dijaga dan dilestarikan.

Dalam Islam, kita diperintahkan untuk menjadi khalifah di bumi. Perintah ini bukan hanya sekadar simbol, melainkan tanggung jawab yang besar menjaga keseimbangan alam dan memakmurkan bumi. Cinta terhadap bumi tidak bertentangan dengan ajaran agama.

Bahkan, dalam sebuah hadis, Rasulullah SAW menyampaikan, "Jika Kiamat terjadi dan di tangan salah seorang dari kalian ada tunas kurma, maka jika ia mampu menanamnya sebelum Kiamat tiba, hendaklah ia menanamnya." (HR Ahmad). Hadis ini mengajarkan bahwa meskipun kita tahu dunia ini sementara dan Kiamat bisa datang kapan saja, kita tetap diwajibkan untuk menjaga bumi, bahkan hingga detik-detik terakhir.

Keengganan untuk mencintai dunia secara benar sering kali juga terlihat dalam konteks pembangunan desa, khususnya dalam penerapan Tujuan Pembangunan Berkelanjutan Desa (SDGs Desa). Banyak desa dan para pendamping desa yang menganggap program SDGs Desa sebagai sesuatu yang tidak relevan atau bahkan bertentangan dengan pandangan mereka tentang dunia yang sementara. 

Mereka merasa bahwa fokus pada pembangunan berkelanjutan hanya menghabiskan waktu dan tenaga untuk sesuatu yang tidak esensial dalam pandangan agama. Padahal, jika ditelaah lebih dalam, program SDGs Desa justru sejalan dengan nilai-nilai Islam tentang menjaga lingkungan, kesejahteraan sosial, dan ekonomi yang berkeadilan.

Gerakan penanaman pohon Provinsi NTB, dalam rangka Hari Desa Asri Nusantara (sumber: dokpri) 
Gerakan penanaman pohon Provinsi NTB, dalam rangka Hari Desa Asri Nusantara (sumber: dokpri) 

SDGs Desa, yang bertujuan untuk mencapai kesejahteraan desa secara berkelanjutan, tidak hanya berbicara tentang pembangunan fisik semata, tetapi juga tentang bagaimana desa-desa di Indonesia dapat berkontribusi terhadap pelestarian lingkungan, pengurangan kemiskinan, serta peningkatan kualitas hidup masyarakat desa secara holistik.

Salah satu tujuan SDGs Desa yang paling relevan adalah "pengelolaan sumber daya alam secara berkelanjutan." Hal ini sejalan dengan perintah Allah untuk menjaga alam dan tidak berbuat kerusakan di atas bumi, seperti yang disebutkan dalam Al-Qur'an: "Dan janganlah kamu berbuat kerusakan di muka bumi sesudah (Allah) memperbaikinya..." (QS Al-A'raf: 56).

Sayangnya, banyak pendamping desa yang merasa bahwa fokus pada SDGs Desa tidak penting karena pandangan bahwa dunia ini hanya sementara. Mereka terobsesi dengan kehidupan setelah mati, tanpa menyadari bahwa kehidupan di dunia ini juga penting untuk dijaga. Padahal, Islam tidak mengajarkan meninggalkan dunia sepenuhnya. 

Islam mengajarkan keseimbangan antara kehidupan dunia dan akhirat. Sebagaimana firman Allah dalam Al-Qur'an, "Carilah pada apa yang telah dianugerahkan Allah kepadamu (kebahagiaan) negeri akhirat, dan janganlah kamu melupakan kebahagiaanmu dari (kenikmatan) duniawi..." (QS Al-Qasas: 77).

Mencintai bumi berarti menghargai kehidupan, menjaga alam, dan memastikan bahwa generasi mendatang juga dapat menikmati segala nikmat yang ada di bumi ini. Cinta dunia yang berlebihan adalah ketika kita terjebak dalam materialisme, rakus, dan hanya memikirkan kepentingan pribadi tanpa memikirkan dampaknya terhadap orang lain maupun lingkungan. 

Namun, cinta bumi adalah bagian dari amanah kita sebagai manusia untuk merawat dan memakmurkan ciptaan Allah.

Kita perlu membangun kesadaran bahwa mencintai bumi dengan segala isinya adalah salah satu cara untuk meraih keberkahan hidup. Ketika kita menjaga bumi, bumi pun akan menjaga kita. Ketika kita merawat lingkungan, udara yang kita hirup menjadi lebih bersih, air yang kita minum menjadi lebih jernih, dan tanah yang kita tanami menjadi lebih subur. Hal-hal inilah yang akan memberikan kita keberkahan, baik di dunia maupun di akhirat.

Oleh karena itu, penting bagi kita untuk mulai mengubah paradigma kita tentang dunia dan bumi. Hubbul dunya, atau mencintai dunia, dalam konteks mencintai bumi dan kehidupan, bukanlah sesuatu yang negatif. Justru, dengan mencintai dunia secara bijak, kita dapat menjaga keberlanjutan hidup dan meraih ridha Allah. Sebaliknya, mengabaikan bumi dan lingkungan hanya akan mendatangkan kerusakan yang akan merugikan kita sendiri, baik di dunia maupun di akhirat.

Untuk itu, marilah kita mulai dari hal-hal kecil di sekitar kita. Kurangi penggunaan plastik, hemat listrik, tanam pohon, dan jaga kebersihan lingkungan. Di desa-desa, penerapan program SDGs Desa seharusnya tidak dilihat sebagai beban, tetapi sebagai peluang untuk menjaga amanah kita sebagai khalifah di bumi. Dengan mencintai dunia ini sepenuh hati dan menjaga bumi dengan baik, kita akan mendapatkan keberkahan hidup yang sejati, tidak hanya di dunia, tetapi juga di akhirat.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Inovasi Selengkapnya
Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun