Mohon tunggu...
Beryn Imtihan
Beryn Imtihan Mohon Tunggu... Konsultan - Penikmat Kopi

Beryn, lahir di Pulau Seribu Masjid, saat ini mengabdi pada desa sebagai TPP BPSDM Kementerian Desa dengan posisi sebagai TAPM Kabupaten. Sebelumnya, ia aktif mengajar di beberapa perguruan tinggi. Beryn memiliki minat pada isu sosial, budaya, dan filsafat Islam. Saat kuliah, Beryn pernah mencoba berbagai aktivitas umumnya seperti berorganisasi, bermain musik, hingga mendaki gunung, meskipun begitu satu-satunya hal yang selalu menarik perhatiannya adalah menikmati secangkir kopi.

Selanjutnya

Tutup

Inovasi Pilihan

SDGs itu Bukan Beban tapi Peluang Menjaga Amanah

25 Oktober 2024   10:36 Diperbarui: 25 Oktober 2024   11:04 101
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gerakan penanaman pohon Provinsi NTB, dalam rangka Hari Desa Asri Nusantara (sumber: dokpri) 

Dalam setiap khutbah Jumat maupun pengajian yang kita hadiri, sering kali kita dengar bahwa dunia ini hanyalah tempat sementara, persinggahan sejenak sebelum kita menuju akhirat. Sebagai seorang Muslim, pemahaman ini tentu menjadi salah satu ajaran dasar yang kerap diulang-ulang oleh para ulama. Namun, sayangnya, di balik ajaran ini, terselip sebuah pemahaman yang bisa berujung salah jika tidak dipahami secara utuh---yaitu bahwa dunia tak layak dicintai. 

Banyak yang berpikir bahwa karena dunia hanya sementara, maka tidak perlu terlalu peduli dengan keberlangsungan hidup di bumi ini. Pemikiran seperti ini kerap kali berujung pada perilaku yang abai terhadap lingkungan. Padahal, mencintai dunia (hubbul dunya) dan memperlakukan bumi dengan baik adalah salah satu bentuk tanggung jawab sebagai manusia dan hamba Allah yang harus dijalankan dengan penuh kesadaran.

Meminjam status facebook Rasinah Abdul  Igit hari ini---

"Sebanyak apapun kita melakukan salat istisqo' untuk memohon hujan, jika cara kita memperlakukan bumi tetap tidak baik, panas akan semakin panas." (25/10/2024).

Tentu fenomena ini tak bisa dipungkiri, khususnya di tengah perubahan iklim yang semakin nyata. 

Banyak orang merasa taat dalam menjalankan syariat, seperti rajin salat dan mengaji, tetapi justru mengabaikan lingkungan sekitarnya. Got di depan rumah mereka mampet, tak pernah dibersihkan. Sampah plastik dibuang sembarangan, pepohonan ditebang tanpa pertimbangan, dan penggunaan listrik berlebihan menjadi kebiasaan sehari-hari. Semua ini terjadi karena pemahaman bahwa dunia hanya sementara membuat mereka tidak menghargai kehidupan dan alam yang ada saat ini.

Padahal, ada perbedaan mendasar antara "bumi" dan "dunia" dalam ajaran agama. Bumi adalah tempat fisik yang kita tinggali, planet yang memberikan kita oksigen untuk bernafas, air untuk minum, serta makanan untuk bertahan hidup. Sementara itu, dunia yang sering kali dipahami secara negatif dalam konteks spiritual adalah segala hal yang dapat membuat kita lalai dari tujuan utama kita sebagai hamba Allah, yaitu meraih keridhaan-Nya. 

Dunia yang dimaksud sebagai tempat sementara bukanlah bumi sebagai planet, melainkan kehidupan materialistis yang penuh godaan.

Sayangnya, banyak yang gagal membedakan antara cinta dunia yang berlebihan dengan cinta bumi sebagai tempat tinggal yang harus dijaga dan dilestarikan.

Dalam Islam, kita diperintahkan untuk menjadi khalifah di bumi. Perintah ini bukan hanya sekadar simbol, melainkan tanggung jawab yang besar menjaga keseimbangan alam dan memakmurkan bumi. Cinta terhadap bumi tidak bertentangan dengan ajaran agama.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Inovasi Selengkapnya
Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun