-----Sebelumnya | Cahaya di Lingkar Kabut | Bagian 1 | Bagian 2 | Bagian 3
Hendra memutuskan untuk menemui atasannya di kabupaten dan menjelaskan situasi sebenarnya. Ia berharap setidaknya di tingkat kabupaten, ada orang-orang yang masih percaya pada integritasnya. Namun, begitu ia memasuki sekretariat TA Kabupaten, suasana yang menyambutnya terasa dingin. Orang-orang yang biasa menyapanya dengan senyum ramah kini memalingkan wajah atau hanya memberi anggukan dingin.
Saat ia duduk di depan atasannya, suasana semakin berat. Hendra mencoba menjelaskan bahwa semua tuduhan itu adalah rekayasa, namun respons yang ia dapatkan hanyalah kebisuan. Mata atasannya tampak sayu, seolah sudah terpengaruh oleh narasi yang beredar.
“Hendra, ini kasus serius,” ujar atasannya pelan. “Saya telah melihat video itu, dan banyak pihak yang kini mempertanyakan kredibilitasmu. Saya pribadi ingin percaya bahwa kamu tak bersalah, tapi... bukti-bukti ini sangat sulit untuk diabaikan.”
“Pak, itu semua bohong. Rekaman itu jelas-jelas direkayasa,” kata Hendra tegas, meski di dalam hatinya ia tahu bahwa kata-katanya mungkin tak cukup kuat untuk melawan semua fitnah ini.
Atasannya menghela napas panjang, seolah-olah sedang mempertimbangkan sesuatu. “Kami akan melakukan penyelidikan lebih lanjut. Namun, saya harap kamu siap dengan segala kemungkinan yang bisa terjadi. Saya akan melakukan yang terbaik untuk memastikan penyelidikan ini berjalan adil.”
Hendra mengangguk, meski dalam hatinya ia merasa semakin terpuruk. Ia tahu bahwa keadilan dalam sistem ini bukanlah hal yang mudah diraih, apalagi jika dihadapkan pada kekuasaan gelap yang dijalankan oleh Arman dan para sekongkolnya.
-----
Ketika Hendra keluar dari sekretariat TA Kabupaten, langkahnya terasa berat. Di kejauhan, Arman berdiri di depan sebuah warung kopi bersama beberapa perangkat desa dan oknum polisi. Mereka tertawa pelan, seolah menikmati penderitaan Hendra dari kejauhan. Tatapan Arman penuh kebencian dan kemenangan.
“Permainan baru saja dimulai,” gumam Arman dengan senyum sinis di wajahnya. “Lihat saja, Hendra. Kau tak akan bisa lepas dari ini.”