Pada suatu sore yang tenang, setelah saya menyelesaikan tugas memfasilitasi musyawarah antar desa, sepulangnya saya singgah di sebuah mushalla kecil di Dusun Bentek, Desa Menggala, guna menunaikan shalat Ashar. Mushalla itu sederhana, namun penuh kedamaian, dengan suasana alam sekitar yang hijau dan menenangkan hati. Setelah shalat berjamaah, terdengar lantunan dzikir yang begitu indah dari imam.
Suaranya menggema, penuh kekhusyukan dan kelembutan, seolah membelai hati siapa saja yang mendengarkannya. Saya, yang saat itu tengah khusyuk dalam doa, merasa tertarik untuk menyimak lebih dalam setiap lafadz yang diucapkannya.
Selesai shalat, saya duduk sejenak, meresapi lantunan dzikir yang masih bergaung di mushalla kecil itu. Semakin saya dengarkan, semakin jelas bahwa dzikir tersebut bukanlah dzikir yang umum saya dengar di tempat lain. Lantunan itu terasa istimewa, menenangkan jiwa, dan membawa kedamaian yang sulit diungkapkan dengan kata-kata. Mendengarkan dengan lebih cermat, saya mengenali bahwa dzikir tersebut berasal dari kitab Adzkarul Mu’minin, sebuah karya terkenal dari TGH. Musthafa Umar Abdul Aziz, yang tidak asing lagi di telinga saya. Rasa penasaran pun muncul, membuat saya ingin tahu lebih banyak tentang bagaimana dzikir ini begitu menyentuh hati.
Setelah doa bersama selesai, saya pun mendekati imam, seorang bapak tua yang terlihat sangat sederhana namun penuh dengan aura keikhlasan. Dengan penuh keingintahuan, saya bertanya kepadanya, “Pak, apakah doa yang tadi bapak baca berasal dari Adzkarul Mu’minin?” Ia tersenyum ramah, seakan sudah memahami rasa penasaran saya. “Betul sekali,” jawabnya, “ini adalah wirid dari kitab tersebut. Saya sudah mengamalkannya selama bertahun-tahun, dan hidup saya penuh dengan ketenangan berkat dzikir ini.” Jawaban singkat itu seolah membuka sebuah pintu bagi saya, pintu menuju perjalanan panjang untuk mengeksplorasi pengaruh dzikir dari kitab Adzkarul Mu’minin di tengah-tengah masyarakat Lombok.
Perjalanan tugas sebagai Pendamping Desa sering kali membawa saya ke berbagai wilayah di Lombok. Setiap desa, setiap dusun yang saya kunjungi, memiliki kekhasan tersendiri. Namun, satu hal yang semakin kerap saya temui adalah lantunan dzikir dari Adzkarul Mu’minin yang tak jarang dipraktikkan oleh para imam. Dari mushalla kecil di desa terpencil hingga masjid besar di pusat kota, dzikir ini menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari kehidupan beragama masyarakat, membuat saya makin tertarik memahami lebih dalam tentang bagaimana dzikir ini memberikan dampak dan pengaruh dalam kehidupan spiritual mereka.
Di setiap tempat yang saya singgahi, saya mencoba bertanya kepada orang-orang yang saya temui. Mereka menceritakan kisah yang hampir serupa; bahwa wirid dari kitab Adzkarul Mu’minin membawa ketenangan, perlindungan, dan keberkahan dalam hidup mereka. Ada yang menceritakan bagaimana dzikir ini membantu mereka melewati masa-masa sulit, seperti ketika menghadapi masalah kesehatan atau kesulitan ekonomi. Ada pula yang berbagi pengalaman tentang bagaimana dzikir ini mendatangkan kedamaian dalam keluarga dan menjauhkan mereka dari perselisihan.
Saya juga bertemu dengan seorang kepala dusun yang bercerita bahwa setiap malam, setelah menyelesaikan tugas-tugasnya, ia selalu meluangkan waktu untuk membaca dzikir dari kitab Adzkarul Mu’minin. Menurutnya, dzikir ini membuatnya merasa lebih tenang dan fokus dalam memimpin dusun. "Berkat dzikir ini, saya selalu diberikan ketenangan dalam mengambil keputusan, terutama saat menghadapi masalah-masalah yang rumit di desa,” ungkapnya dengan senyum penuh keyakinan. Pengalamannya membuat saya semakin yakin bahwa dzikir ini telah menjadi bagian penting dalam kehidupan masyarakat di berbagai lapisan.
Selain itu, saya juga sempat berbincang dengan seorang ibu rumah tangga di Desa Aikmel. Ia menceritakan bahwa setiap kali keluarganya menghadapi masalah, baik masalah kesehatan maupun ekonomi, ia selalu mengamalkan wirid ini dengan penuh keyakinan. "Alhamdulillah, setiap kali saya membaca dzikir ini, saya merasa lebih tenang dan kuat menghadapi cobaan. Rezeki pun datang dari arah yang tidak terduga," kisahnya dengan penuh rasa syukur.
Dari pertemuan-pertemuan ini, saya mulai menyadari bahwa kitab Adzkarul Mu’minin bukan hanya sekadar buku wirid dan doa sehari-hari, melainkan juga menjadi sumber kekuatan spiritual yang menguatkan iman masyarakat. Mereka yang mengamalkannya merasakan keberkahan yang nyata, baik dalam kehidupan sehari-hari maupun dalam menghadapi berbagai ujian hidup. Bagi saya, ini adalah sesuatu yang luar biasa, melihat bagaimana dzikir dari kitab ini mampu membawa perubahan positif dalam hidup banyak orang. | Adzkarul Mukminin Wirid Pembuka Rezeki
Perjalanan ini membawa saya untuk mengeksplorasi lebih jauh pengaruh Adzkarul Mu’minin di berbagai desa di Lombok. Dari kisah-kisah yang saya dengar, saya menyadari bahwa dzikir ini telah menjadi bagian dari warisan spiritual yang diturunkan oleh TGH. Musthafa Umar Abdul Aziz kepada masyarakat Lombok. Warisan ini tidak hanya hadir dalam bentuk teks, tetapi juga dalam bentuk ketenangan batin yang dirasakan oleh mereka yang mengamalkannya.
Tulisan ini hanyalah pengantar dari kisah-kisah inspiratif mengenai keberkahan wirid Adzkarul Mu’minin. Dari imam di mushalla kecil hingga kepala dusun dan ibu rumah tangga, masing-masing memiliki cerita unik tentang bagaimana dzikir ini telah mengubah hidup mereka. Perjalanan ini telah membuka mata saya tentang betapa besar pengaruh spiritual yang dimiliki oleh sebuah wirid yang diamalkan dengan keikhlasan dan keyakinan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H