(Semestinya) Sikap Politik Alumni dan Jamaah Al-Aziziyah dalam Pilkada
Mengambil pelajaran dari sikap politik TGH. Musthofa Umar, alumni dan jamaah Al-Aziziyah perlu bijak dalam menghadapi Pilkada. Pertama, Aboye selalu memprioritaskan kemaslahatan umat dalam setiap langkah hidupnya, baik dalam pendidikan, dakwah, maupun dukungan politik. Bagi beliau, memilih pemimpin bukan hanya soal pragmatisme atau keuntungan pribadi, tetapi tentang siapa yang benar-benar peduli pada kesejahteraan umat.Â
Kemaslahatan umat mencakup kesejahteraan sosial, pendidikan, dan keadilan. Karenanya, alumni dan jamaah diharapkan cerdas memilih pemimpin yang memiliki visi sejalan dengan kepentingan umat Islam, terutama dalam meningkatkan pendidikan agama dan kesejahteraan masyarakat.
Pemimpin yang diharapkan bukan hanya pandai berbicara, tetapi juga memiliki rekam jejak nyata dalam mengayomi semua lapisan masyarakat, termasuk pesantren dan lembaga pendidikan Islam.
Aboye mengajarkan bahwa pesantren adalah benteng moral umat, sehingga pemimpin mesti bersinergi dengan lembaga pendidikan Islam guna memperkuat perannya. Alumni dan jamaah Al-Aziziyah diharapkan memilih pemimpin yang membawa kebijakan inklusif, adil, dan berpihak pada semua golongan, terutama santri dan masyarakat ekonomi lemah.
Selain mempertimbangkan kemaslahatan umat, alumni dan jamaah Al-Aziziyah mesti memperhatikan integritas calon pemimpin. Pemimpin yang ideal adalah sosok yang bersih dari praktik korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN), baik secara pribadi maupun dalam lingkungan keluarganya. Selain calon pemimpin yang akan dipilih memiliki rekam jejak akhlak yang mulia, jauh dari tindakan kekerasan atau premanisme, dan mampu menjaga sikap santun serta bermartabat.Â
Alumni dan jamaah Al-Aziziyah harus memastikan bahwa calon yang dipilih jujur, bertanggung jawab, dan berkomitmen membela kepentingan umat. Pemimpin yang memiliki integritas dan akhlak tinggi akan membawa perubahan positif yang berkelanjutan, serta memastikan kesejahteraan masyarakat dan kemajuan umat Islam.
Kedua, independensi politik. TGH. Musthofa  mengajarkan pentingnya menjaga independensi dalam sikap politik. Meskipun beliau mengakui politik sebagai alat untuk mencapai kemaslahatan umat, beliau menekankan bahwa politik bukan tujuan utama.Â
Beliau menghindari keterlibatan dalam politik praktis yang bisa mengganggu fokus pada pendidikan dan dakwah, serta menjaga independensi pesantren. Alumni dan jamaah Al-Aziziyah diharapkan meneruskan sikap ini dengan menjaga jarak dari kepentingan politik yang pragmatis.
Dalam dunia politik yang penuh tekanan, penting bagi alumni dan jamaah untuk mengutamakan stabilitas pesantren dan masyarakat daripada keterlibatan politik jangka pendek. Aboye mengajarkan bahwa politik hanyalah alat mencapai kemaslahatan umat, bukan tujuan akhir. Memilih pemimpin mesti berdasarkan pertimbangan rasional, bukan karena godaan materi atau tekanan luar.Â
Alumni yang memahami ajaran Aboye akan melihat politik sebagai sarana kesejahteraan, bukan untuk keuntungan pribadi. Dengan sikap mandiri, alumni dan jamaah menjadi teladan bagi masyarakat dalam memilih pemimpin yang berpihak pada kemaslahatan umat tanpa terikat afiliasi politik.
Ketiga, dukungan berdasarkan kebijakan yang realistis. TGH. Musthofa mendukung salah satu calon sebagai gubernur NTB pada tahun 1998 dengan pertimbangan matang. Beliau tidak sembarangan memberikan dukungan, melainkan memilih pemimpin yang menawarkan kebijakan realistis dan aplikatif yang memberikan manfaat nyata, khususnya bagi pesantren dan umat Islam.
Alumni dan jamaah Al-Aziziyah sebaiknya mencontoh sikap yang rasional dalam menghadapi dinamika politik, terutama saat pemilihan pemimpin. Dukungan terhadap kandidat mesti didasarkan pada kebijakan yang jelas dan realistis, bukan janji kampanye bombastis yang sulit direalisasikan.Â
Alumni dan jamaah perlu mengevaluasi program-program calon pemimpin, memastikan bahwa kebijakan tersebut relevan dengan kondisi masyarakat dan dapat dilaksanakan dengan sumber daya yang ada.
Selain itu, penting mempertimbangkan track record calon pemimpin dalam melaksanakan kebijakan sebelumnya.Â
Alumni dan jamaah mesti menghindari terjebak dalam janji politik yang berlebihan dan mendukung kandidat dengan rencana konkret yang sejalan dengan kepentingan masyarakat luas.Â
Dengan pendekatan ini, dukungan yang diberikan akan membawa manfaat nyata, sesuai dengan semangat Aboye dalam memilih pemimpin yang berorientasi pada kemaslahatan umat.
Keempat, menjaga persatuan umat. Alumni dan jamaah Al-Aziziyah mesti menempatkan diri sebagai penjaga persatuan umat, terutama di tengah dinamika politik yang sering kali memecah belah masyarakat. Seperti yang diajarkan Aboye, peran santri (dan alumni) tidak terbatas pada pendidikan agama dan dakwah, tetapi juga menjaga kesatuan umat, terutama ketika politik menjadi ajang persaingan yang menciptakan perpecahan.Â
Sikap moderat dan inklusif yang diwariskan oleh beliau menjadi kunci dalam menghadapi berbagai situasi politik yang ada. Alumni dan jamaah perlu mengedepankan dialog, komunikasi yang terbuka, serta menghindari fanatisme berlebihan terhadap satu kelompok atau partai politik yang menimbulkan konflik internal umat.
Alumni dan jamaah Al-Aziziyah mesti tetap fokus pada misi utama yang diwariskan oleh Aboye, yaitu pendidikan, dakwah, dan kesejahteraan umat. Dalam menjalankan peran politik, sebaiknya menghindari polarisasi yang merusak tatanan sosial, dan sebaliknya menjadi pelopor gerakan sosial yang meningkatkan kesejahteraan masyarakat.Â
Dengan memegang teguh ajaran ini, alumni dan jamaah memberikan kontribusi positif, baik untuk kemajuan umat Islam maupun untuk terciptanya harmoni dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.
Kelima, menghindari politik uang. Salah satu nilai penting yang diajarkan oleh TGH. Musthofa  adalah menjaga integritas dan menolak segala bentuk politik uang. Sebagai ulama yang dihormati, Aboye selalu memegang teguh prinsip bahwa segala bentuk kecurangan, termasuk politik transaksional, akan merusak moral dan etika.Â
Alumni dan jamaah Al-Aziziyah mesti meneladani sikap ini dengan tegas menolak keterlibatan dalam politik uang. Praktik politik uang tidak hanya mencederai proses demokrasi, tetapi juga menciptakan pemimpin yang tidak berkualitas dan hanya mementingkan kepentingan pribadi serta kelompok tertentu.Â
Karenanya, pemilihan pemimpin haruslah didasarkan pada integritas, visi yang jelas, dan kemampuan memajukan kesejahteraan masyarakat.
Alumni dan jamaah Al-Aziziyah sebagai penerus nilai-nilai yang ditanamkan oleh Aboye mesti menyadari bahaya besar yang ditimbulkan oleh politik uang. Politik transaksional menumbuhkan mentalitas pragmatis yang hanya memikirkan keuntungan jangka pendek tanpa mempertimbangkan dampak jangka panjang bagi masyarakat luas.Â
Alumni dan jamaah mesti menjadi teladan bagi lingkungan sekitar dengan menolak tawaran materi yang sering kali disodorkan oleh calon-calon pemimpin yang tidak memiliki visi yang baik. Dengan demikian, mereka membantu menjaga kemurnian proses demokrasi dan memastikan bahwa masyarakat memilih pemimpin yang berkualitas tanpa adanya intervensi uang.
Simpulan
Sikap politik TGH. Musthofa Umar Abdul Aziz menekankan pentingnya memprioritaskan kemaslahatan umat, dengan mempertimbangkan aspek keadilan, kesejahteraan, dan pendidikan dalam setiap keputusan politik. Beliau selalu menjaga independensi, menjauhkan diri dari politik praktis yang pragmatis, dan fokus pada dakwah serta pendidikan.Â
Dukungan politik yang beliau berikan selalu didasarkan pada kebijakan yang realistis, aplikatif, dan bermanfaat nyata bagi masyarakat luas, khususnya umat Islam. Alumni dan jamaah Al-Aziziyah diharapkan meneladani sikap beliau dengan bijak memilih pemimpin yang berkomitmen pada nilai-nilai tersebut, menjunjung tinggi integritas, serta berorientasi pada kepentingan jangka panjang umat dan pesantren.Â
Dengan demikian, peran alumni dan jamaah dalam politik dapat berkontribusi positif mewujudkan kebaikan bersama dan menjaga persatuan umat. Sikap TGH. Musthofa Umar Abdul Aziz yang hati-hati dan bijak dalam berpolitik tentu berakar dari doa yang selalu dipanjatkan oleh segenap civitas Al-Aziziyah dalam Adzkarul Mu'minim, khususnya kalimat "min kulli mihnatin, wa fitnatin, wa bu'tsin, wa dhair," yang berarti memohon perlindungan dari segala bentuk ujian, fitnah, konflik, dan kesulitan.Â
Doa ini menjadi landasan spiritual bagi TGH. Musthofa, para santri, alumni, dan jamaahnya untuk selalu berpikir jernih, menjaga kehati-hatian, serta menghindari konflik dan fitnah yang bisa merusak tatanan sosial dan agama. Dengan doa tersebut, beliau mengajarkan agar keputusan-keputusan, termasuk dalam dunia politik, senantiasa diambil dengan penuh kebijaksanaan demi kemaslahatan umat, bebas dari fitnah dan godaan duniawi yang dapat mengganggu tujuan mulia pendidikan dan dakwah.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H