Kemandirian dalam Berpolitik
Kemandirian TGH. Musthofa dalam berpolitik sangat terlihat ketika beliau secara konsisten menolak menerima kunjungan dari kalangan pejabat maupun politikus. Beliau juga menolak terlibat dalam kampanye politik, seperti yang terlihat pada tahun 1992 saat berlangsung kampanye salah satu partai terbesar waktu itu di lapangan Gunungsari.
Meski beberapa ulama dan tokoh agama lain hadir dalam acara tersebut, TGH. Musthofa justru menghilang dan tidak tampak di lapangan. Sikap ini menggambarkan komitmen beliau dalam menjaga pesantrennya tetap fokus pada pendidikan dan dakwah, tanpa terjebak dalam arus politik yang kerap memecah belah.
Selain sikapnya terhadap politik praktis, TGH. Musthofa juga kritis terhadap kebijakan pendidikan yang diterapkan pemerintah.
Pada masa awal pendirian Pesantren Al-Aziziyah, beliau secara tegas menolak kurikulum pemerintah yang dianggapnya tidak memberikan porsi yang cukup untuk pendidikan agama. Kurikulum tersebut sering beliau sebut sebagai “kore-kore” karena dinilai kurang substansial dalam pembentukan karakter siswa (santri).
Seiring dengan perubahan kebijakan pendidikan yang memberikan porsi lebih pada pelajaran agama, TGH. Musthofa mulai menerima kurikulum formal pada tahun 1993. Terutama dengan diperkenalkannya jurusan agama di Madrasah Aliyah, TGH. Musthofa melihat adanya peluang memperkuat pendidikan agama di Al-Aziziyah.
Meskipun awalnya enggan, perubahan ini dianggap sejalan dengan upaya memperkokoh peran Islam dalam dunia pendidikan, yang sebelumnya kurang diperhatikan.
Pada saat yang sama, mendekatnya Orde Baru ke Islam melalui pembentukan ICMI (Ikatan Cendekiawan Muslim Indonesia) pada tahun 1990 semakin memperkuat posisi Islam di ranah publik dan politik.
Kebijakan ini memberi ruang bagi pesantren seperti Al-Aziziyah lebih berperan dalam pendidikan formal, tanpa mengabaikan tradisi pesantren. Meskipun menerima kurikulum pemerintah, TGH. Musthofa tetap mempertahankan tahfidzul quran sebagai kurikulum khas Al-Aziziyah.
Program Yang Membuatnya Kepincut
Salah satu momen penting dalam sejarah dukungan politik TGH. Musthofa adalah saat beliau memberikan dukungan kepada salah satu kandidat dalam pemilihan Gubernur NTB pada tahun 1998. Dukungan ini tidak datang tanpa alasan, salah satu program kandidat yang membuatnya kepincut adalah program Gema Prima (Gerakan Mandiri Perubahan Perilaku Masyarakat dan Aparat). Program yang dirancang dalam rangka penyesuaian terhadap perubahan nasional dalam masa transisi politik dan ekonomi pasca-reformasi yang sangat cepat.