Rambatan Pegal dan Keletihan Saat Tarawih Satu Juz
Bulan Ramadan di Masjid Hidayatullah juga membawa kenangan tersendiri bagi santri. Masjid ini menjadi saksi atas tarawih 1 juz yang penuh tantangan. Dalam setiap rakaat yang panjang, rasa pegal mulai menjalar dari kaki hingga punggung. Pegal dan lelah yang tak terelakkan, namun dijalani dengan penuh kesabaran.
Tarawih di Masjid Hidayatullah bukan sekadar tentang ibadah shalat malam, melainkan latihan keteguhan jiwa. Para santri belajar tidak menyerah, meskipun fisik mereka lelah. Setiap rakaat yang terasa panjang justru mendekatkan mereka pada ketenangan hati. Pegal yang dirasakan seolah terhapus oleh perasaan damai saat menyelesaikan satu juz. Masjid ini menjadi tempat di mana keteguhan dan kesabaran diuji, dan bagi para santri, setiap pegal adalah bagian dari proses spiritual yang membentuk mereka.
Teras Masjid: Tempat Istirahat di Bawah Langit Malam
Tidak hanya menjadi tempat ibadah dan belajar, masjid ini juga menawarkan kenyamanan sederhana bagi para santri. Teras masjid, dengan tiupan angin malam yang sejuk, menjadi tempat favorit santri untuk beristirahat setelah menjalani hari-hari panjang. Mereka berjejer tidur di teras, beralaskan sajadah atau selimut tipis, ditemani cahaya bintang-bintang yang berkelip di langit malam. Hembusan angin malam yang menyusup di antara dedaunan pepohonan menciptakan suasana damai yang sulit ditemukan di tempat lain.
Tidur di teras masjid adalah pengalaman yang sederhana namun penuh makna. Di tengah kesederhanaan itu, santri belajar untuk hidup tanpa banyak tuntutan, merasakan kebersamaan dengan alam, dan mensyukuri kedamaian yang hadir di sekeliling mereka. Bagi santri, tidur di teras masjid bukan sekadar pilihan praktis, tetapi bagian dari perjalanan spiritual yang mereka jalani setiap harinya.
Perjalanan Spiritualitas di Bawah Atap Masjid
Bagi para santri, Masjid Hidayatullah lebih dari sekadar tempat beribadah. Ia adalah ruang yang mendidik dan membentuk kepribadian mereka. Di bawah atap masjid ini, mereka belajar tentang disiplin, kebersamaan, kesabaran, dan keteguhan hati. Dalam tiap doa yang mereka lantunkan, dalam setiap tangisan yang mereka tumpahkan di malam-malam sunyi, masjid ini menjadi saksi bisu perjalanan mereka menuju kedewasaan spiritual.
Keberadaan Masjid Hidayatullah bukan hanya soal fisik, tetapi tentang kehangatan yang terpancar dari setiap kegiatan di dalamnya. Meskipun bangunan baru yang megah telah menggantikannya, kenangan akan masjid ini tidak akan pernah hilang dari hati para santri senior. Masjid baru lebih besar, lebih indah, dan lebih modern, tetapi tidak ada yang bisa menggantikan kedekatan emosional yang terjalin di antara para santri dengan Masjid Hidayatullah.
Kenangan Abadi di Hati Para Santri Senior
Setiap kali para santri senior melewati masjid yang baru, mereka tidak bisa menghindari kenangan tentang Masjid Hidayatullah yang dulu. Mereka kadang tersenyum kecil, mengingat kembali bagaimana mereka pernah merasakan kerasnya pukulan rotan, pegalnya kaki saat tarawih, atau dinginnya lantai yang menjadi tempat tidur mereka. Masjid Hidayatullah menjadi saksi perjalanan mereka menuju kedewasaan, tempat di mana mereka belajar tentang arti kesederhanaan, kebersamaan, dan kekuatan spiritual yang tak tergantikan.