Di era globalisasi yang kian terhubung, salah satu tantangan terbesar yang dihadapi oleh bangsa adalah bagaimana pembangunan lokal dan nasional bersinergi. Pertanyaan ini sangat relevan saat kita membahas dampak ajang balapan MotoGP di Lombok. MotoGP bukan hanya sekadar hiburan, tetapi juga memiliki potensi sebagai mesin penggerak ekonomi dan pembangunan infrastruktur. Namun, yang menjadi pertanyaan pokok adalah, apakah potensi besar tersebut sudah dimanfaatkan secara optimal untuk memperkuat ketahanan pembangunan nasional dan lokal, ataukah hanya sebatas ajang tahunan yang menghasilkan keuntungan sementara?
MotoGP, yang diadakan di Sirkuit Mandalika sejak tahun 2021, telah membawa dampak signifikan bagi Lombok. Pariwisata melonjak, hotel-hotel penuh dengan wisatawan, dan ekonomi lokal diuntungkan oleh lonjakan kedatangan tamu, baik dari dalam maupun luar negeri. Namun, di balik semua itu, ada kekhawatiran bahwa manfaat dari ajang balap ini masih belum merata. Kenaikan harga kebutuhan pokok, terutama untuk barang dan jasa yang digunakan oleh wisatawan, justru bisa menjadi bumerang bagi perkembangan jangka panjang pariwisata Lombok.
Berkaca dari tradisi lokal Lombok, kita dapat mengambil banyak pelajaran dari kearifan lokal yang relevan dengan konteks pembangunan ini. Salah satunya adalah filosofi bale lumbung, rumah adat khas Lombok yang digunakan sebagai tempat penyimpanan padi. Dalam filosofi bale lumbung, masyarakat Lombok diajarkan untuk selalu memiliki cadangan, berpikir jauh ke depan, dan tidak hanya memikirkan kepentingan jangka pendek. Prinsip ini dapat diterapkan dalam pengelolaan MotoGP di Lombok: bagaimana kita bisa menjadikan event ini sebagai “cadangan padi” yang memperkuat ketahanan ekonomi dan sosial Lombok untuk jangka panjang? Bagaimana kita bisa memastikan bahwa MotoGP bukan hanya sekadar ajang balapan, tetapi juga menjadi motor penggerak pembangunan yang berkelanjutan?
Salah satu tantangan terbesar dalam setiap penyelenggaraan event internasional adalah memastikan dampak positifnya bisa dirasakan oleh masyarakat luas, bukan hanya segelintir elite. Dalam konteks Lombok, ini berarti bagaimana keuntungan dari MotoGP bisa dirasakan tidak hanya oleh para pelaku industri besar, tetapi juga oleh masyarakat pedesaan yang mungkin jarang bersentuhan langsung dengan sektor pariwisata. Tradisi begibung, yang merupakan tradisi makan bersama dalam satu nampan, bisa menjadi analogi yang baik untuk menjelaskan pentingnya kebersamaan dan keadilan dalam berbagi manfaat. Dalam begibung, semua orang mendapatkan bagian yang sama, melambangkan pentingnya berbagi dan meratakan keuntungan. Begitu pula dengan MotoGP, semua pihak---pemerintah, masyarakat, dan pelaku bisnis---harus bekerja sama untuk memastikan bahwa dampak positif dari ajang ini bisa dirasakan oleh semua kalangan.
Ajang MotoGP memang telah membuka pintu bagi Lombok untuk dikenal di kancah internasional. Namun, kita tidak bisa menutup mata terhadap tantangan yang muncul seiring dengan popularitas event ini. Kenaikan harga kebutuhan dasar, terutama bagi wisatawan, menjadi isu krusial yang perlu ditangani segera. Harga hotel yang meroket selama event, biaya makanan yang jauh di atas harga normal, serta tarif transportasi yang tidak wajar, bisa membuat wisatawan enggan kembali berkunjung. Jika hal ini terus terjadi, Lombok berisiko kehilangan reputasi sebagai destinasi wisata yang ramah dan terjangkau. Untuk menghindari hal ini, pemerintah daerah harus cepat tanggap dalam mengatur regulasi harga dan memastikan kualitas layanan tetap sebanding dengan biaya yang dikeluarkan.
Namun, potensi positif yang dibawa oleh MotoGP tak bisa diabaikan begitu saja. Ajang ini adalah kesempatan besar untuk memperkuat infrastruktur yang lebih berkelanjutan di Lombok. Infrastruktur transportasi, seperti jalan dan jembatan, telah diperbaiki untuk mendukung kelancaran acara. Sirkuit Mandalika sendiri merupakan investasi besar yang tidak hanya akan digunakan untuk MotoGP, tetapi juga bisa menjadi tempat penyelenggaraan event-event internasional lainnya. Jika dikelola dengan baik, infrastruktur ini bisa menjadi modal besar bagi Lombok untuk mengembangkan sektor-sektor lain di luar pariwisata, seperti perdagangan dan industri kreatif.
Untuk memastikan MotoGP berkontribusi dalam pembangunan jangka panjang, pemerintah harus memiliki visi yang jelas. Dalam hal ini, peran Presiden terpilih, Gubernur NTB, dan para bupati di provinsi ini sangat krusial. MotoGP bisa menjadi titik tolak bagi pembangunan infrastruktur yang lebih luas, seperti peningkatan aksesibilitas transportasi, pembangunan fasilitas kesehatan, serta peningkatan kualitas pendidikan di Lombok. Dengan memanfaatkan momentum ini, Presiden terpilih dapat mendorong agenda pembangunan yang lebih inklusif dan berkelanjutan, di mana Lombok menjadi contoh bagaimana daerah bisa memanfaatkan event internasional untuk menggerakkan ekonomi dan sosialnya.
Gubernur NTB, sebagai pemimpin lokal, harus bisa mengambil langkah strategis untuk memastikan bahwa MotoGP tidak hanya menjadi ajang tahunan yang meriah, tetapi juga berfungsi sebagai motor penggerak ekonomi yang konsisten. Selain sektor pariwisata, Gubernur juga bisa mendorong pengembangan UMKM (Usaha Mikro Kecil Menengah) yang bisa mendapatkan manfaat dari ajang ini. Banyak UMKM lokal yang telah terlibat dalam penyediaan produk dan jasa selama event MotoGP, namun masih ada ruang untuk pengembangan lebih lanjut agar UMKM ini bisa bersaing di pasar global.
Para bupati di NTB juga memiliki peran penting terutama memastikan bahwa desa-desa di NTB turut merasakan manfaat. Desa-desa wisata bisa dikembangkan lebih lanjut, sehingga ketika wisatawan datang untuk menyaksikan balapan, mereka juga bisa menikmati potensi wisata lainnya yang ada di Lombok. Ini sejalan dengan tujuan pembangunan berkelanjutan (SDGs), di mana pembangunan ekonomi harus inklusif dan merata, tidak hanya terpusat di wilayah perkotaan atau tempat-tempat wisata utama.
Kembali ke filosofi bale lumbung, Lombok harus mempersiapkan dirinya untuk masa depan. MotoGP adalah ladang emas yang harus dipelihara dengan baik. Jika tidak, kita akan kehilangan momentum, dan potensi besar yang ada akan terbuang sia-sia. Pemerintah harus belajar dari event-event internasional lainnya di berbagai negara, di mana keberhasilan tidak hanya diukur dari tingginya jumlah wisatawan atau pendapatan sementara, tetapi dari dampak jangka panjang yang ditinggalkan.
MotoGP di Lombok, jika dikelola dengan tepat, dapat menjadi instrumen penting guna memperkuat ketahanan pembangunan nasional dan lokal. Bukan hanya dari sisi ekonomi, tetapi juga dari sisi sosial dan budaya. Lombok, dengan kekayaan tradisi dan filosofi yang dalam, memiliki potensi besar mengintegrasikan ajang balap internasional ini dengan nilai-nilai lokal yang mampu mendorong pembangunan yang berkelanjutan.
Sebagai simpulan, MotoGP bukan hanya tentang balapan, tetapi tentang cara kita bisa memacu kecepatan dalam memperkuat ketahanan pembangunan di Lombok dan Indonesia secara keseluruhan. Bagi Presiden terpilih, Gubernur NTB, dan para bupati di provinsi ini, MotoGP adalah peluang emas menciptakan perubahan besar yang berkelanjutan. Tantangan ke depan adalah bagaimana kita bisa menjaga momentum ini agar manfaatnya bisa dirasakan oleh seluruh masyarakat, dari generasi sekarang hingga generasi mendatang. MotoGP adalah peluang, dan peluang ini harus dimanfaatkan sebaik mungkin, atau kita akan melongo kehilangan.
designer.microsoft.com/image-creator
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H