Indonesia tentu saja punya kepentingan tersendiri sebagai negara yang mengikuti konferensi ini. Indonesia memiliki politik luar negeri yang berfokus pada aksi perubahan iklim dan transisi energi dalam konteks ini. Politik luar negeri ini dituangkan ke dalam komitmen-komitmen dan tindakan yang Indonesia ambil, diantaranya adalah:
1. Indonesia telah menegaskan komitmennya dalam aksi perubahan iklim dengan partisipasinya dalam COP28. Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) Republik Indonesia, Siti Nurbaya, menyampaikan bahwa prioritas Indonesia dalam COP28 adalah untuk menyoroti hasil-hasil utama dari aksi iklim Indonesia, terutama dalam mencapai target reduksi emisi di tahun 2030 dan menuju Net Zero Emissions (NZE) pada tahun 2060 atau lebih cepat.
2. Indonesia telah melakukan berbagai aksi reduksi emisi sehingga mampu mencatatkan pengurangan emisi hingga mencapai 60%. PLN (Persero), perusahaan energi negara Indonesia, juga memaparkan skema Accelerating Renewable Energy Development (ARED) sebagai langkah agresif perseroan mendukung Pemerintah Indonesia mencapai NZE di tahun 2060. PLN merencanakan peningkatan kapasitas pembangkit energi baru terbarukan (EBT) hingga 480 gigawatt (GW) pada tahun 2060.
3. Indonesia mengakui bahwa tantangan mitigasi perubahan iklim saat ini adalah kesenjangan antara negara maju dan negara berkembang. Oleh karena itu, Indonesia mendorong implementasi yang jelas terhadap semua roadmap yang telah disepakati sejak Paris Agreement 2014. Indonesia juga menjalin kolaborasi dengan berbagai pihak untuk meningkatkan pendanaan transisi energi dengan bunga rendah. Ini bisa dilihat dari adanya Just Energy Transition Partnership (JETP), dimana Indonesia bersama dengan mitra internasional seperti Amerika Serikat, Jepang, Kanada, dan negara-negara Eropa meluncurkan JETP dengan tujuan untuk mencapai transisi sektor energi yang ambisius dan adil di Indonesia, untuk mendukung tujuan membatasi pemanasan global hingga 1,5C. JETP sendiri merupakan kesepakatan untuk memobilisasi dana sebesar US$20 miliar dalam bentuk pembiayaan publik dan swasta untuk mendukung transisi energi yang berkeadilan di Indonesia. Perjanjian ini ditandatangani pada tanggal 15 November 2022 pada G20 Leaders' Summit di Bali
4. Indonesia berupaya mencapai target emisi nol karbon pada 2060 atau lebih awal dengan harapan dapat berdampak pada pertumbuhan ekonomi yang tinggi, penurunan kemiskinan dan ketimpangan secara signifikan, serta penciptaan lapangan pekerjaan yang berkelanjutan. Indonesia telah bekerja keras dalam pengelolaan Forest and Other Land Use (FOLU), menjaga dan memperluas hutan mangrove, merehabilitasi hutan dan lahan, serta menurunkan tingkat deforestasi. Presiden Joko Widodo menyampaikan komitmen Indonesia dalam memperbaiki pengelolaan FOLU dalam upaya menurunkan emisi karbon. Indonesia memiliki keunggulan lahan yang luas dan subur, serta didukung oleh faktor lain seperti penduduk dalam usia produktif, sektor pertanian yang besar, dan konektivitas infrastruktur yang baik. Potensi ini dapat dikembangkan untuk kesejahteraan pertanian skala kecil maupun food estate skala besar.
5. Indonesia, bersama dengan 134 negara lainnya, termasuk dalam penandatanganan mendukung Emirates Declaration on Sustainable Agriculture, Resilient Food System and Climate Action. Deklarasi ini bertujuan untuk memperkuat ketahanan sistem pangan terhadap perubahan iklim, mengurangi emisi global, dan memerangi kelaparan global yang sejalan dengan tujuan Sustainable Development Goals (SDGs).
Dapat dilihat bahwa politik luar negeri yang bebas dan aktif juga dapat dijustifikasi dalam hal seperti penanggulangan perubahan iklim global dengan beberapa tindakan yang telah dan akan diambil seperti yang disampaikan dalam forum seperti COP28 ini.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H