Menyambut hari ulang tahun (HUT) ke-11 DPD RI, Ketua DPD RI Irman Gusman menyampaikan pidato tunggal di plaza Gedung Nusantara V Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis (1/10/2015). Seusai itu, Ketua DPD RI memotong tumpeng sebagai rasa syukur kepada Allah SWT. Memeriahkan momen istimewa itu, DPD RI menyelenggarakan pameran foto. Secara simbolis, Ketua DPD RI melepas tirai master foto sekaligus menandatanganinya, mengikuti sesi foto bersama para senator lainnya, dan meninjau pameran foto. DPD RI juga melakukan kegiatan donor darah sebagai sumbangsih kepada dunia kemanusian dan wujud kepedulian sosial, khususnya dalam penyediaan darah.
Dalam pidato tunggalnya bertema “DPD RI Menyikapi Permasalahan Bangsa”, Ketua DPD RI Irman Gusman menyatakan, “Usia 11 tahun justru menambah semangat agar kami makin kuat. Apalagi, kami diberikan vitamin lewat putusan MK (Mahkamah Konstitusi).” Dia menyinggung putusan MK tanggal 22 September 2015 yang memperkuat proses pengusulan dan pembahasan Rancangan Undang-Undang (RUU) model tripartit sebagaimana putusan MK tanggal 27 Maret 2013 ihwal konstitusionalitas kewenangan legislasi DPD RI.
Selama 11 tahun masa pengabdiannya kepada rakyat, daerah, bangsa, dan negara, DPD RI menghasilkan 518 keputusan, yakni 57 usulan RUU, 237 pandangan dan pendapat, 18 pertimbangan, 58 pertimbangan anggaran, 148 hasil pengawasan, dan 6 usulan program legislasi nasional (prolegnas). “Kalau dibagi 10, rata-rata 50 buah per tahun,” tukasnya di hadapan para senator, termasuk Wakil Ketua DPD RI Farouk Muhammad, insan pers, dan undangan lainnya.
Di bidang legislasi, dari seluruh RUU usulan DPD RI, 25 RUU disahkan menjadi undang-undang oleh DPR RI dan Pemerintah (Presiden RI). Salah satunya, RUU Kelautan yang disahkan menjadi Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2014 tentang Kelautan. RUU itu adalah RUU usul inisiatif pertama DPD RI yang proses penyusunan dan pembahasannya menerapkan model tripartit oleh tiga lembaga negara yang setara, yakni DPR RI, DPD RI, dan Pemerintah.
Putusan MK tanggal 27 Maret 2013 ihwal konstitusionalitas hak dan/atau wewenang legislasi DPD RI, MK memutuskan bahwa DPD RI berhak dan/atau berwenang mengusulkan RUU tertentu dan membahas RUU tertentu itu sejak awal hingga akhir, kendati DPD RI tidak terlibat persetujuan atau pengesahan RUU menjadi undang-undang (UU). MK juga memutuskan DPR RI, DPD RI, dan Pemerintah menyusun prolegnas. Berikutnya, putusan MK tanggal 22 September 2015 justru memperkuat proses pengusulan dan pembahasan RUU model tripartit tersebut, plus kemandirian anggaran DPD RI.
Ucapan rasa syukur
Berkat perjuangan DPD RI itu, dari 160 RUU yang termasuk Proglegnas Tahun 2015-2019, 52 RUU atau 32 persen substansi dan materinya sesuai usulan DPD RI. Dari 37 RUU yang termasuk Prolegnas Prioritas Tahun 2015, 12 RUU atau 32,5 persen substansi dan materinya sesuai usulan DPD RI. Bahkan, dua di antaranya adalah RUU Wawasan Nusantara dan RUU Perkoperasian, sepenuhnya RUU usul inisiatif DPD RI.
Tak lupa, Irman mengucapkan rasa syukurnya untuk momen istimewa HUT ke-11 DPD RI. “Tidak betul ucapan yang menyatakan kami tidak responsif. Kami terus menerus bekerja. Berbagai produk politik itu menjadi bahasan kami bersama DPR RI dan Presiden.”
Selaku anggota Fraksi Utusan Daerah (FUD) Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia (MPR RI) tahun 1999, dia mengaku mengikuti sejak awal kelahiran DPD RI. “Tanggal 1 Oktober 2004, lahirlah sebuah lembaga perwakilan, namanya DPD RI. Sebagai salah satu pelaku sejarah, saya mengikutinya sejak awal. Di ujung era rezim Orde Baru, daerah-daerah bergejolak, dari ujung timur ke ujung barat. Karena dalam sebuah bangsa, mereka tidak merasakan pembangunan yang adil dan merata. Memang kita membangun, tapi terlalu Jakarta sentris. Sehingga, makin jauh dari Jakarta, makin jauh pula wujud kesejahteraan rakyat itu.”
Sembari mengulas sejarah masa lalu itu, Irman berefleksi dan merenung bahwa tahun 1999 bermunculan banyak skenario masa depan Indonesia. Sebagian pihak meramalkan Indonesia akan mengikuti jejak sejarah Uni Soviet yang terpecah-pecah menjadi sejumlah negara merdeka. Bentuk negaranya berubah dari kesatuan ke federal, atau bahkan konfederasi. “Di Indonesia diramalkan akan terjadi Balkanisasi,” ucapnya sembari mengutip bait puisi penyair Taufiq Ismail berjudul “Malu (Aku) Jadi Orang Indonesia” yang ditulis antara bulan Mei - Oktober 1998.
Tapi, sebagian pihak justru meramalkan Indonesia akan kokoh. “Karena mampu melewati situasi dan kondisi tahun 1999, justru kita akan mengokohkan bentuk negara kita.”