Taufiq mengakui, memang tak ada lagi lembaga negara yang lebih tinggi (tertinggi) pasca-amandemen Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (UUD 1945), melainkan semuanya setara sebagai lembaga tinggi negara. Oleh karena itu, tindak lanjut putusan MK sebaiknya dimusyawarahkan dan dimufakatkan oleh lembaga negara terkait, karena menyangkut pelaksanaan fungsi, tugas, dan wewenang masing-masing. "DPD harus lebih ulet, kerja keras lagi untuk sosialisasikan putusan MK."
Menanggapi sarana dan prasarana DPD, Taufiq mengusulkan agar pimpinan DPD juga membicarakan masalahnya dengan pimpinan DPR, agar DPD bisa memanfaatkan dan menggunakan aset-aset DPR di Kompleks Parlemen.
Hajriyanto menambahkan, pimpinan MPR sebaiknya menggelar rapat dengan Sekretariat Jenderal MPR terlebih dahulu guna mendengar penjelasan Sekretariat Jenderal MPR. Setelah terinventarisasi, bisa saja terjadi pengalihan aset-aset dari MPR ke DPD. "Saya kira, DPD perlu membuat gedung sendiri," katanya.
Lukman berpendapat, persoalan gedung baru sebaiknya menjadi bahasan mendalam antara pimpinan DPD dan pimpinan MPR yang menyertakan penjelasan Sekretariat Jenderal MPR.
Farhan mengakui, selama ini DPD seolah-olah tidak memiliki aset, sehingga harus meminjam ruangan dan gedung yang merupakan aset MPR. Untuk itu, sebaiknya MPR menjelaskan aset-aset miliknya yang bisa dialihkan kepada DPD.