Mohon tunggu...
Ikhwan Mansyur Situmeang
Ikhwan Mansyur Situmeang Mohon Tunggu... -

Staf Pusat Data dan Informasi Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia

Selanjutnya

Tutup

Politik

KH A Hasyim Muzadi: “Amandemen konstitusi tidak urusan DPD sendirian. Kita harus membantu DPD”

3 Februari 2012   07:04 Diperbarui: 25 Juni 2015   20:07 145
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Mantan Ketua Umum Tanfidziyah Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) Kyai Haji Abdul Hasyim Muzadi menyatakan, gagasan Dewan Perwakilan Daerah (DPD) memperbaiki sistem ketatanegaraan menyeluruh melalui Perubahan Kelima Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (UUD 1945) adalah untuk masa depan Republik Indonesia. Karut-marut sistem ketatanegaraan dirasakan hampir semua orang yang masih memiliki hati nurani dan tidak hanya dirasakan DPD.

“Amandemen konstitusi tidak urusan DPD sendirian. Kita harus membantu DPD, baik formal maupun informal—partisipasi kerakyatan. Karut-marut sistem ketatanegaraan tidak hanya dirasakan DPD, tapi oleh hampir semua orang yang masih memiliki hati nurani, yang mencintai bangsa ini, dan tidak ingin bangsa ini tanpa kompas dan layar. Keadaan hari ini serba tidak menentu maka kita memperbaikinya bersama-sama. Kita membuat peraturan, kita yang bertanggung jawab memperbaikinya.”

“Sejak awal saya mendukung gagasan DPD untuk memperbaiki sistem ketatanegaraan menyeluruh. Kalau ada lembaga tinggi negara tapi disfungsi, pasti yang keliru desain ketatanegaraan kita. Mengubahnya tentu melalui amandemen konstitusi,” tukasnya, saat Sarasehan Nasional Kelompok DPD di Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) bertema “Perubahan Kelima UUD 1945: Konsolidasi Demokrasi dan Jati Diri Bangsa” di Gedung Nusantara IV Komplek Parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis (15/12).

Salah satu isunya ialah penguatan sistem presidensial dan meninggalkan sistem campuran presidensial-parlementer. Seharusnya parlemen berkonsentrasi dalam fungsi-fungsi legislasi, anggaran, dan pengawasan. “DPD jangan ragu-ragu mengajukan usul perubahan UUD 1945. DPD yang menjadi pelopor perbaikan sistem ketatanegaraan sebagai kemauan bersama untuk masa depan Republik Indonesia,” sambungnya.

“Kesyukuran kita hari ini Pak Hajriyanto (Hajriyanto Yasin Thohari, Wakil Ketua MPR) menyatakan bahwa perubahan UUD 1945 dimungkinkan dan dibuka kembali. Pernyataan baru yang tentu saja menggembirakan kita, karena di sarasehan nasional yang lalu ia bilang belum waktunya,” ujarnya, mengenang acara bertajuk sama di lokasi yang sama tanggal 28 Juni 2011. “Mungkin sekarang waktunya. Pendapat lama, bahasa agamanyadisebut qaulun qadim, kalau ini pendapat baru atau qaulun jadid.”

Sebelumnya, ketika Kelompok DPD di MPR bersilaturahim di Kantor International Conference of Islamic Scholars (ICIS) Jl Dempo No 54, Matraman, Jakarta, 7 April 2011, Hasyim berharap DPD memperjuangkan pembenahan sistem ketatanegaraan menyeluruh dan tidak hanya mengusulkan penguatan fungsi, tugas, dan wewenangnya di parlemen. DPD bisa menyuarakannya sebagai lembaga perwakilan negara yang anggota-anggotanya dipilih langsung oleh rakyat yang mewakili daerah.

Sekretaris Jenderal International Conference for Islamic Scholars (ICIS) menjelaskan, setelah Sarasehan Nasional “Perubahan Kelima UUD 1945: Konsolidasi Demokrasi dan Jati Diri Bangsa” tanggal 28 Juni 2011, Kelompok DPD di MPR menandatangani memorandum of understanding (MoU) yang butir-butirnya menyerap pikiran atau paradigma mengenai UUD, kemudian menyosialisasikan hasilnya setelah pikiran tersebut menjadi kesepakatan.

Merealisasikan MoU, Kelompok DPD di MPR dan ICIS menyelenggarakan ‘Pekan Konstitusi’ tanggal 30 Januari—4 Februari 2012 di Kantor ICIS. Acara mempertemukan tokoh-tokoh negarawan, politisi, ahli, dan aktivis yang memiliki pemikiran atau paradigma tersendiri mengenai perubahan UUD 1945. “Kita bertemu dari kelompok ekstrim ke kelompok cuek. “Kita bersama-sama menuangkan pemikiran mengenai perubahan UUD,” jelasnya tentang pihak-pihak yang diundang menghadiri acara.

Hasyim menguraikan kelompok-kelompok pemikiran tersebut. Kelompok ekstrim memiliki pemikiran kembali ke UUD 1945 dan melaksanakannya secara murni dan konsekuen. Mereka terbagi menjadi kelompok kembali ke UUD 1945 melalui dekrit, referendum, pemilihan umum, atau sidang MPR.

Selain kelompok ekstrim, ada kelompok memperbaiki UUD 1945. Mereka terbagi menjadi kelompok memperbaiki UUD 1945 melalui restorasi, kaji ulang, atau rekonstruksi. DPD tergolong kelompok ini.

Ada pula kelompok pelaku amandemen (tahun 1999, 2000, 2001, 2002). “Kita ingin mendengar mereka bagaimana dulu mengubah UUD. Mimpi apa mereka sehingga empat kali perubahan UUD tanpa konsepsi.”

Kelompok konseptor perubahan UUD 1945 yang belakangan menyesal juga diundang. “Dulu pikiran saya ndak begitu kok jadinya begini. Ternyata banyak tokoh yang memiliki deretan penyesalan,” urainya, menggambarkan penyesalan mereka.

Kelompok negarawan diundang pula karena mereka termasuk yang menginspirasi gerakan reformasi, bersama kelompok yang mempertahankan perubahan UUD 1945 karena mereka menganggap Indonesia membutuhkan waktu untuk melaksanakannya.

Hasyim mengaku, “Dua jenis pertanyaan mereka (kelompok-kelompok) kepada saya. Pertama, apakah niat DPD untuknya sendiri. Kalau niatnya hanya untuk DPD, kami ucapkan selamat jalan dan kami doakan dari jauh. Kedua, kalau niat DPD untuk memperbaiki sistem ketatanegaraan, kami seluruhnya memberi support.”

“Setelah mereka menuangkan pemikiran-pemikirannya, selanjutnya tergantung kearifan DPD menyampaikan di sidang MPR, apakah DPD berjalan sesuai dengan kemauan mereka atau tidak. Posisi saya hanya provokator, memediasi. Kami merangkum pemikiran-pemikiran mereka agar menghasilkan rangkuman yang benar-benar mencerminkan kemauan bersama untuk masa depan Republik Indonesia,” tukasnya.

Amandemen terobosan DPD

Saat bertamu ke Kantor Redaksi TEMPO, Ketua DPD Irman Gusman menyatakan, DPD melakukan banyak terobosan guna membangun kepercayaan serta memenuhi keadilan masyarakat dan daerah. Naskah Perubahan Kelima Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang dirampungkan DPD, termasuk terobosan.

“Amandemen konstitusi juga terobosan. DPD siap berdiskusi atau berdialog mempertajam item-itemnya. Calon presiden perseorangan satu item saja. Banyak item lainnya seperti memperkuat sistem presidensial,” ujarnya di lantai 3 Kantor Redaksi TEMPO Jl Proklamasi No 72 Jakarta, Rabu (6/4).

Naskah Perubahan Kelima Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 tersebut memuat usulan perubahan pasal/ayat beserta alasannya. Bab usul perubahan kelima termasuk pengaturan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dan DPD sebagai dua lembaga yang memegang kekuasaan legislatif sekaligus menegaskan pola dua kamar (bikameral) sistem perwakilan rakyat Indonesia.

Dengan kamar kedua (DPD) di samping kamar kesatu (DPR), sambung Irman, monopoli proses legislasi dalam satu kamar dapat dihindari, karena sistem dua kamar dapat mencegah pengesahan undang-undang yang cacat atau ceroboh. “Sesungguhnya banyak keputusan DPD yang digunakan DPR. Hanya saja dalam konsideransnya tidak menyebut usul, pandangan dan pendapat, hasil pengawasan, atau pertimbangan dari DPD.”

Padahal, pembentukan DPD menguatkan persatuan daerah-daerah dalam wadah negara kesatuan, meneguhkan agregasi dan artikulasi aspirasi dan kepentingan, serta pembangunan dan kemajuan daerah yang bersinambung. “DPD periode lalu full, bahkan overload. DPD periode lalu beyond UU Susduk atau melewati desain UU Susduk yang membatasi fungsi, tugas, dan wewenang DPD. Periode sekarang berkembang.”

Terobosan lainnya, pimpinan DPD periode lalu bersama pimpinan alat kelengkapan DPD melakukan pertemuan konsultasi minimal sekali setahun dengan presiden dan wakil presiden bersama menteri-menterinya. DPD juga menyelenggarakan Sidang Paripurna Khusus DPD setiap tanggal 23 Agustus yang dihadiri gubernur, bupati, walikota dan ketua DPRD provinsi/kabupaten/kota.

Di kesempatan tersebut, Bambang didampingi Irman menyerahkan Naskah Perubahan Kelima Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 berikut usulan perubahan pasal/ayat beserta alasannya. Irman didampingi Ketua Kelompok DPD Bambang Soeroso bersama Sekretaris Jenderal DPD Siti Nurbaya Bakar. Mereka diterima Redaktur Utama TEMPO Budi Setyarso serta staf redaksi antara lain Setri Yasra, Wahyu Dhyatmika, Muchamad Nafi, dan Ninin P Damayanti.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun