Tak ketinggalan, Alirman menjelaskan bahwa pihaknya membentuk dua timja guna mengoptimalkan pembahasan, selain mengimbangi panja-panja 65 calon DOB, yakni Timja Pembentukan Daerah Otonom Baru Papua dan Papua Barat yang diketuai Dani Anwar, dan Timja Pembentukan Daerah Otonom Baru Non Papua dan Non Papua Barat yang diketuai Farouk Muhammad (senator asal Nusa Tenggara Barat). Diharapkan, dua panja DPR dan dua Timja DPD bisa saling bekerjasama.
Tibalah sesi tanya-jawab. Agun sempat menjelaskan pergantian sementara anggota Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (F-PKS) Komisi II DPR, dari Agus Purnomo ke Fahri Hamzah.
Yassonna H Laoly (F-PDIP) menyambut baik penjelasan Dirjen Otda, bahwa pembahasan pembentukan DOB harus berhati-hati. Variabel geostrategis dan geopolitik serta aspirasi masyarakat di wilayah perbatasan dan pulau-pulau terluar juga menjadi pertimbangan membentuk DOB untuk meningkatkan penyelenggaraan pemerintahan, pembangunan, dan pelayanan publik guna mempercepat terwujudnya kesejahteraan masyarakat.
Sementara prosesnya tetap bergulir, dia mengingatkan Pemerintah agar serius mendalami usulan DOB sebelum masa sidang dibuka pasca-Pemilu 9 April 2014, tanggal 12 Mei 2014. “Para pengusul di balkon supaya juga serius meneliti berkasnya, termasuk meminta pertimbangan Komite I DPD. Mengenai pembentukan, penggabungan, dan pembubaran daerah otonom, Komite I DPD memang terlibat. Dan, Komisi II DPD menjadi pionir untuk menghadirkan Komite I DPD di ruangan ini sejak awal hingga akhir pembahasan calon DOB.”
Muhammad Gamari (F-PKS) mengingatkan Pemerintah, jika dalam waktu dua pekan Pemerintah bisa di 46 calon DOB maka observasi lapangan di 19 calon DOB bisa selesai satu pekan. “Mereka antusias sekali agar segera lahir calon-calon bayi DOB.” Dan, para pengusul masih memiliki waktu untuk audiensi dengan Komite I DPD. “Masih tersedia waktu untuk melengkapinya,” dia menambahkan. “Begitu masa sidang dimulai, panja langsung bisa bekerja.”
Gondo Radityo Gambiro (F-PD) pun mengusulkan sepekan setelah Pemilu 9 April 2014 atau sekitar tanggal 20 April 2014, Komisi II DPR segera menggelar raker.
Paskalis Kossay (F-PG) meminta Komite I DPD segera mengkaji sisa usulan DOB. “Agar aktif memanggil sisa DOB yang belum dikaji. Kalau pasif, hanya memperlambat proses.”
Yandri Susanto (F-PAN) meminta Pemerintah membuat cluster usulan DOB, agar para pengusul mengetahui pemberkasan syarat pemekaran daerah. Pernyataan Nuki Sutarno (F-PD) senada. Dia mengusulkan agar Pemerintah membuat matriks 65 calon DOB.
Agustina Basik (F-PG) mengharapkan para pengusul bersabar. “Kita sabar menunggu, sebab orang sabar itu dikasihani Tuhan. Setelah reses, sejak bulan Mei hingga September 2014, kiranya pembahasan seluruh DOB bisa tuntas… tas… tas… tas. Tidak carry over ketika kita mengakhiri periode ini tanggal 30 September 2014.”
Ke depan, dia mengharapkan Pemerintah mengeluarkan top-down policy untuk memprioritaskan pembentukan calon provinsi di daerah perbatasan seperti calon Provinsi Kepulauan Nias dan calon Provinsi Papua Barat Daya serta pembahasannya mempertimbangkan variavel geostrategis dan geopolitik. Secara geostrategis, calon provinsi bersangkutan merupakan open gates ke negara tetangga; dan secara geopolitik, terletak di lokasi yang berbatasan. “Papua bisa menjadi beberapa provinsi. Di bagian selatan Papua, karena di laut berbatasan dengan Australia dan di darat perbatasan dengan Papua Nugini, pertimbangan Pemerintah itu top-down policy.”
Fahri mengaku, baru kali ini melihat raker komisi dihadiri banyak orang. “Baru sekarang saya melihat raker komisi dihadiri banyak tepuk-tangan. Rupanya pimpinan dan anggota komisi sudah terbiasa seperti ini. Raker komisi ini memang lain, dinamis dan aspiratif. Oleh karena itu, saya membayangkan, jika dinamika dan aspirasi itu tertahan-tahan berarti kita menyimpan 65 masalah di seluruh Indonesia. Bisa juga dibilang, kita membuat 65 titik api di seluruh Indonesia. Apakah ada argumen politis yang bisa membuat Pemerintah akan memveto usulan DOB? Kalau tidak ada, harus dipastikan 65 DOB ini tidak ada masalah. Selesai pemilu nanti, kami khawatir komposisi keanggotaan Dewan berubah, sikap politik komisi juga berubah, sehingga menghambat proses pembahasan.”