“Sesungguhnya, kami merasakan masih banyak syarat yang belum terlengkapi dan tercukupi. Walaupun belum paripurna, catatan buat Komite I DPD karena ini aspirasi, tidak mungkin kita mendiamkannya begitu saja. Biarkanlah seperti air mengalir. Toh, dalam perjalanannya semua syarat pemekaran bisa dilengkapi dan dicukupi. Kecuali ada hal yang fatal, kapal tidak mungkin terus berlayar melewati batu karang di depan. Marilah kita carikan jalan keluar yang terbaik. Dilanjutkan atau tidak, marilah kita bicarakan. Jadi, membangun daerah dengan semangat damai, penuh rahmat dan rahim Tuhan.”
“Kalau kita dalam koridor itu, niscaya yang kita impikan akan terwujud. Kita boleh saja bercita-cita. Namun, kalau ikhtiar untuk meraihnya justru menempuh cara-cara yang bertentangan dengan nilai-nilai agama dan aturan-aturan, tentunya malapetaka yang akan kita dapatkan. Jadi, patuhilah semua syarat pemekaran, lengkapi dan cukupi satu per satu. Pengalaman kita membahas empat calon DOB di Sulawesi Tenggara, sudah lebih satu tahun belum kita putuskan. Masalahnya tidak ada di kami dan Pemerintah, justru problemnya di daerah yang bersangkutan. Mereka belum kompak soal ibukota dan asetnya, sehingga kami tidak mungkin ketuk palu. Kami harapkan kejadian di Sulawesi Tenggara menjadi pelajaran.”
Agun mengingatkan masa sidang yang mepet (selama 36 hari kerja atau tanggal 15 Januari-6 Maret 2014), sedangkan masa reses DPR tanggal 7 Maret-11 Mei 2014. “Sudah menghitung hari. Kami tetap bertekad, di tengah masa sidang ini memang banyak tugas yang belum optimal, kami akan terus bekerja untuk membahas 65 DOB. Pasca-pemilu (9 April 2014) sampai tanggal 1 Oktober 2014, tenggang waktunya masih cukup. Jika ada satu dua calon DOB yang bisa cepat dibahas dan selesai duluan, maka itu semata-mata karena pertimbangan obyektivitas dan rasionalitas syarat pemekaran, juga pertimbangan aspek geostrategis dan geopolitik.”
“Rapat-rapat kami akan senantiasa terbuka, agar tidak ada kucing-kucingan di antara kita. Serba transparan. Dengan kearifan itu, kami minta persetujuan seluruh peserta rapat ini, baik unsur Pemerintah maupun unsur Komite I DPD dan Komisi II DPR, apakah agenda tunggal untuk mendengarkan penjelasan Pemerintah atas penelitian, pengecekan, dan pemeriksaan berkas-berkas usulan DOB, termasuk hasil kajian DPD, bisa kita setujui?”
“Setuju…”
Agun mengetukkan palunya sekali. Tok.
Ihwal usulan 65 DOB, Kemdagri menerima surat pimpinan DPR nomor LG/11230/DPR-RI/X/2013 tanggal 29 Oktober 2013. Usulan 65 DOB terdiri atas delapan provinsi, 50 kabupaten, dan tujuh kota. Untuk Papua dan Papua Barat ada 33 usulan DOB, yaitu tiga provinsi, 27 kabupaten, dan tiga kota. Jadi, di luar Papua dan Papua Barat ada 32 calon DOB, yaitu lima provinsi, 23 kabupaten, dan empat kota. Melalui surat nomor R-55/Pres/12/2013 tanggal 27 Desember 2013, Presiden menugaskan Mendagri, Menkumham, dan Menkeu, baik sendiri maupun bersama, untuk mewakili Presiden. Tanggal 3 Februari 2014 lalu, tiga menteri menghadiri raker Komisi II DPR dan Komite I DPD.
Dalam raker kali ini, Pemerintah diwakili Direktur Jenderal Otonomi Daerah (Dirjen Otda) Kementerian Dalam Negeri (Kemdagri) Djohermansyah Djohan dan Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan Kementerian Keuangan (Kemkeu) Budiarso Teguh Widodo.
Dalam rentang waktu yang singkat untuk mendalami seluruh calon DOB, Djo—panggilan akrab Djohermansyah—menyatakan bahwa Pemerintah menempuh beberapa tahapan prosedur yang meliputi kajian klarifikasi dan verifikasi data usulan, baik syarat administratif maupun fisik kewilayahan. Kemudian, observasi lapangan untuk kajian teknis usulan, yang menyangkut aspek kependudukan, kemampuan ekonomi, potensi daerah, kemampuan keuangan, sosial budaya, sosial politik, luas daerah, pertahanan keamanan, kesejahteraan masyarakat, dan rentang kendali (span of control) pemerintahan. Berikutnya, mengolah data dan menyiapkan summary hasil kajian calon DOB dalam sidang Dewan Pertimbangan Otonomi Daerah (DPOD), serta menyiapkan pertimbangan kepada Presiden.
Dia mengakui, tidak lebih tiga pekan, Pemerintah melakukan klarifikasi dan verifikasi data 65 calon DOB, baik syarat administratif maupun fisik kewilayahan, kemudian kajian teknis. “Mengingat kurun waktunya yang pendek, kami sampaikan dalam forum ini, Pemerintah belum bisa observasi lapangan di semua calon DOB. Sampai saat ini, Pemerintah baru bisa observasi lapangan di 46 calon kabupaten/kota. Sisanya akan dilaksanakan dalam rentang waktu yang sesegera mungkin.”
Sedangkan di delapan calon provinsi, Pemerintah belum bisa observasi lapangan, karena syarat administratif dan fisik kewilayahannya masih banyak yang tidak terpenuhi, di samping usulan calon provinsi harus didalami mempertimbangkan berbagai aspek yang berkembang, baik tataran lokal, regional, maupun nasional. “Namun, Pemerintah tetap akan memberikan perhatian serius, dan observasi lapangan dalam rentang waktu yang sesegera mungkin.”