Saya tanya lagi pada Anca, “kalau seandainya ayahmu tidak membelikan sepeda motor, apakah kamu tidak bisa kuliah? Kemudian jika tanpa sepeda motor apakah kamu tidak bisa mudik menemui kedua orangtuamu di kampung?”
Anca terdiam! Tatapannya membentuk bulatan, yang jelas tidak setuju dengan ucapan saya.
“Kalau ada sepeda motor, saya siap narik ojek, sambil kuliah, kan saya bisa cari duit,” katanya menegaskan lagi.
“Oke, besok kamu pulang dan katakan pada orang tuamu, dengan semua alasan yang kamu sampaikan hari ini,” kata saya setengah menyuruh Anca.
Dua minggu saya tidak bertemu. Saat saya datang ke kampus Anca sudah mengendarai sepeda motor baru. Ada rona keceriaan yang tersemburat di wajahnya. Tetapi sejak itu pula, Anca makin jarang saya temui di kampus, apakah dalam ruang kuliah atau di sejumlah kegiatan mahasiswa. Saya tanya pada sebagian teman-teman Anca. Kata mereka, Anca sekarang sibuk dengan kekasihnya. Antar jemput kekasihnya dan setelah itu narik ojek.
Ketika itu, dalam kesenangan Anca mungkin tidak menyadari, kalau sebenarnya orangtaunya membelikan sepeda motor dengan keterpaksaan dan setengah hati.
Sekitar dua atau tiga bulan saya tidak mendapat kabar tentang Anca dan sepeda motornya. Dan masuk bulan keempat, saya dapat kabar dari teman Anca, kalau sepeda motornya hilang di kampus saat Shubuh menjelang. Anca sekarang kembali kuliah tanpa sepeda motor seperti sebelumnya.
Kisah ini memberi pelajaran bagi kita, kalau kasih sayang tidak selalu dalam bentuk pemenuhan materi. Sebab, pemenuhan materi pada anak tanpa menimbang risiko, sama saja kita sebagai orang dewasa telah menjerumuskan generasi bangsa ini ke jurang kesesatan sosial.
Kedua, dari kisah ini kita dapat memetik, sebenarnya Tuhan secara ghoib sudah membisikkan pada Anca untuk tidak terlalu memaksakan diri memiliki sepeda motor. Cara tuhan berbisik melalui penolakan orang tua Anca yang tidak bersedia membelikan sepeda motor. Tetapi karena Anca memaksa, akhirnya sepeda motor dibeli, tetapi hanya saat saja kemudian sepeda motor itu diambil kembali oleh Tuhan dengan cara Tuhan mengutus Pencuri untuk mengambil paksa.
Tuhan mengutus pencuri, bukan karena Tuhan jahat, atau menghukum Anca dan kedua orangtuanya. Pesannya adalah, dengan hilangnya sepeda motor, tanpa sepengetahuan indera manusia, Anca dan kedua orangtuanya sedang diselamatkan oleh Tuhan, pada peristiwa yang mungkin akan terjadi pada keluarga itu, yang lebih buruk lagi dibanding sekadar kehilangan sepeda motor.