Reflation
Fenomena melambatnya pertumbuhan ekonomi global yang disertai oleh kenaikan inflasi yang tinggi akan berdampak kepada reflasi dan stagflasi yang ditunjukkan oleh inflasi yang tinggi disertai dengan kenaikan suku bunga yang tinggi oleh Bank Sentral pada masing-masing negara yang mengalami dampak resesi dan inflasi cukup dalam pada periode waktu yang signifikan (Higher for longer). Periode resesi diperkirakan akan melandai pada pertengahan kuartal ke-IIl tahun 2023 sampai dengan 2024, dengan estimasi peak fed fun rate oleh Federal Reserve di kisaran 5,25% yang akan berdampak kepada suku bunga acuan maupun Coupon Obligasi Global, Capital Flight, Global Currency, harga emas dunia yang tertekan serta multiplier effect lainnya.
Kondisi tersebut dapat dilihat pada periode awal terjadinya perlambatan/slow down pada pertumbuhan ekonomi global di awal tahun 2022 yang diperkirakan mengalami perlambatan dari 5,7% pada tahun 2021 menjadi hanya 3,2% pada tahun ini. Kondisi tersebut akan berlanjut menjadi resesi global pada tahun 2023 dengan perkiraan pertumbuhan sebesar 2,7% sampai dengan pertengahan tahun 2024. Hal tersebut merupakan tantangan baru pasca tekanan pandemi corona yang telah menguras energi dan sumber daya global yang sangat besar dampaknya bagi perekonomian dunia, dan fenomena krisis saat ini terjadi di tengah ketidakpastian global atas peperangan Rusia dan Ukrania serta belum tuntasnya kesepakatan atas penyelesaian perang dagang antara dua negara adidaya ekonomi Amerika dan Tiongkok.
Sumber dan Dampak Krisis
Fenomena, kronologi dan analisis atas faktor-faktor yang paling dominan memberikan tekanan terhadap melambatnya pertumbuhaan ekonomi global dapat di jelaskan pada uraian berikut:
1. EPISENTRUM KRISIS
  Penyebab utama melambat nya pertumbuhan ekonomi global merupakan dampak dari kondisi berikut :
- Inflasi
Kenaikan inflasi yang tinggi pada negara-negara ekonomi terbesar dunia seperti Amerika, negara uni Eropa dan negara industri menengah lainnya pada kisaran 8,8% periode tahun 2022, sebagai dampak dari pulihnya konsumsi global yang tertahan selama periode pandemi, tidak dapat diimbangi dengan kecepatan raintai suplai maupun suplai produk industri, kondisi tersebut akan berdampak pada melemahnya daya beli masyarakat, melambatnya pertumbuhan ekonomi yang akan berdampak terhadap resesi.Â
Dalam situasi ketidakpastian global saat ini, supply chain global diperburuk oleh strategi Tiongkok terhadap kebiijakan zero Covid yang membuat supply kebutuhan konsumsi global semakin menurun, dengan performa pertumbuhan ekonomi Tiongkok dari 8,1% pada tahun 2021 menjadi 0,4% pada Q2 dan 3,9% pada Q3 tahun 2022, di samping anjloknya pertumbuhan sektor properti Tiongkok yang mengalami penurunan nilai saham mencapai sekitar 50% sebagai akibat kekurangan likuiditas untuk pembayaran kewajiban jatuh tempo maupun kelanjutan proyek kepada pihak ketiga.
- Kenaikan suku bunga Acuan/Higher for longer
Inflasi tinggi yang melanda negara industri maju dan menengah tersebut berdampak kepada kebijakan Bank Central mereka seperti Federal Reserve Amerika dengan hawkish policy-nya menaikkan suku bunga acuan menjadi 3,75%-4%, yang diikuti oleh Bank Central negara Uni Eropa lainnya seperti BOE dan Deutsche Bundes Bank serta Bank Central negara lainnya sebagai antisipasi untuk meredam kenaikkan inflasi dan Capital Outflow Investment kepada safe heaven dalam mata uang USD, hal tersebut terlihat dari figur menguatnya index USD terhadap seluruh mata uang utama dunia.
- Perang Rusia -- Ukrania
Perang antara Rusia dan Ukrania tidak diantisipasi akan menjadi panjang seperti sekarang ini di mana dampaknya mengakibatkan kenaikan harga minyak mentah dunia, produk tambang, gandum, pupuk, pakan ternak dan lainnya, yang memberikan tekanan terhadap kenaikan inflasi secara global.