Sedari awal saya tidak pernah kaget mengapa jumlah positif Covid-19 di NTB tiba-tiba melonjak. Itu memang karena sebelumnya alat test nya tidak ada di daerah kita. Kita mesti menunggu kiriman hasil dari Jakarta.
Contoh sederhananya, ada satu pasien dalam pengawasan (PDP) yang meninggal. Setelah beberapa hari, barulah kita tahu hasil testnya. Ternyata PDP tersebut memang positif.
Sekarang, alat test itu sudah ada di NTB. Karenanya dalam waktu singkat kita sudah bisa mengetahui hasilnya. Angka yang tadinya 10 melonjak menjadi 25 orang. Lalu bertambah lagi menjadi 33 orang.Â
Lalu bagaimana dengan data nasional kita?
Tentu kita harus percaya kepada pemerintah, khususnya Kementerian Kesehatan. Sebab mau tidak mau, merekalah sumber data kita sekarang. Tapi, sekali lagi, sebagai masyarakat kita wajib juga berharap agar data yang disajikan itu benar-benar terukur dan valid.
Saat ini, semua provinsi di Indonesia sudah resmi terpapar. NTT dan Gorontalo menjadi yang terakhir terkonfirmasi. Sejumlah daerah mulai meminta izin untuk melakukan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB).
Data terbaru dari Kemenkes menunjukkan bahwa dari 34 Provinsi, total positif sebanyak 3.842, 286 sembuh, dan 327 meninggal. Angka ini memang terbilang cukup rendah jika mengacu pada 270 juta penduduk Indonesia.
Lalu apa lagi?
Begini. Seperti yang saya kutip dari tirto.id, jumlah pengujian virus Corona Covid-19 di Indonesia termasuk yang paling sedikit di dunia. Menurut laman Worldometers.info, dari satu juta orang, hanya 65 yang pernah di tes per Sabtu, 11 April.
Sederhananya, yang mau saya sampaikan adalah jangan-jangan rendahnya angka penularan seperti data yang ada saat ini, karena memang sedikit sampel yang diambil (sekali lagi saya berharap tidak demikian).
Satu-satunya cara untuk mengetahui seseorang itu positif terpapar hanya setelah dilakukannya test. Maka, hasilnya menjadi sangat bergantung pada berapa jumlah orang atau sampel yang di test itu. Barulah muncul statistiknya.