Adikku, jika bagimu ilmu pengetahuan adalah cahaya dan membumikannya di dalam ladang kehidupan jauh lebih penting dari segalanya, maka pancarkanlah cahaya itu kepada dunia sekitarmu. Buktikanlah kepada mereka bahwa ilmu itu bisa menyatu dengan segala sikap, keikhlasan, serta tindakanmu yang selalu ingin melihat dunia sebagai wahana bermain, tempat menumpahkan segala bentuk kebaikan.
Adikku, kita tidak bisa memaksa orang lain untuk memberi penilaian baik atau tidak kepada kita, namun bukan berarti kita harus berhenti berbuat baik. Meski demikian, buktikanlah kepada dunia, bahwa mereka yang besar bukan karena kehebatan serta kemewahan yang dimilikinya, melainkan karena kekuatan karakternya yang membasahi semesta ini dengan embun kebajikan.
Adikku, untuk membuat kedua orangtuamu bangga, kamu tak perlu sesempurna para nabi. Kamu juga tak selalu harus wisuda tepat waktu layaknya yang lain. Kamu cukup menjadi dirimu sendiri. Kamu cukup menyerap berbagai kebijaksaan dari kampus, lalu mengembalikannya sebagai lentera yang menerangi masyarakat luas. Kamu cukup menjadi pepohonan rindang tempat orang lain berteduh. Kamu cukup menjadi pupuk yang menggemburkan bumi ini dengan senyum serta kebaktian.
Adikku, terlepas dari berhasil atau tidaknya kamu mengenakan toga dalam waktu dekat ini, aku selalu bangga padamu.
Sekian surat kecil ini aku tuliskan. Semoga bisa menghibur hatimu yang sedang digandrungi kesedihan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H