Pengertian Filsafat Pendidikan Pragmatisme
Pragmatisme dalam bahasa Yunani adalah sesuatu yang dilakukan, tindakan, atau kerja. Pragmatisme merupakan suatu pokok filsafat pragmatic dan menentukan nilai pengetahuan berdasarkan kegunaannya. Dalam filsafat pendidikan pragmatisme ini berusaha untuk menengahi tradisi empiris dan tradisi idealis yang menggabungkan suatu hal yang mengacu pada pragmatisme. Aliran filsafat ini tidak mengakui bahwa didalam diri manusia terdapat suatu keahlian atau kemampuan yang bersifat moralitas dan spiritualitas, sebab manusia adalah makhluk hidup yang bergantung pada keahlian kreativitas, kecerdasan, dan juga cara melakukan kegiatan di dalam masyarakat. Dasar dari pragmatisme adalah suatu pengamatan logika dan apa yang ditampilkan manusia pada dunia nyata bersifat fakta individual, konkret, dan terpisah satu dengan yang lainnya. Orang pragmatis tidak melakukan apapun yang tidak berguna atau yang menguntungkan untuk dirinya dan lembaganya, karena dia berpikir bahwa sesuatu yang tidak berguna sebenarnya tidak benar untuknya.
Tokoh-tokoh Filsafat Pendidikan Pragmatisme
1.) Charles Sanders Peirce, ia sangat terkenal  dalam filsafat klasik juga sangat mengetahui dan memahami tentang ilmu pengetahuan. Peirce menganggap bahwa yang penting adalah pengaruh yang dimiliki suatu ide. Peirce membagi kebenaran menjadi dua. Yang pertama yaitu Trancendental Trunth, yaitu suatu kebenaran yang didapatkan pada benda itu sendiri. Dan yang kedua, Komplex Truth, yaitu kebenaran dalam pernyataan.
2.) William James, ia memiliki pengaruh yang besar terhadap filsafat pragmatisme Amerika. Pemikirannya dalam filsafat ini bahwa memahami suatu ilmu pengetahuan sangat dominan dipengaruhi oleh pandangan normatif. Ia juga mengatakan pragmatisme adalah suatu realitas atau sesuatu yang dinyatakan real untuk kita ketahui.
3.) John Dewey, ia mengemukakan sebuah pokok-pokok pemikirannya tentang pendidikan yaitu kehidupan itu sendiri (life), sebagai pertumbuhan (growth), suatu proses sosial (sosial process), dan usaha pembangunan kembali pengalaman-pengalaman (reconstruction of experience). Dewey juga mengemukakan bahwa pengetahuan hanya dicapai melalui sebuah metode ilmu pengetahuan saja.
4.) Heracleitos, ia mengemukakan bahwa pragmatisme memiliki sebuah asumsi yang bersifat realistas dalam proses yang dibuat. Heracleitos menyatakan bahwa segala sesuatu tidak benar-benar ada jika tidak ada prinsip utamanya yaitu realitas. Ia juga melukiskan bahwa realitas seperti air yang terus mengalir dan seseorang tidak akan turun dua kali dalam air sungai yang sama. Maksudnya realitas ini selalu memiliki proses untuk belajar.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H