Seorang pendukung Prabowo-Sandi, kubu 02, mengirimi TL facebook saya dengan meme sepiring tokai. Saya tersenyum saja. Pasti dia merasa hebat dan gembira dengan perbuatannya, tapi bagi saya itu hanya menguatkan bukti dan mengkonfirmasi ketidakberadaban pendukung Capres 02 alias Prabowo. Memenya itu langsung aja saya kirim ke twitter Prabowo dan Sandiuno, biar mereka tahu begitulah kebiasaan pendukung mereka. Kalah berdebat maki-maki, dan ngamuk.
Saya, sebagai pendukung Capres 01, alias Jokowi-Ma'ruf, takkan pernah melakukan hal serendah itu. Bahkan kalau berdebat di twitter dengan pendukung Prabowo-Sandi saya tak pernah menyebut mereka kampret, walau mereka dengan sangat beringas mencebongi saya. Mereka bilang IQ kalian 200 sekolam. Saya hanya tertawa dan membalas dan kalian 200 segoa? Tapi saya tetap tak menyebut mereka kampret. Untuk apa? Tak ada gunanya berlaku bodoh kaya gitu.
Saya lebih suka menggunakan ilmu mereka sendiri, memutarbalikkan kata. Mereka bilang saya tolol, idiot, saya cuma balas, "Kalau idiot sekolah dulu Mas, jangan malah berkeliaran , tuh SLB lagi buka pendaftaran." Lama-lama mereka nggak tahan sendiri dan bilang saya gila, lalu lari menghilang tak nongol lagi ha ha.
Mengapa saya tak mau membalas kekasaran dan kekurangajaran mereka? Â Karena Jokowi itu orang baik, kita sebagai pendukungnya juga harus bercitra baik. Jangan sampai ulah kita justru meludahi muka Jokowi.Â
Lagipula untuk apa? Apa hebatnya bisa mengirimi orang meme menjijikkan kaya gitu? Apa bisa membuat orang itu langsung mati atau koma enam bulan? Yang dikirimi meme cuma ketawa dan balik bilang, "Wah BAB kamu banyak sekali? Dan dimakan lagi? Gawat! Ha ha ha." Apa gunanya itu? Cape-cape aja.
Tak ada gunanya bersikap seperti itu, karena ini cuma Pilpres, yang berlangsung sekali 5 tahun. Dan yang menang Pilpres juga takkan tahu kamu siapa, karena yang terlibat jutaan orang. Setelah pesta kemenangan para carpetbagger (petualang politik) yang tadinya sembunyi di balik tiang, dengan segera akan menunjuk dada dan menyatakan betapa berjasanya dia terhadap presiden terpilih, lalu sikut-sikutan mencoba masuk ring 1 presiden. Begitu terus kejadiannya, berulang setiap lima tahun.
Bagi yang menjadikan Pilpres mata pencarian memang ada bedanya. Mereka menghina, mencaci maki, memfitnah Capres lawan karena dibayar. Bayarannya lumayan, bisa beli mobil atau rumah, tergantung pengaruhmu seperti apa atau seberapa jauh daya pengaruhmu.Â
Kalau cuma 100 -- 1.000 orang ya paling dapat tip bulan Rp 500 ribuan, tapi kalau follower-mu 1.000.000 sampai 10.000.0000 bisa jadi Rp 5 - 10 jutaan, dst. Makin banyak influencer-mu, makin banyak pula komisi yang masuk ke kantong. Tapi jangan terlalu berharap pada Prabowo -- Sandi, mereka memang kaya raya. Berjanjinya sih cepat, namun realisasinya bisa bikin kamu bongkok menunggu!
Jadi yang wajar-wajar sajalah. Tak perlu menjadi gila karena Pilpres, karena Pilpres ini harusnya waktu untuk bergembira dan bersenang-senang bagi kita rakyat Indonesia. Apalagi sampai mengancam akan membuat kerusuhan seperti di tahun 1998. Itu rencana yang sangat keji, tak bertanggungjawab dan tak peduli bangsa serta negara. Karena Capres yang baik seharusnya berpikir akan masa depan yang cerah bagi bangsa dan negaranya, bukannya membuat kerusuhan yang akan menenggelamkan citra negaranya di mata dunia!
Mari berdemokrasi dengan dewasa dengan tetap menjaga marwah dan kemuliaan bangsa dan negara kita. Tidak susah itu: tanggal 17 April 2019 cobloslah Capres yang kamu suka. Yang tidak kamu suka ya jangan dicoblos--mungkin karena benci kamu lupa---karena kalau nyoblos dua ya batallah suaranya!
Salam merdeka!
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H