Mohon tunggu...
Widya Tri Ayu Andini
Widya Tri Ayu Andini Mohon Tunggu... Pelajar -

Lahir dan tinggal di Palembang, kegemaran membaca, merangkai kata-kata menjadi kalimat yang enak dibaca, beropini dalam perspektif kebangsaan, mengedepankan logika dalam berfikir.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Jadilah Orang Indonesia yang Hebat, Bukan Menjadi Orang Hebat di Indonesia

26 Desember 2016   01:04 Diperbarui: 1 Januari 2017   14:27 60
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Makna dari judul yang mengawali tulisan saya ini adalah jika anda menjadi warga negara Indonesia yang hebat maka kehebatan anda selalu anda sumbangkan demi kemajuan bangsa. Tidak ada gunanya bagi bangsa ini jika kehebatan anda hanya untuk diri anda sendiri, sehingga seakan-akan anda menjadi orang hebat yang hanya menumpang di suatu negeri.

Maju mundurnya atau hebat tidaknya sebuah negara demokrasi diukur dari seberapa hebatnya pola pikir rakyat yang bisa disumbangkan untuk kepentingan kemajuan bangsa.

Beda dengan negara otoriter, asalkan pemimpinnya pintar walaupun rakyatnya pada bodoh tidak ada persoalan.

Negara Indonesia yang kita cintai ini adalah negara demokrasi, elemen penting dari negara demokrasi adalah kondisi intelektual dan moralitas rakyat. Pertanyaannya adalah berapa besar kedua indikator minimal tersebut ada pada masyarakat kita?

Jika rakyat sudah mempunyai tingkat intelektual yang mumpuni dan moralitas yang baik maka:

  1. Tidak ada perilaku konyol di masyarakat seperti fenomena “ Om Telolet Om ”.
  2. Tidak ada politisi calon wakil gubernur yang ikut-ikutan berdiri di pinggir jalan lalu meminta sang sopir bus membunyikan klakson “telolet”, karena ia sadar betul  akan ditertawakan rakyat.
  3. Tidak ada lagi politisi yang setiap blusukan sambil menggendong anak orang, karena ia sadar bahwa cara tersebut sudah tidak laku “dijual” kepada rakyat yang sudah cerdas dalam berfikir.
  4. Tidak ada lagi fenomena rating tinggi tayangan buruk di media televisi.
  5. Rakyat yang hebat akan memilih calon pemimpin yang terhebat.

Negara kita ini sudah terlanjur menjadi negara demokrasi, maka mau tidak mau rakyat harus dicerdaskan terlebih dahulu, jangan malah memanfaatkan ketidakcerdasan sebagian rakyat untuk tujuan tertentu.

Oleh karena itu dengarkan aku si anak kecil ini atau bacalah tulisan dari bocah yang belum genap usia 17 tahun ini.

Wahai para calon pemimpin berikan aku jawaban, maafkan aku Bapak. apa yang bisa aku teladani dari Bapak disaat engkau berdiri di pinggir jalan meminta sopir bus membunyikan klakson “ telolet”?.

Jika toh engkau jadi pemimpin, bisa aku bayangkan betapa sulitnya engkau memimpin  dalam kondisi  rakyatmu belum dewasa.

Wahai para insan televisi berikan aku jawaban, pendidikan apa yang sedang kau berikan kepadaku ketika aku menonton program  acaramu tentang perkawinan Raffi Ahmad selama tujuh hari tujuh malam? Lalu apa  manfaat buatku ketika aku menonton tayangan seperti Raffi Ahmad yang sedang jalan-jalan bersama istrinya? Ya sudahlah .... aku terlanjur menghafal istri Om Raffi itu namanya ini, anaknya namanya itu, sedang jalan-jalan ke kota A,B,C di kawasan Eropa, mobilnya merek F, rumahnya segede apa. Akan kucoba menghafal semampuku siapa tahu bakal keluar dalam soal di ujian sekolahku, kalau itu maumu.

Indonesia tercinta ini kelak akan dipimpin oleh anak-anak dan remaja saat ini. Cukup disayangkan dengan mesin teknnologimu yang canggih yang bernama televisi selalu saja menyajikan menu yang jauh bila dikatakan bergizi bagi perkembangan moral dan otak kami.

Para orangtua dan guru-guru sekolah dengan mati-matian mendidik anak-anak atau murid mereka dengan harapan menjadi anak yang cerdas dan bermoral baik.

Maafkanlah anakmu ini ayah, aku tidak mampu lagi menahan gempuran ombak kebebasan yang tanpa syarat apalagi syariat.

Sebagai penutup dari tulisan singkat ini adalah jika boleh aku memohon dengan segala kerendahan hati yang paling dalam, karena memang aku seorang anak yang hanya membawa sebatang lilin kecil, mana mungkin bisa merubah sebagian dunia yang masih gelap.

JANGAN MENCARI MAKAN SEPERTI MUSANG DENGAN MEMANFAATKAN KEGELAPAN, LEBIH BAIK JADILAH SEPERTI  LENTERA YANG BISA MENERANGI KEGELAPAN.

Jika Tidak,.......

            Ya Sudahlah …….

ya sudahlah ayah

biarkan aku tetap terbang

sekalipun  sayapku patah sebelah

izinkan aku melayang

melawan angin malam

walau mendung hitam bergelayutan

ya sudahlah ayah

biarkan aku tetap berjalan

sekalipun banyak persimpangan gelap

izinkan aku terus bertapak

di atas kerikil tajam

walau tertatih tanpa lentera


Penulis: Widya Tri Ayu Andini

Siswa SMK Negeri 2 Palembang

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun