Susi tidak sampai pada pemahaman politik, bahwa untuk sebuah kebijakan yang bahkan mementingkan urusan bangsa dan negara, seorang menteri harus menghitung agar tidak ada kekuatan politik yang terkena dampaknya. Bagi Susi, kepentingan bangsa dan negara harus ditempatkan diatas kepentingan yang lain, apalagi kepentingan politik, sesederhana itu.
Saya masih teringat ketika bersama-sama kawan-kawan Rumah Gerakan 98 menjumpai Susi di kantornya beberapa hari sebelum Hari Raya lalu. Dihadapan kawan-kawan aktivis, ia tetap memberikan pendapatnya tentang kondisi terkini di kementeriannya secara alamiah, tidak politis sama sekali. Sama halnya ketika Rumah Gerakan 98 bermaksud untuk menganugerahi dirinya 'Srikandi Maritim Awad', Susi tetap tidak terjebak menjadi politis. Susi memang bukan politisi.Â
Walaupun ia mungkin menyadari bahwa jabatan menteri adalah jabatan politik, itu tidak membuat kebijakannya menjadi harus dikompromikan seperti halnya kesepakatan politik. Saat ini, Susi berada dipusaran politik. Jika ia tidak bersikap, maka upaya melemahkannya secara politik akan terus dilakukan. Satu hal yang mungkin tidak diperhitungkan para politisi yang menekan Susi adalah bahwa Susi terlalu populer dikalangan masyarakat. Menekannya atau bahkan menyingkirkannya, akan berakibat buruk pada penilaian publik terhadap pemerintahan Jokowi-JK. Pertanyaan nakal kemudian terlintas dikepala saya, apakah Susi merupakan anugerah atau justru kutukan bagi Indonesia. Mudah-mudahan politisi kita masih waras, sekedar untuk membedakan anugerah dan kutukan. Tabik.
Oleh : Irwan. S
Penulis adalah rakyat Indonesia, tinggal di Jakarta
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H