Mohon tunggu...
Money

Habis Cantrang Terbitlah Garam; Susi di Pusaran Politik Kepentingan

1 Agustus 2017   02:07 Diperbarui: 1 Agustus 2017   03:28 587
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sebuah majalah menarik perhatian saya. Di sampul depan, beberapa foto perempuan terkenal di negeri ini terpampang. Headline di majalah tertera "71 Indonesian Inspiring Women 2016". Saya tertarik mengambil majalah tersebut dan membacanya karena terlihat ada foto Susi Pujiastuti, Menteri Kelautan dan Perikanan (KKP), dipojok kiri bawah sampul majalah.

Agak aneh karena majalah tersebut belum pernah saya lihat sebelumnya. Di sebuah kedai kopi tidak jauh dari sebuah pusat jajan dan mall di bilangan Cilandak, tempat saya bertemu kawan-kawan, saya menemukan majalah tersebut tanpa sengaja.

Saya tertarik untuk terus mengikuti berita tentang Susi. Menteri yang satu ini, selalu saja membuat berita. Unik dan selalu baru. Tapi saya mungkin lebih tertarik pada manuver kebijakannya yang kemudian selalu saja ditanggapi oleh banyak pihak sebagai kebijakan yang kontroversial. Tak lama setelah menjadi menteri, Susi lantas saja menuai perlawanan. Bukan saja dari para mafia ilegal fishing yang dia sapu bersih sehingga tidak lagi dapat merampok ikan di perairan Indonesia. Tetapi juga perlawanan dari banyak politisi yang dengan berjuta alasan menyalahkan Susi atas kebijakan kontroversialnya dan bahkan juga menekannya secara politis.

Sebagai seorang yang teramat "moody" untuk menulis, sebenarnya Susi justru menciptakan ruang dan inspirasi bagi saya untuk tetap mendapatkan ide untuk menulis. Seperti tidak pernah kering, tentang Susi selalu menarik untuk ditulis. Beberapa kawan sempat bertanya karena dalam waktu hanya seminggu belakangan, saya menulis lebih dari tiga tulisan tentang Susi yang saya buat. Saya katakan, saya jelas bukan stafnya, saya bukan siapa-siapa. Tapi saya merasa perlu menyampaikan kebenaran tentang apa yang saya tahu tentang apa yang sedang dihadapi Susi kepada banyak pihak. Menulis, mungkin hanya itu yang bisa saya lakukan.

Ketika isue cantrang mulai kembali dihembuskan oleh Muhaimin Iskandar, Ketua Umum Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) beberapa waktu lalu, segera saja saya mengontak beberapa kawan yang kebetulan berada ditempat dimana praktik penggunaan cantrang tersebut marak dilakukan. Dari mereka, yang kebetulan juga memiliki famili dan kolega yang menjadi pekerja di kapal pengguna cantrang, saya memperoleh informasi yang menurut ukuran saya cukup akurat. 

Bagi saya, hal itu sudah cukup untuk membuat tulisan yang sekiranya dapat meluruskan informasi sebenarnya tentang cantrang yang dipolitisasi menjadi opini yang berkembang begitu liar, sehingga menjadi amat tidak proporsional lagi. Tulisan saya mungkin tidak banyak membantu Susi. Tapi saya cukup puas karena secara lugas dan tanpa tedeng aling-aling saya berani menunjuk hidung para anasir yang mencoba melakukan tekanan politik pada Susi melalui isue cantrang.

Dalam banyak diskusi saya dengan beberapa kawan, jika kami membahas soal Susi dan cantrang, kerap muncul perdebatan. Dan saya, sesuai pengetahuan yang saya dapat, berusaha meluruskan keterangan media yang didapat kawan-kawan dengan fakta empiris yang saya peroleh. Tidak banyak yang terlintas dalam kepala saya, kecuali bahwa saya merasa bahwa Susi layak untuk dibela.

Belakangan, setelah isue cantrang meredup, Susi kembali digempur oleh adanya pemberitaan tentang tingginya harga dan langkanya garam. Opini kemudian digeser-geser kepersoalan import garam. Sama seperti ketika isue cantrang muncul, segera pula saya mengumpulkan informasi tentang persoalan garam itu. Dan sama sebangun dengan cantrang, isue garam juga merupakan penyimpangan opini yang menurut saya menyesatkan.

Bersyukur saya ketika saya bersdiskusi dengan dua kolega saya di Jurnal Maritim, Achmad Fajar dan Agust Shalahudin, kami akhirnya berpikir untuk segera menemukan formulasi yang paling rasional untuk dapat membantu Susi mengatasi persoalan kelangkaan garam. Suatu masalah yang tak kurang seorang Wakil Presiden seperti Jusuf Kalla sampai perlu bicara. Segera saja Dewan Redaksi Jurnal Maritim mengeluarkan artikel tentang krisis garam dan peta jalan industri garam nasional. 

Kami sampai pada beberapa hal, bahwa kelangkaan garam rakyat yang berada dibawah koordinasi KKP amat mungkin disebabkan oleh cuaca yang tidak menentu. Produksi yang rendah akibat faktor cuaca itu menyebabkan menurunnya angka pasokan garam nelayan. Akibatnya tentu saja harga menjadi tinggi, mengingat suplai yang tidak sebanding dengan demand akan menyebabkan kelangkaan barang dan faktor ikutannya adalah tingginya harga barang produksi tersebut. Pertanyaan paling naif adalah, apakah KKP yang dipimpin Susi juga bertugas memastikan ketersediaan stok garam dan juga mengontrol harga garam? Bukankah memastikan ketersediaan stok dan menstabilkan harga barang produksi adalah domain Kementerian Perdagangan?

Bagi saya, cantrang atau garam, atau apapun itu, jika digelindingkan menjadi opini sepihak maka akan menjadi sebuah upaya politisasi. Susi mungkin keras kepala. Tapi ia juga manusia. Seorang profesional yang menjadi menteri dan sama sekali bukan dari salahsatu kekuatan politik, tentu akan bersikap lurus saja. Susi enggan untuk kompromi, sebuah praktik yang lumrah dalam politik. Mungkin setahu Susi, peraturan atau kebijakan yang menguntungkan negara, pasti akan dibela mati-matian bersama. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun