Mohon tunggu...
Politik Pilihan

Satgas Pelabuhan dan Sapu Bersih Pungli Mempertegas Keterbutuhan Kepada Terbentuknya Intelijen Maritim

16 Oktober 2016   00:51 Diperbarui: 16 Oktober 2016   01:03 172
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Satgas Pelabuhan yang dibentuk oleh Kapolri, Jenderal Tito Karnavian, atas perintah Presiden Jokowi dikarenakan adanya indikasi permainan mafia di pelabuhan. Terbentuknya Satgas Pelabuhan tersebut menjadi reaksi atas kemarahan Jokowi ketika mengetahui masih lambannya sistem dwelling time, terutama di pelabuhan Belawan Medan dan Tanjung Perak Surabaya. 


Presiden Jokowi marah besar karena kelambanan itu dapat berakibat kepada rendahnya kualitas pelayanan pelabuhan nasional yang dapat mengakibatkan citra buruk bagi performa pelabuhan Indonesia.

Kontroversi tentang definisi dan sistem kerja dwelling time kemudian bermunculan. Seperti biasa, orang kemudian baru berani berkomentar setelah Jokowi berkomentar. Analisis dan pendapat yang harusnya lahir sebelum Jokowi mengamuk karena lambannya dwelling time, memperlihatkan rendahnya nyali banyak 'instan komentator' tersebut menyampaikan 'kebenaran fakta'.

Tapi, marilah kita tinggalkan mereka yang rendah nyali tapi banci tampil itu.
Ikutan dari kemarahan Jokowi adalah munculnya pembentukan satgas yang dikhususkan untuk menyelidiki dan menuntaskan kasus lambannya dweeling time tersebut. Dan, kontan saja, tidak berapa lama satgas yang dipimpin langsung oleh Kapolri itu menindak beberapa oknum di pelabuhan Belawan yang terindikasi ikut bermain atas kelambanan proses dwelling time.

Beberapa saat berselang, di Kementerian Kelautan dan Perikanan juga muncul masalah serius yang memang kurang mendapatkan perhatian publik.
KKP gagal mendistribusikan 3.445 kapal tangkap dikarenakan alasan tidak maksimalnya jumlah koperasi yang menjadi penyalurnya. Hanya 1.719 kapal tangkap yang berhasil didistribusikan. Pihak dirjen terkait, menyatakan bahwa soal tersedianya koperasi adalah alasannya. Sebuah langkah yang tidak memiliki perhitungan matang.

Yang ketiga, adalah kasus terbaru yang masih menjadi pemberitaan hangat, tentang Operasi Tangkap Tangan Mabes Polri di Dirjen Perhubungan Laut Kemenhub. Kasus yang menjadikan beberapa oknum pegawai kemenhub itu, menjadi berita besar dikarenakan kehadiran Jokowi saat OTT terjadi. Dan sebagai reaksinya Jokowi memerintahkan Wiranto, selaku Menkopolhukam, memimpin tim Operasi Sapu Bersih Pungli untuk melakukan penyisiran praktik pungli di instansi pemerintah.

Semua kasus diatas, adalah kasus klasik yang sebenarnya sudah terjadi tahunan, atau bahkan puluhan tahun. 

Lambannya dwelling time yang mengakibatkan tidak performnya pelabuhan kita, bukan saja merugikan negara, menguntungkan pelabuhan tetangga dalam hal ini Singapura, tapi juga membuat kuku para mafia pelabuhan semakin mencengkeram yang menimbulkan praktik pungli dan korupsi merajalela. Praktik yang jelas akan menghambat Program Tol Laut dan visi besar Indonesia Poros Maritim Dunia.


Tidak tercapainya target distribusi kapal tangkap oleh KKP, memperlihatkan betapa tidak profesionalnya perencanaan direktorat jenderal terkait. Mereka tidak mampu menopang performa sang menteri, Susi Pujiastuti, yang sejak menjadi Menteri KKP memiliki akselerasi yang berkelas. Banyak kebijakannya bersinergi dengan program maritim nasional.
Lalu tentang pungli di Dirjen Hubla Kemenhub baru-baru ini. Fakta akan adanya praktik menyimpang itu seharusnya sudah bisa kita baca sejak ditangkapnya Dirjen Hubla Bobby Mamahit terkait proyek pengadaan kapal fiktif ratusan miliar.

Setahun lalu, penulis dan beberapa kawan menemui Kepala BIN terkait perlunya dibentuk intelijen maritim didalam tubuh BIN. Dalam konsep intelijen maritim terkait disebutkan tentang perlu adanya cegah dini praktik korupsi, pungli dan sejenisnya di instansi yang terkait dalam bidang maritim. Intelijen maritim juga harus diorientasikan kepada aspek melindungi potensi ekonomi dan niaga, mengingat tol laut itu sendiri adalah berkait dengan pelayaran niaga. Intelijen Maritim juga diupayakan maksimal untuk membantu presiden dalam pengelolaan anggaran terkait belanja negara dalam proyek pengadaan infrastruktur dan peralatan, termasuk pengadaan kapal.

 Efisiensi itu adalah cara melindungi potensi ekonomi negara.
Entah kenapa, Sutiyoso saat itu dalam kapasitasnya sebagai Kepala BIN tak kunjung merealisasikan terbentuknya intelijen maritim.
Tetapi jika kita melihat beberapa kejadian diatas maka sudah saatnya Intelijen Maritim dibentuk. Tugas Satgas Pelabuhan atau Tim Operasi Sapu Bersih Pungli sesungguhnya dapat menjadi lebih maksimal dengan terbentuknya Intelijen Maritim sebagai institusi cegah dini.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun