"He bego siaaa" Aku menatap wajah serius sahabatku ini. Dua detik saja. Lalu tiba tiba aku kembali merasakan hal yang tak biasa. Seperti kala aku memeluk bingkai fotonya di malam malamku yang sendirian. Menentramkan mataku, tubuhku, aliran darahku. Seperti saat aku membayangkannya di langit langit kamar. Bersamanya tak pernah ada kata hambar. Entahlah, perempuan mana yang akan ia tembak. Aku hanya perlu menunggu. Juga menyiapkan air mata. Atau aku juga harus menyiapkan sebuah hadiah di hari pernikahannya yang akan selamanya menjadi hari terburukku suatu hari nanti.
Tunggu saja, aku tidak ingin terlalu menebak nebak.
Bagaimana bisa mencintai dalam diam bisa semenyakitkan ini?
-
Malang
Tanpa tanggal pasti, ini cerita lama.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H