Masalah sosial yang masih sering terjadi yaitu maraknya pernikahan di usia yang belum matang, salah satunya disebabkan oleh pergaulan bebas. Menurut data UNICEF tahun 2023, diperkirakan terdapat 640 juta Perempuan dan Perempuan pernah menikah di usia anak. Dilansir dari okezone.com tercatat bahwa jumlah dispensasi pernikahan mencapai 12.334 kasus.
     Pernikahan usia dini merupakan peristiwa pernikahan yang dilakukan oleh anak dibawah 16 tahun bagi perempuan dan dibawah 19 bagi laki-laki. Dalam undang-Undang Republik Indonesia No. 1 tahun 1974 pasal 7 mengatur batas minimal usia untuk menikah di mana pernikahan hanya diizinkan jika pria sudah mencapai usia 19 tahun dan pihak wanita sudah mencapai usia 16 tahun. Pernikahan dini biasanya dilakukan untuk menghindari fitnah ataupun sex bebas. Tetapi disisilain Adapun orangtua yang menikahkan anak mereka karena faktor ekonomi dan rendahnya Tingkat pedidikan.
     Di dalam sebuah agama tujuan pernikahan adalah untuk ibadah, untuk menjaga diri dari perbuatan maksiat. Lalu bagaimana jika seseorang menikah diusia dini? Usia perkawinan yang terlalu dini dapat mengakibatkan meningkatnya kasus perceraian karena kurangnya kesadaran untuk bertanggung jawab dalam kehidupan berumah tangga bagi suami istri.
     Secara psikologis menikah diusia dini bisa mempengaruhi mental, karena pada usia tersebut mereka belum sanggup untuk menghadapi bagaimana beratnya kehidupan berumah tangga. Mereka juga akan kehilangan masa sekolah dan masa remajanya.
     Dari segi Kesehatan, ideal Wanita untuk hamil adalah usia 20-an. Apabila hamil di usia muda atau di usia dini bisa berisiko kelahiran prematur, berat badan bayi rendah, pendarahan persalinan yang  berpotensi meningkatkan kematian ibu dan bayi.
     Pernikahan dini dapat membatasi remaja tersebut untuk mengeksplor hal baru serta akan membatasi ruang lingkup pergaulan. Kehamilan remaja di luar pernikahan karena pergaulan bebas akan mendapat sanksi sosial dari Masyarakat sekitar, hal ini tentu saja tidak baik untuk masa pertumbuhan remaja. Rasa malu yang timbul akibat sanksi sosial tersebut akan membuat remaja hanya dirumah dan enggan untuk berinteraksi dengan sekitar.
     Faktor Pendidikan juga menjadi salah satu faktor pernikahan dini, rendahnya tingkat pendidikan serta pemikiran orang tua yang masih terpacu pada zaman dahulu dimana pernikahan dilakukan diusia belasan menjadi faktor pendorong pernikahan dini. Realitanya, kehidupan zaman sekarang dan zaman dahulu sama sekali tidak bisa disamakan, kemajuan teknologi saat ini menjadi penerang untuk kita bisa menentukan apa yang baik dan buruk.
     Selain itu, faktor ekonomi juga menjadi pendorong terjadinya pernikahan diusia dini. Orang tua yang memiliki seorang anak Perempuan tetapi mengalami keterbatasan ekonomi akan memilih untuk menikahkan putrinya agar terbebas dari tanggungan.
     Dari riset berita yang ada di media sosial, banyak pasangan muda bercerai karena masalah ekonomi serta perselingkuhan. Diusia yang masih muda mereka belum bisa dan masih tergolong labil untuk berkomitmen. Mereka juga belum siap secara mental dan fisik untuk menanggung beban rumah tangga yang berat.
     Maka dari itu undang-undang di negara Indonesia telah mengatur batas minimal usia perkawinan laki-laki dan perempuan. Hal ini dimaksudkan agar keduanya sudah siap secara mental, fisik, dan materi untuk melanjutkan kehidupan pernikahan. Serta untuk mengurangi potensi kematian ibu dan bayi akibat hamil diusia yang masih remaja.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H