Ini sudah kelewat batas! Malam malam sunyi dan dingin tubuhku memanas dan bising. Kau tak henti hentinya mengaduk pikiranku saat ini. Suaramu memenuhi seluruh gendang telingaku. Kalimatmu memenuhi seluruh ruang imajinasiku. Aku benci kamu, tapi aku tak ingin menanam dendam.
Kau manusia, bukan? Harusnya kau bisa merasa!
Kau memelukku erat dengan seluruh cinta, seolah hanya kau satu-satunya sumber cinta. Kau memberi harap dan menanyakan tentang masa depan seperti apa yang ada dalam bayangku, seolah kita sedang merencanakan masa depan bersama. Kau meluangkan waktu untuk menanyakan hari yang telah berlalu, seolah kau yang paling paham bahwa rumah seharusnya terasa hangat.
Kau manusia, bukan? Harusnya kau bisa merasa!
Kau kembali padanya tanpa menyisakan secuil rasa untukku. Kau kembali padanya dengan membawa seluruh pondasi milikku. Kau kembali padanya dan membiarkan aku menggigil karena rumahku telah kau hancurkan.
Kau manusia, bukan? Harusnya kau bisa merasa!
Kau meminta maaf atas kegaduhan yang kau perbuat. Kau menjelaskan segala perasaanmu yang sedari awal tak pernah kau niatkan untukku. Kau tidak bermaksud jahat, katamu.
Dimana hati nuranimu, sayang?
Aku kasihan padamu yang dengan mudahnya memporak porandakan hidupku tanpa unsur kesengajaan.
Tapi aku lebih kasihan pada diriku sendiri yang harus bertanggungjawab atas kekacauan hidup dan kelalaian pekerjaan.
Untukmu, selamat berbahagiaÂ
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H