Mohon tunggu...
Mega Widyastuti
Mega Widyastuti Mohon Tunggu... Mahasiswa - Universitas Bhayangkara Jakarta Raya

Mahasiswi jurusan Psikologi dan Sastra Hobi membaca dan menulis Genre favorit self improvement dan psikologi Penikmat kata Instagram @immegaw

Selanjutnya

Tutup

Puisi Pilihan

Waktunya untuk Pergi

7 Februari 2024   00:25 Diperbarui: 7 Februari 2024   00:30 106
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Puisi. Sumber ilustrasi: PEXELS/icon0.com

"Waktunya untuk pergi"

Masih kuingat saat kau bertanya padaku tentang bagaimana seseorang datang dan pergi sesuka hati. 

Datang seperti sinar matahari diwaktu fajar. Membawa segala hal yang dibutuhkan hidup. Memberi penerangan pada setiap insan. Dan yang terpenting mengisyaratkan pada semua orang bahwa harapan masih ada.

Baca juga: Aku Pergi

Namun, mengapa dia yang datang seperti sinar mentari dipagi hari tak pergi seperti senja disore hari? Yang menyajikan keindahan untuk dinikmati. Melukiskan panorama diujung cakrawala 'tuk dikenang. Dan yang terpenting mengisyaratkan perpisahan sementara karena esok akan kembali (lagi).

Lantas mengapa dia datang dan pergi kehidupku sesuka hatinya?

Mengapa tak dia pikirkan bagaimana caraku membereskan segala yang berantakan?

Baca juga: Kehilangan Hidup

Mengapa tak dia pikirkan bagaimana caraku menata ulang segalanya agar seperti semula?

Mengapa tak dia pikirkan bagaimana caraku untuk memulai semua yang telah porak poranda?

Jawabku, Aku pernah membaca sebuah kalimat 'hidup adalah siklus' sama seperti senja yang menanti matahari terbit sampai tenggelam. Sama seperti pelangi yang menanti sampai badai mereda. Sama seperti air terjun yang tak mengeluh meski jatuh demi sampai ke muara. Sama seperti dia yang pergi dari hidupmu tanpa sepucuk surat.

Kau menantinya untuk kembali, tapi tak tahu apakah dia juga ingin kembali padamu. Kau menantinya untuk kembali, padahal tahu dia telah melabuhkan hatinya pada yang lain. Kau menantinya untuk kembali, padahal kau tahu bahwa cinta patut diperjuangkan. Dan kau memilih untuk tetap menanti dan memantau. Meski kecewanya dia pada yang lain menjadi sakitmu dan bahagianya dia pada yang lain menjadi tombak yang menusuk jantungmu.

Tapi kau tetap menanti dia untuk kembali.

Aku disini. Dengan bodohnya jatuh cinta padamu. Dengan naifnya menemanimu untuk pulih. Dan dengan anehnya masih disini meski tau sinyal merah semakin membesar.

Kukira baikmu nyata, ternyata hanya ekspektasiku.

Kau yang tak berniat untuk menyakiti pada akhirnya menghancurkanku hingga jadi debu.

Kau yang diawal mengharapkan dia pergi seperti senja, nyatanya meninggalkanku seperti anomali di Segitiga Bermuda.

Dia kembali,

Penantianmu terbayarkan,

Selamat,

Semoga kau bahagia,

Semoga aku pulih,

Sampai jumpa

Poem by a little bit of Mega

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun