Wawancara adalah serangkaian kegiatan tanya jawab yang memiliki tujuan. Hal yang paling menonjol yang membedakan antara wawancara dengan ngobrol adalah tujuan kegiatan tersebut dilakukan. Biasanya kegiatan mengobrol dilakukan hanya sekedar untuk mengisi waktu luang saja, sedangkan wawancara dilakukan guna mendapatkan data yang ingin diperoleh oleh pewawancara.
Misalnya, pada wawancara kerja. Seorang HRD akan menjadwalkan sesi wawancara setelah psikotes selesai dilaksanakan. Kegiatan wawancara yang dilakukan bukan hanya untuk mengetahui wajah calon karyawan saja, melainkan juga untuk mengetahui, memvalidasi, dan menanyakan tentang komitmen kerja.
Dalam ilmu psikologi sendiri, wawancara biasanya dilakukan guna mendapatkan data yang valid, relevan, dan kredibel untuk kepentingan ilmu pengetahuan yang baru. Misalnya untuk menuliskan riset tentang kemiskinan di Indonesia, maka seorang peneliti haruslah melakukan wawancara dan observasi yang mendalam kepada narasumber yang tepat sesuai dengan kriteria penelitian demi mendapatkan informasi yang utuh.Â
Untuk mendapatkan informasi yang utuh, seorang peneliti tidak bisa tiba-tiba melontarkan sejumlah pertanyaan kepada narasumber, karena hal tersebut tidak sesuai dengan kode etik juga bisa saja jawaban yang diberikan oleh narasumber tidak sesuai dengan kondisi real/bias karena narasumber tidak nyaman atau cenderung takut saat diwawancarai. Maka dari itu, untuk mendapatkan data yang sesuai dengan kondisi real, seorang peneliti setidaknya harus memiliki 6 keterampilan dasar dalam melakukan wawancara, diantaranya yaitu : kemampuan membina rapport, empati, attending behavior, teknik bertanya, keterampilan observasi, dan active listening. Berikut penjelasannya!
- 1. Kemampuan membina rapport
kemampuan membina rapport merupakan kemampuan untuk memberikan kesan pertama yang baik kepada narasumber. Dengan adanya kesan pertama yang baik, biasanya narasumber akan merasa nyaman dan bisa memberikan kepercayaan kepada penanya sehingga dia bersedia untuk menjawab dengan apa adanya. Beberapa cara untuk membina rapport yakni memberikan senyuman hangat sebelum wawancara dilakukan, memberi sambutan/sapaan agar narasumber merasa diterima, melakukan jabat tangan sebagai tanda bahwa kedua belah pihak siap untuk melakukan wawancara, melakukan percakapan kecil sebelum masuk ke inti pertanyaan untuk menghilangkan suasana canggung, menggunakan bahasa yang baik dan sopan serta tidak lupa untuk menampilkan gesture tubuh yang baik, dan memperhatikan rumor yang dilontarkan karena tidak semua orang bisa diajak bercanda.
- 2. Empati
Empati merupakan kemampuan untuk memahami kondisi dan situasi yang dialami oleh penyintas meskipun orang yang bersangkutan belum pernah berada diposisi penyintas. Empati bukan merupakan tindakan yang mengharuskan kita untuk larut dalam emosional, melainkan cukup dengan berusaha untuk memahaminya saja. Selain itu, empati juga bukan merupakan tindakan membenarkan segala tindakan mereka, melainkan sikap menerima dirinya, memahami kondisinya, dan tidak menghakimi.
- 3. Attending behavior
Attending behavior merupakan kemampuan untuk lebih banyak mendengar daripada berbicara. Ingat lagi tujuan kita melakukan wawancara, yakni untuk mendapatkan informasi dari narasumber, bukan merupakan sesi untuk banyak bercerita. 4 hal yang harus diperhatikan dalam melakukan attending behavior yakni visual, vocal qualifier, verbal tracking, dan body language.
- 4. Teknik bertanya
Dalam wawancara, terdapat 2 jenis pertanyaan yang bisa diajukan oleh pewawancara untuk nerasumber. yakni pertanyaan terbuka dan pertanyaan tertutup. Penggunaan jenis wawancara ini bisanya disesuaikan dengan tujuan diadakannya wawancara. Pertanyaan jenis terbuka tidak bersifat mengarahkan jawaban narasumber kesatu titik jawaban, melainkan membiarkan narasumber bercertia sebanyak mungkin dan bebas mengekspresikan emosinya saat menjawab pertanyaan. Sedangkan pertanyaan jenis tertutup bersifat mengarahkan narasumber pada jawaban tertentu, misalnya mengarahkan pada jawaban ya atau tidak untuk 1 pertanyaan.
- 5. Keterampilan observasi
Tidak dipungkiri lagi bahwa keterampilan observasi merupakan keterampilan yang wajib dikuasai oleh observer atau peneliti. Hal ini penting untuk bisa melakukan kamuflase sehingga narasumber bisa merasa nyaman saat sesi wawancara berlangsung. Dalam keterampilan observasi, terdapat 3 subbab perilaku yang harus dipahami oleh peneliti, yakni perilaku nonverbal mencakup ekspresi wajah, bahasa tubuh, dan menghindari stereotip masyarakat tempat narasumber hidup, perilaku verbal mencakup kemampuan untuk memperhatikan penekanan kata atau kalimat-kamit yang sering diulang oleh narasumber, dan memahami konflik, diskrepansi, dan inkongruensi.
- 6. Active listening
Sekilas active listening mirip dengan attending behavior, namun dalam active listening penanya harus mampu melakukan setidaknya 3 hal yakni encouraging atau kemampuan untuk menggugah perasaan klien sehingga klien bisa bercerita lebih banyak dan probbing atau usaha untuk mengeksplorasi jawaban yang diberikan klien, refreksi konten cerita dari klien atau kemampuan untuk melakukan parafrase cerita klien dan mengutarakannya agar klien merasa didengar dan diperhatikan oleh narasumber, dan kemampuan untuk menyimpulkan jawaban klien/narasumber.
Mata kuliah pemeriksaan psikologi dan wawancara
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H