Indonesia adalah salah satu negara yang kental dengan budaya timur dan kepercayaan akan hal-hal mistik yang tinggi. Salah satu paham yang sering saya dengar sejak kecil adalah istilah "Banyak anak banyak rejeki" Benarkah begitu? Karena fakta yang sering saya temui adalah kebanyakan orang yang memiliki banyak anak adalah orang yang tidak kaya (secara finansial) sehingga menyebabkan banyak anaknya putus sekolah, kurang gizi, kurang mendapat perhatian, sampai harus mengemban tugas yang seharusnya belum ia emban.
Saat saya kecil saya memiliki teman yang keluarganya memegang erat paham "banyak anak banyak rejeki". Ibunya adalah seorang ibu rumah tangga yang tidak memiliki penghasilan, ayahnya adalah seorang pedagang sate keliling. Anak pertamanya berusia 7 tahun lebih tua dari saya, dan teman saya adalah anak ke-3 dan dia masih memiliki 3 adik. Kondisi rumahnya cukup memprihatinkan, disaat tetangga lain sudah menggunakan sanyo, mereka masih menimba air untuk kebutuhan hidup. lantai rumahnya hanya beberapa saja yang sudah diplur (untuk keperluan tidur), selebihnya masih beralaskan tanah. Meskipun saat itu hidup saya masih serba kekurangan, tetapi saya lebih prihatin dengan hidup teman saya itu. Sebenarnya beberapa tetangga sudah menegur sang ibu untuk segera ber-KB, tetapi ibunya masih kekeh bahwa setiap anak memiliki rejekinya sendiri.
Saat saya duduk dibangku 5 SD, rumah teman saya itu dijual. Mereka pindah ke suatu tempat, setelah kelahiran anak ke-7. Waktu terus berlalu, akhirnya saya duduk dibangku SMP dan bertemu lagi dengan teman lama saya yang ternyata dia telah putus sekolah dan menjadi knek supir truck. Kakaknya yang pertama berhenti sekolah dibangku SMA karena prihatin dengan hidup keluarganya dan memilih bekerja dan menjadi kasir disebuah toko. Dan kabar terakhir yang saya dengar dari keluarganya adalah ayahnya meninggal dunia, dan ibunya memiliki anak ke-8 dan berprofesi sebagai pemulung.
Suatu hari saat saya teringat dengan kisah teman lama saya, akhirnya saya memutuskan untuk mencari tau tentang KB, manfaat dan dampaknya, serta pro-kontra dalam penggunaannya dan Alhamdulillah saya mendapatkan sebuah video ceramah Ust. Dzakir Naik. Divideo tersebut Ust. Dzakir Naik setuju bahwa penggunaan KB diharamkan. Karena beliau berasal dari keluarga yang tidak menggunakan KB dan merupakan anak ke-5. Beliau berkata "Apakah menurut anda saya adalah individu yang berguna atau tidak? Saya adalah anak ke-5, bagaimana jika ternyata dulu orangtua saya memilih untuk menggugurkan saya?"
Pernyataannya tersebut membuat saya tersentak dan merasa pusing dengan kehidupan ini. Karena didaerah tempat saya dibesarkan, justru keluarga yang memiliki banyak anak, kebanyakan anaknya menjadi seorang kriminal dan sudah pernah masuk penjara meski masih berusia dibawah umur. Saya mencoba untuk membuka diskusi dengan partner saya dan akhirnya setelah kami bertukar pikiran, mengumpulkan fenomena, dan mencoba untuk memikirkan hal ini lebih dalam. Saya dan partner mengambil kesimpulan bahwa, penggunaan KB seharusnya dikampanyekan ke keluarga yang berada ditaraf perekonomian bawah (miskin) yang tidak mampu membiayai biaya pendidikan, tidak memiliki effort untuk sukses dan berguna untuk masyarakat. Dengan begitu, angka kelahiran anak yang kemungkinan tidak mendapatkan haknya sebagai anak dalam suatu keluarga akan berkurang.
Menurut saya penggunaan KB tidak sama dengan pembunuhan. Justru penggunaan KB harus dilakukan karena memiliki dampak positif yang lebih banyak. Penggunaan KB akan menyelamatkan wanita yang belum siap menjadi seorang ibu, penggunaan KB akan menyelamatkan jiwa yang seharusnya tidak mengemban tugas yang belum menjadi tugasnya, penggunaan KB akan membantu seorang ibu untuk lebih perhatian dan fokus pada anaknya, penggunaan KB akan membantu sebuah keluarga untuk memiliki rencana masa depan, dan masih banyak lagi.
Terlepas dari pro-kontra dan halal-haram dalam penggunaan KB, saya percaya bahwa hukum dalam Islam bukanlah hukum yang sengaja dibuat untuk menyulitkan umat.
Jika memang suatu keluarga mampu untuk memberikan hak kepada masing-masing anak dengan adil dan sesuai dengan usianya, maka memiliki banyak anak bukanlah masalah besar. contohnya kita bisa melihat keluarga Gen Halilintar, mereka memiliki banyak anak dan anak-anaknya berfungsi secara sosial.
Sekian.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H