Mohon tunggu...
Mega Widyastuti
Mega Widyastuti Mohon Tunggu... Mahasiswa - Universitas Bhayangkara Jakarta Raya

Mahasiswi jurusan Psikologi dan Sastra Hobi membaca dan menulis Genre favorit self improvement dan psikologi Penikmat kata Instagram @immegaw

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Aku Gamau, Pak!

12 November 2022   20:02 Diperbarui: 16 November 2022   20:25 145
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Malam itu Ustadz Jaja memintaku untuk membantu mengajar mengaji anak-anak kelas sore. 

"Mar, besok bantu bapak ngajar yaa, Umi sakit lagi soalnya" Pintanya.

"Seperti biasa habis Ashar kan, Pak Ustadz?" Tanyaku.

"Iya" Jawabnya sambil tersenyum.

Akupun mengiyakan permintaannya, kemudian salim kepada Ustadz Jaja, lalu pulang kerumah.

Namaku Maryam. Aku sedikit berbeda dari anak-anak yang lain. Entah karena apa, aku tidak memiliki teman dekat sampai sekarang. Aku tidak suka bergerombol, ataupun bergosip seperti teman sebayaku. Aku lebih suka melakukan sesuatu yang menurutku menyenangkan atau sendirian saja. 

Aku adalah santri baru di Pengajian ini.

Sudah sebulan sejak pertama aku mengaji disini.

Aku tahu tentang pengajian ini karena lokasinya yang berada disebelah sekolahku dan Ibuku mengizinkanku untuk berangkat mengaji. 

Aku merasa senang mengaji disini, Ustadz yang mengajar sangat humble dan mahir mengajar.

Sebenarnya malam ini bukan pertama kalinya Ustadz Jaja memintaku untuk membantu mengajar, Ustadz Jaja bilang aku adalah anak yang cerdas dan penurut, oleh karena itu dia senang meminta bantuanku.

Aku sama sekali tidak pernah membayangkan hal-hal buruk tentang Ustadz Jaja.

Ustadz Jaja selalu ramah, seolah bibirnya tak bisa berhenti tersenyum.

Dan yang paling membuatku senang mengaji disini adalah ketika mendengar lantunan ayat suci yang dibacakan oleh Ustadz Jaja, sangat merdu dan menenangkan hati.

"Sodaqollohul 'adziim..." 

"Yang paling rapih boleh pulang duluan yaa" Ucapku kepada anak-anak, diiringi dengan penyebutan nama satu per satu.

Sekarang pukul 17:00, Aku biasa mulai mengaji ba'da Magrib, dan biasanya setelah memulangkan anak-anak aku melakukan tadarus Al-Qur'an dipondokan. 

Lokasi pondokan tempat aku mengaji berada dibelakang Masjid.

Saat itu, aku sedang berdua dengan Kak Rizma.

"Rizma, dipanggil Umi, Umi mau minta tolong" Ucap Ustadz Jaja.

"Sodaqollohul 'adziim" Ucap Kak Rizma mengakhiri tadarus Al-Qur'annya. "Iya Ustadz"

Aku melihat Ustadz Jaja tersenyum dan mempersilahkan Kak Rizma untuk pergi. Akupun mengakhiri tadarus Qur'anku dan hendak menyusul Kak Rizma kekediaman Umi yang berada persis disebelah pondokan, hanya berbeda ruangan sebenarnya.

"Mar, mau kemana?" Tanya Ustadz Jaja.

"Saya mau nemenin Kak Rizma, Pak, mau ikut bantu Umi juga"

"Disini aja"

"Emangnya kenapa, Pak?"

"Maryam waktu daftar disini bilangnya mau jadi Hafidz Qur'an, kan?" Tanyanya seraya mendekatiku.

Sejujurnya perasaanku sudah tidak enak.

"I, iya, pak, pengen banget" Jawabku dengan nada tak nyaman. Karena posisi Ustadz Jaja yang sekarang sudah duduk lesehan disebelahku.

'Cup'

"ASTAGFIRULLOHAL 'ADZIM, BAPAAK!!" Aku segera menjauh dari dirinya.

"Maryam kalo mau jadi hafidz harus nurut sama, Bapak, biar ilmunya berkah"

"Gak mau bapak"

"Maryam, shuutt shhuut"

"Saya gak mau bapak"

Ustadz Jaja menangkapku yang hampir kabur dari ruangan, dia membekap mulutku dan terus mencoba untuk membuatku mematuhinya. Akupun tak berdaya.

Setelah itu, aku tak pernah datang untuk mengaji.

Aku menceritakan hal ini kepada temanku yang juga mengaji disana, tapi dia tidak percaya.

Aku tidak tahu harus mengadu kepada siapa selain Allah

Aku merasa tidak bisa menceritakan hal ini kepada keluargaku

Lagi lagi aku hanya bisa berpasrah diri, meminta kepada Allah untuk membuka aib si Jaja sialan agar tidak ada korban yang lain

dan Alhamdulillah, 

Doaku terkabul

Setahun kemudian, Jaja dilaporkan ke kantor polisi karena kasus pelecehan

Dan akhirnya aku ketahui, bahwa aku bukanlah korban pertama

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun