Mohon tunggu...
IMMANUEL ROOSEVELT
IMMANUEL ROOSEVELT Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Informatika

Hallo, nama saya Immanuel Roosevelt mahasiswa Universitas Mercu Buana dengan NIM 41520010180 Fakultas Ilmu Komputer prodi Informatika. Dosen pengampu: Apollo, Prof. Dr, M.Si.AkĀ 

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Ranggawarsita Tiga Era, Kalasuba, Katatidha, Kalabendhu, dan Fenomena Korupsi di Indonesia: Sebuah Tinjauan Luas dan Mendalam dari Berbagai Perspektif

26 Oktober 2024   10:01 Diperbarui: 26 Oktober 2024   10:01 120
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Dalam konteks zaman "Kalatidha" atau "jaman edan" yang digambarkan Ranggawarsita, dunia berada pada kondisi moral dan sosial yang kacau balau. Ranggawarsita menuliskan "jaman edan" untuk mengungkapkan masa di mana manusia menjadi serba sulit dalam membedakan benar dan salah. Istilah "edan" atau "gila" mengacu pada perilaku masyarakat yang cenderung mengabaikan moralitas, etika, dan norma sosial demi kepentingan pribadi.

Frasa Ewuh aya ing pambudi menekankan kondisi yang membuat orang sulit untuk berpikir atau bertindak dengan baik dan benar. Dalam keadaan seperti ini, menjadi sulit bagi seseorang untuk mempertahankan integritas dan kebijaksanaan di tengah masyarakat yang semakin materialistis dan egois. Namun, Ranggawarsita menekankan bahwa meskipun dunia tampak rusak, seseorang tetap harus mencoba menjaga kesadaran dan kewaspadaan (eling lan waspada) agar tidak terjebak dalam kerusakan moral tersebut.

Kenapa Korupsi Merajalela di Era Kalatidha?

Korupsi di Indonesia dapat dipandang sebagai salah satu konsekuensi dari krisis kepercayaan yang terjadi di era Katatidha. Ketika kepercayaan masyarakat terhadap pemimpin dan institusi mulai terkikis, terjadi pergeseran nilai-nilai sosial yang membuat korupsi seolah-olah menjadi hal yang wajar. Beberapa faktor penyebab korupsi pada era Katatidha antara lain:

Krisis Kepemimpinan: Pemimpin yang diharapkan mampu memberikan arah yang jelas dan kebijakan yang tegas justru terjebak dalam krisis moral dan integritas. Banyak pemimpin yang lebih mengutamakan kepentingan pribadi atau kelompok daripada kepentingan rakyat.

Ketidakpastian Hukum: Sistem hukum yang lemah dan rentan terhadap intervensi politik membuat upaya pemberantasan korupsi menjadi tidak efektif. Ketidakjelasan dalam penerapan hukum menciptakan celah bagi para koruptor untuk lolos dari hukuman.

Budaya Materialisme: Di era ini, nilai-nilai moral tergantikan oleh dorongan materialisme dan konsumsi yang berlebihan. Orang-orang lebih fokus pada pencapaian kekayaan materi daripada integritas dan moralitas. Hal ini memperkuat praktik korupsi, di mana kekayaan dianggap sebagai ukuran keberhasilan.

4. Kalabendhu: Zaman Kegelapan dan Puncak Korupsi

Setelah ketidakpastian era Katatidha, datanglah Kalabendhuā€”era kehancuran dan kegelapan. Pada masa ini, moralitas dan nilai-nilai kemanusiaan runtuh, dan korupsi mencapai puncaknya. Ranggawarsita menggambarkan Kalabendhu sebagai fase di mana para pemimpin tidak lagi peduli dengan kesejahteraan rakyat, melainkan tenggelam dalam keserakahan dan ambisi pribadi. Hukum kehilangan kekuatan, dan keadilan menjadi barang langka.

Kalabendhu adalah simbol dari era di mana korupsi bukan lagi dianggap sebagai tindakan kriminal yang harus dilawan, tetapi menjadi bagian dari budaya dan struktur sosial yang mengakar. Fenomena ini terlihat dalam kasus-kasus korupsi besar yang melibatkan pejabat tinggi di Indonesia, di mana seringkali hukum tidak mampu menjerat para pelaku.

Bagaimana Korupsi Mencapai Puncaknya di Era Kalabendhu?

  • Korupsi Struktural: Di era Kalabendhu, korupsi tidak lagi terbatas pada individu-individu tertentu, melainkan telah menjadi bagian dari struktur pemerintahan dan masyarakat. Dalam sistem yang korup, semua orang dipaksa untuk terlibat dalam korupsi, baik secara langsung maupun tidak langsung.
  • Pelemahan Institusi Anti-Korupsi: Salah satu karakteristik utama Kalabendhu adalah melemahnya institusi yang seharusnya menjadi garda depan dalam pemberantasan korupsi. Di Indonesia, meskipun telah dibentuk lembaga-lembaga anti-korupsi seperti KPK, pelemahan lembaga ini kerap terjadi melalui intervensi politik dan revisi undang-undang yang membatasi kekuasaannya.
  • Penghancuran Nilai-Nilai Sosial: Pada masa Kalabendhu, nilai-nilai kejujuran, integritas, dan moralitas sudah hilang dari tatanan sosial. Orang-orang lebih menghargai kekayaan dan status daripada kejujuran, dan korupsi dianggap sebagai jalan yang sah untuk mencapai tujuan pribadi.
  • Pembiaran Sosial: Di era Kalabendhu, masyarakat cenderung membiarkan praktik korupsi berlangsung tanpa adanya perlawanan berarti. Rasa apatis dan ketidakpedulian terhadap korupsi menjadi bagian dari budaya, dan upaya pemberantasan korupsi menjadi semakin sulit.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun